"Tapi kupikir ada benarnya juga. Seharusnya yang lebih pantas mendapat ucapan terimakasih adalah kamu. Karena tanpa kejadian waktu itu, tempat ini tak mungkin jadi hidup seperti sekarang." Kata si pemuda.
"Oh, akhirnya kau melunak juga." kata si gadis.
"Tidak, aku hanya membiarkanmu menang."
Lalu kedua remaja itu berjalan -- jalan berkeliling di sekitar kebun itu. Mereka melihat pepohonan satu per satu. Kalau ada yang tampak layu, mereka akan menyiraminya. Tapi kalau ada tumbuhan yang akan mati, si nona menyentuh tanaman itu agar hidup lagi. Jadi tempat itu selalu sejuk dan asri.
Sampai akhirnya, di suatu sore yang kelam, desa mereka diserang oleh kerajaan lain. Banyak warga mengungsi. Mereka pindah ke tempat lain. Termasuk si pemuda dan si nona juga kena imbasnya.
Namun saat si pemuda menjemput si nona untuk pindah, ternyata si nona tak ada di rumahnya. Si pemuda mencari ke kebun itu, tapi si nona tidak ketemu juga. Malah, kebun itu kini telah hancur dipenuhi asap.
Mereka merusak kebun itu. Pohon -- pohon seperti jambu, mangga dan pepaya mereka tebang. Termasuk kacang -- kacang yang menjalar, mereka tebas lalu membakar tempat itu hingga jadi arang.
Melihat itu, si pemuda pun menyelamatkan diri. Ia lari ke segala arah. Meninggalkan desanya yang tengah diserang sangatlah terasa berat. Apalagi melihat kebun yang dirawatnya kini rata dengan tanah. Namun yang lebih membuat si pemuda sedih adalah, ia tak bisa bertemu dengan si nona lagi, dan ia juga tak tahu kemana si nona pergi.
Tamat
Cerita sebelumnya:
Nona Kecil dan Sebatang Pohon Tus