Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Banjir: Camilan Kaum Non "Highlanders"

12 Januari 2021   00:20 Diperbarui: 12 Januari 2021   01:05 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir seperti sudah jadi langganan. (Sumber: restoration1.com)

Sekitar sebulan yang lalu, banjir datang berkunjung ke tempat tinggal kami. Sapuan angin yang kencang membuat air menurun semakin deras. Rumah kami yang terletak di dataran rendah jadi tuan rumahnya. Air melewati teras, membasahi rumput di halaman, dan masuk ke dalam ruang tamu, kamar bahkan dapur. Kami menyambut banjir seperti biasanya, karena kami bukan kaum "Highlander".

Highlander adalah sebutan bagi rumah - rumah yang terletak di atas dataran tinggi. Pertama kali saya mendengar kata itu lewat film barat yang berjudul sama. Dan tetangga di samping rumah saya menggunakan istilah itu saat banjir datang ke rumah kami.

"Yah.. Mau gimana lagi.. Kita kan bukan kaum Highlander. Jadi wajar lah kalau banjir."

Akibat banjir, kami "orang - orang bawah" harus mengecek adakah sampah yang menyumbat selokan?

Kalau tidak ada barulah kami bermain air. Menguras air yang ada di teras, yang ada di ruang tamu, dan di kamar - kamar.

Kami memakai sapu lidi untuk mengusir air itu keluar pekarangan. Kadang ada yang menggunakan semacam "serok" untuk mengangkut air dengan lebih enteng. Persis seperti adegan film Jack Sparrow yang menguras air dengan ember saat kapal kecilnya kemasukan air.

Di hari itu, kami menguras tenaga untuk menguras banjir. Meski bikin capek, ternyata banjir juga bisa menjadi hiburan.

Kami basah - basahan saat mengepel lantai yang kebanjiran. Tetangga juga ikut merayakan dengan turun ke lingkungan kami dan membantu menguras. Banyak dari mereka dari kaum "Highlanders", yaitu orang - orang yang rumahnya terletak di dataran tinggi, jauh dari kebanjiran.

Salah satu dari mereka bilang, "Kapan maneh iso dolanan banyu rame - rame. Ora mbayar pisan." (Kapan lagi bisa main air bareng - bareng. Tidak usah bayar lagi).

Basa - basi ringan itu kadang jadi camilan kami semua, sambil tangan kami terus menguras banjir. Jadi banjir yang kadang dilihat sebagai musibah bisa jadi anugerah yang mempersatukan kami.

Setelah banjir pergi, kami saling tukar cerita, rumah siapa yang paling banyak banjirnya. Biasanya rumah yang paling bawah mendapat porsi lebih banyak. Baik porsi airnya, maupun porsi menceritakan keseruannya kepada orang - orang. Seolah - olah banjir tak ada beda dengan menang undian berhadiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun