Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kolam Keruh

26 Agustus 2020   02:17 Diperbarui: 26 Agustus 2020   02:20 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tak tahu dari mana awalnya, tiba-tiba tubuhku sudah berdiri di pinggir sebuah kolam
Kulihat ia berair tenang, namun bila kutembus tampak riuh dan semarak
Betapa senang melihatnya

Maka kuputuskan untuk melompat lalu terjun ke dalamnya
Mengitari permukaan yang baik-baik, membuatku betah dan tak ingin kembali
Sebuah pertanyaan kecil berenang disampingku, "Ada apa di dalam sana?"

Aku jadi tak lega, lalu menyimpan nafas banyak-banyak dan menyelam ke bawah
Benar adanya, di sana lebih menarik dan lebih bersukacita bagai berada di pasar malam
Di sana kau bisa menonton sirkus yang membuatmu tertawa, makan gulali yang sangat manis dan naik bianglala
Kau juga bisa mendengar musik serta mencium wanginya melati
Aku tak pernah menyesal berada di sana

Namun baru kutahu, bukan aku saja yang menginginkannya
Ada dia, mereka dan yang di luar mereka
Semuanya ingin terlihat dan terlibat, hingga harus beradu satu sama lain
Termasuk diriku, yang jatuh bangun bersilang jalan dengan mereka, dan sempat berjaya sebelum akhirnya berharap ke tempat lain

Hingga kutemukan satu sisi kolam bersembunyi di gua penyepian
Airnya tampak bening dan suci, tak tersentuh oleh kejamakan dan ketamakan
Aku ke sana, dan menikmati sajian kedamaian yang tak kutemukan di belahan lain

Di sini aku seperti sebuah balon, dalamnya kosong tak berisi apapun tapi itulah yang membuatku terbang dengan ringan
Sebelum akhirnya mereka datang juga, dan keruh pun hadir kembali

Tak ada tempat lagi, pikirku

Aku ingin menghirup udara bebas seperti dulu, tanpa harus berdesakan seperti ini
Aku mendongak, dan mengeluh bahwa daratan telah menjadi langit yang tak bisa kugapai
Tak mungkin, karena kini aku berada di sudut palung paling dasar, mengakar bersama kesempitan dan penyusutan
Sampai-sampai bisa kucium aroma api bumi yang sangit dan panas

Sudah terlalu dalam untuk memanjat ke permukaan, sudah terlalu lama diriku berkubang di kolam ini
Lumpur telah menyatu dengan diriku, dan mereka terus meramaikan kesunyianku
Aku pun menyelam lagi, tapi kali ini kubarengi dengan minum kopi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun