Mohon tunggu...
DAUD
DAUD Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mhasiswa

Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Mataram

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peta Kapanca Tradisi Bima NTB

9 Juni 2024   20:01 Diperbarui: 10 Juni 2024   08:00 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumbe gambar: https://images.app.goo.gl/nrZ1acg2fKK24dyK6

Kabupaten Bima, - Tradisi Peta Kapanca di Bima merupakan salah satu tradisi yang penuh dengan makna dan simbolisme, terutama dalam konteks pernikahan. Upacara ini dilakukan satu hari sebelum akad nikah dan memiliki peran penting dalam mempersiapkan calon pengantin wanita menuju kehidupan pernikahan yang baru. Makna dari tradisi ini sangat dalam, yang melibatkan melumatkan daun pacar pada kedua telapak tangan calon pengantin wanita. Dalam bahasa Daerah Bima, "Peta" berarti melumat/menempelkan dan "Kapanca" berarti Daun Pacar. Ini bukan hanya sekadar seremoni atau upacara pernikahan, tetapi juga sebuah simbol dari kesucian, komitmen, dan ikatan yang akan terjalin antara calon pengantin wanita dengan calon pengantin lelaki yang meminangnya.

Sebelum pelaksanaan tradisi Peta Kapanca, calon pengantin wanita biasanya melakukan beberapa rangkaian kegiatan persiapan. Selama prosesi Peta Kapanca berlangsung, ada rangkaian lantunan syair dan zikir yang bernuansa Islami. Hal ini dilakukan sebagai simbol pengharapan agar calon pengantin wanita selalu mendapatkan berkah dan perlindungan dari Tuhan dalam menjalani kehidupan pernikahan yang akan datang. Tradisi ini juga menjadi momen dimana masyarakat berpartisipasi dengan memberikan dukungan dan doa untuk keberhasilan pernikahan calon pengantin wanita.

Dalam acara Peta Kapanca, calon mempelai wanita mengenakan pakaian adat Bima yang khas dan indah. Pakaian adat ini tidak hanya sekadar busana, tetapi juga merupakan simbol dari identitas dan kebanggaan budaya masyarakat Bima. Tidak ketinggalan, calon mempelai wanita juga mengenakan beragam aksesoris tradisional yang menambah kemegahan penampilan. Aksesoris-aksesoris tersebut bisa berupa gelang, kalung, anting-anting, dan hiasan lainnya. Dengan mengenakan pakaian adat Bima dalam acara Peta Kapanca, calon mempelai wanita tidak hanya menampilkan kecantikan dan keanggunan, tetapi juga menghormati dan memperkuat kebanggaan terhadap warisan budaya dan tradisi nenek moyang mereka. Penampilan yang megah dan berkelas ini menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan atmosfer sakral dan indah dalam upacara Peta Kapanca di masyarakat Bima.

Selain dari tradisi Peta Kapanca, masyarakat juga mengamalkan praktik lain yang turut meramaikan upacara tersebut. Ibu-ibu, khususnya yang memiliki anak perempuan yang belum menikah, sering kali berlomba-lomba untuk mendapatkan telur yang dihiasi dengan cermat, membentuk rangkaian bunga, dan berjumlah tepat 99 butir. Telur yang dihias ini bukan sembarangan, melainkan mengandung makna yang dalam sebagai simbol dari Asma'ul Husna atau 99 Nama Kebesaran Allah dalam tradisi Islam.

Praktik ini dilakukan dengan harapan bahwa anak perempuan yang menerima telur tersebut akan segera menemukan jodohnya dan menjalani hidup pernikahan dengan penuh kebahagiaan. Lebih dari sekadar sebuah tradisi, hal ini mencerminkan doa-doa orang tua untuk kebahagiaan dan kesuksesan anak-anak mereka dalam membangun rumah tangga yang harmonis. Sebagai bagian dari budaya dan tradisi yang terpelihara dengan baik, praktik ini menjadi simbol dari harapan dan cinta kasih yang tak terbatas dari orang tua terhadap anak- anak mereka.

Meskipun zaman terus berubah dan budaya mengalami transformasi, tradisi Peta Kapanca masih tetap erat melekat dalam kehidupan masyarakat Bima. Hal ini menunjukkan bahwa nilai- nilai budaya dan tradisi yang kaya akan makna masih dijaga dan dilestarikan dengan sungguh- sungguh. Peta Kapanca bukan hanya sekadar serangkaian ritual adat, tetapi juga merupakan bagian integral dari warisan budaya yang memperkaya identitas dan kearifan lokal masyarakat Bima.

Peta Kapanca bukanlah sekadar tradisi biasa, tetapi juga merupakan pernyataan yang kuat tentang pentingnya menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya dan adat istiadat dalam sebuah masyarakat. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga membentuk bagian dari identitas dan jati diri masyarakat Bima. Oleh karena itu, upaya untuk mempertahankan dan merawat tradisi Peta Kapanca merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan budaya nenek moyang yang harus dijaga dengan baik.

Peta Kapanca memegang peran penting sebagai simbol permohonan restu dan doa bagi calon pengantin sebelum mereka memulai perjalanan kehidupan rumah tangga. Upacara ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga merupakan sarana untuk memohon berkah, kesucian, dan perlindungan dari Tuhan bagi pasangan yang akan menikah. Dalam tradisi ini, terkandung harapan akan kelancaran dan keberkahan dalam setiap langkah yang akan dijalani oleh kedua mempelai. Selain sebagai momen penting bagi kedua mempelai, Peta Kapanca juga menjadi kesempatan bagi keluarga dan masyarakat sekitar untuk menyampaikan rasa syukur mereka kepada Tuhan serta mengungkapkan doa terbaik bagi kebahagiaan dan kesuksesan kedua pengantin. Dengan adanya partisipasi aktif dari orang-orang terdekat dan komunitas, upacara ini menjadi lebih bermakna dan mendalam dalam memperkuat ikatan sosial dan spiritual antara keluarga dan masyarakat.

Tradisi Peta Kapanca juga mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas dalam masyarakat, di mana semua anggota turut serta dalam mempersiapkan dan merayakan pernikahan dengan penuh kehangatan. Dalam setiap langkahnya, upacara ini mengajarkan tentang pentingnya saling mendukung dan merayakan kebahagiaan sesama umat manusia.

Melalui ritual Peta Kapanca, masyarakat menghormati dan merayakan keberagaman budaya serta kepercayaan yang ada dalam komunitas mereka. Hal ini menjadi bukti dari kekayaan warisan budaya yang dijunjung tinggi dan dilestarikan dari generasi ke generasi sebagai bagian integral dari identitas dan jati diri masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun