Banyak orang mengaku telah menjalani hidup dengan berani, berani untuk melakukan apa saja. Berani mengambil keputusan, berani menantang bahaya, berani matipun banyak, hingga berani untuk menyakiti atau bahkan membunuh sesamanya. Tapi berapa banyak orang yang berani menemui ‘dia’ – musuh yang menakutkan yang dinamai kesepian? Tidak sedikit orang yang depresi bahkan bunuh diri karena merasa kesepian yang dalam. Sepi dari lingkungan sekelilingnya, sepi karena ditinggalkan pasangan hidupnya, atau sepi karena tidak dicintai. Mari kita lihat dari persepsi yang berbeda dan kita hadapi sepi kita dengan pencerahan dari tulisan orang kesepian ini. Beranikah Anda?
Kesadaran akan diri sendiri membuat kita sungguh-sungguh sadar bukan hanya akan keunikkan kita masing-masing, namun juga akan keterpisahan dan kesendirian kita ditengah-tengah orang lain. Kesepian kita biasanya muncul bersamaan dengan timbulnya kesadaran akan diri sendiri itu. Hal ini dapat menimbulkan rasa kecewa atau sakit hati, setiap kali kita menyadari keterbatasan kita masing-masing dan perbedaan kita dengan orang lain. Inilah kesepian yang manusiawi.
Adanya keunikan setiap manusia seringkali menyebabkan timbulnya ketegangan dalam kehidupan bersama (berkeluarga). Manusia berusaha mengurangi kadar ketegangan ini dengan bergabung ke dalam kehidupan berkelompok/bersosialisasi, sehingga masing-masing individu tenggelam dalam kelompoknya. Namun demikian tetap saja muncul individu-individu yang berkembang sebagai pribadi yang khas.
Penderitaan yang paling menyiksa bagi seseorang yang mengalami keterpisahan dengan orang lain ialah kesepian ditengah malam. Kegelapan malam menjadi lambang ketakutan yang melanda jiwanya. Sehingga mungkin, seseorang suka melihat rembulan untuk mengisi kekosongan hati yang sepi dengan sejuta harapan.Dan kesulitan untuk tidur pada waktu itu mungkin merupakan pengalaman terburuk yang dijumpainya.
Penderitaan semakin dalam pada usia remaja, ketika perasaan satu individu tertentu memuncak justru pada saat ia mengalami krisis harga diri dan identitas. Selama masa pubertas, pertumbuhan jasmani menghasilkan kecenderungan ke arah intimitas yang tentu saja bertentangan dengan kesadaran akan keterpisahan yang semakin tajam pada waktu itu.Dan perkawinan mungkin akan semakin memperhebat ketegangan ini. Walaupun perkawinan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan intimitas, namun banyak orang secara tidak sadar takut akan perkawinan, karena menduga bahwa keunikannya akan terancam oleh kehidupan bersama pasangannya itu.
Banyak dari antara kita yang menyimpan dua macam pikiran mengenai keakraban, dari satu pihak kita merindukan hubungan akrab dengan orang lain untuk meringankan beban dari penderitaan rasa sepi yang menyiksa. Tapi dilain pihak kita merasa takut terhadapnya. Kesepian sesungguhnya dapat dilukiskan sebagai rasa takut akan cinta.
Mengapa kita takut akan cinta? Dengan memusatkan perhatian pada kepentingan diri sendiri, sebenarnya kita membangun kubu-kubu pertahanan untuk melindungi diri, dan kita merasa takut jangan-jangan orang lain masuk kedalamnya. Hubungan akrab dengan orang lain kita pandang sebagai ancaman terhadap rasa aman, yang hanya kita miliki bila kita berada di balik tembok yang membentengi diri kita itu. Dibalik tembok itu kita hidup dengan bayangan ketakutan. Kita sangka, bila sudah terlanjurakrabdengan orang lain, maka sulit bagi kita untuk melepaskan diri daripadanya. Kita takut bahwa keakraban akan mengganggu ketenangan hidup kita.
Pernah saya ingin membantu seseorang, tetapi orang itu menolak apa yang saya berikan. Ketika saya berusaha untuk meyakinkan dia agar menerima bantuan saya itu, ia malah nampak gelisah. Waktu saya tanya mengapa, ia menjawab: “saya hanya tidak mau menerima apapun dari orang lain.”
Bagi kebanyakan di antara kita, menerima rasanya lebih berat daripada memberi. Sebab kalau kita memberi, kita berada di atas orang lain. Benteng pertahanan kita tetap utuh. Tetapi kalau kita menerima kita harus membuka benteng itu dan seolah-olah mengundang orang lain masuk kedalamnya. Kita lalu merasa wajib membalas setiap pemberian dari orang lain, agar supaya kita bebas dari perasaan tergantung daripadanya. Dengan demikian, baru kita akan merasa otonom lagi, namun kalau kita ingin keluar dari benteng yang merupakan penjara bagi diri kita itu, kita harus merelakan diri kita untuk menerima – walaupun mungkin sangat tidak menyenangkan hati. Banyak orang merasa takut akan keakraban bahkan dalam bentuknya yang paling akrab, yakni perkawinan.
Dalam kenyataan, menjadi suami istri bukan hanya suatu kedudukan melainkan suatu cara hidup bersama.Orang yang sudah menikah dapat bersikap tertutup terhadap hubungan akrab dengan pasangannya. Sebaliknya orang yang hidup membujang dapat membuka diri sepenuhnya terhadap keakraban itu.
Beberapa saat yang lalu, saya telah merasa siap untuk menjadi seorang kepala rumahtangga. Tapi setelah mengalami hidup bersama beberapa saat lamanya, saya merasa bahwa perkawinan telah menuntut terlalu banyak dari keinginan dan kemampuan yang dapat saya berikan. Memang tak dapat disangkal bahwa ada juga saat-saat penuh kebahagiaan dalam kehidupan bersama itu.
Menjalin hubungan akrab tidak sama dengan memiliki. Hubungan akrab membuahkan kepercayaan, sedangkan kecenderungan untuk memiliki menghasilkan rasa cemburu. Jika kita bergaul akrab satu sama lain, keterbukaan kita terhadap keakraban itu dapat membantu perkembangan kepribadian kita. Tetapi bila kita takut terhadap keakraban, kecenderungan untuk memiliki itu akan muncul. Dan bila terjadi demikian, hubungan kita justru akan menghimpit perkembangan pribadi kita. Baik suami maupun istri merasa tertekan, lalu mereka merasa bosan terhadap pembatasan-pembatasan kebebasan akibat perkawinan mereka itu. Percekcokan akan segera mewarnai hubungan mereka yang dari hari ke hari kian merenggang. Mereka melupakan segi-segi positif dari masing-masing yang pernah membuat mereka tertarik untuk mencintai satu sama lain.
Persahabatan, seperti halnya perkawinan, dapat menjadi hambar karena alasan yang sama. Janji persahabatan mungkin tidak terlalu seperti janji perkawinan. Namun demikian, keduanya membuka kesempatan untuk menjalin hubungan yang akrab. Ada orang yang membutuhkan orang lain agar dapat merasa memiliki. Orang seperti ini biasanya sulit menerima, seperti janji perkawinan, tapi, keduanya membuka kesempatan untuk menjalin hubungan yang akrab. Orang seperti ini biasanya sulit menerima perkembangan dan perubahan dalam hubungannya dengan orang lain. Memiliki hampir sama kesannya dengan mengawasi. Tapi karena tidak banyak orang tahan diawasi terus-menerus, maka hubungan lama-kelamaan akan menjadi ajang pertentangan yang merugikan kedua belah pihak. Hubungan segera menjadi beku dan akhirnya mati.
Kesanggupan kita untuk menjalin hubungan akrab dengan orang lain tergantung pada gambaran kita mengenai siapakah kita ini dan kemampuan kita untuk menerima diri kita sendiri apa adanya. Keakraban berarti keterbukaan diri. Bila kita kurang dapat menerima diri kita sendiri apa adanya, maka kita akan cenderung untuk menutup diri dan menjauhkan diri dari orang lain, atau berusaha memiliki dan menguasai mereka. Melalui kesepian yang muliakita diharapkan dapat menerima diri kita sendiri seperti apa adanya.
Ingatan dan imaginasi memainkan peranan besar dalam membantu kita untuk berhubungan dengan diri kita sendiri. Ingatan menghubungkan dengan masa lalu, termasuk di dalamnya kesadaran bahwa kita memiliki riwayat hidup. Sedangkan imaginasi menghubungkan kita dengan masa yang akan datang. Kita bukan hanya manusia masa lalu. Kita adalah juga manusia yang terus ‘menjadi…’ Hubungan masa lalu dengan masa yang akan datang memberikan ‘sesuatu’ kepada masa kini – yaitu saat kita hidup sekarang ini. Dan hal ini membutuhkan keseimbangan, baik masa lalu dan masa yang akan datang. Bauran dua hal tersebut memberikan arah bagi langkah kita tiap detik waktu sekarang ini untuk terus ‘menjadi….’ Terlalu terpaut di satu masa akan menimbulkan ketidakseimbangan yang pada akhirnya menghasilkan konflik batin yang tidak mudah diselesaikan. Ingat KESEIMBANGAN. Dua masa ini merupakan dasar bagi refleksi diri kita dalam suasana sepi yang berdaya-cipta. Awal tahun 2012 ini adalah saat yang baik bagi kita untuk menemui diri kita sendiri dan merenung dengan membuka kembali album photo lama kita mengingat kembali dari mana asal kita ‘menjadi…’ seperti saat ini. Setelah itu marilah kita membuat catatan kecil untuk menulis resolusi ataupun target yang ingin kita capai selama 2012. Album photo dan catatan kecil itulah media refleksi kita untuk mengenali diri kita sendiri lebih baik dalam suasana sepi yang patut kita resapi setiap detiknya.
Walaupun berbagi rasa dalam kesedihan dapat meringankan beban, namun orang memerlukan waktu untuk bersedih hati atau merenung seorang diri. Kesepian yang saya alami saat ini sangat terasa berat, namun juga kreatif. Sebab keheningan dan kesepian yang saya rasakan, membantu saya untuk mengatasi kesedihan dan memandang hidup seterusnya tetap berarti. Melalui kesepian kita menjumpai diri kita sendiri. Tidaklah mudah untuk melihat diri kita yang sebenarnya. Jika ada jalan untuk menghindari pandangan atas diri kita sendiri, kita mungkin sudah menempuhnya. Maka orang yang bertekad untuk memandang dan menyelami dirinya sendiri yang sebenarnya, berusaha keras menutup segala kemungkinan yang dapat mendorong untuk melarikan diri. Mereka memasuki padang belantara atau gurun pasir ciptaan mereka sendiri. Dan mereka tinggal ditempat itu sampai batas waktu yang telah mereka tetapkan.
Keputusan ini kiranya sangat penting, jika kita memang mau berusaha memperoleh suatu keheningan yang mulia. Penting sekali bagi kita untuk menjalin hubungan dengan batin atau diri kita sendiri. Alam adalah lingkungan yang sangat sesuai untuk menciptakan suasana hening. Keindahan alam bukan hanya mempesona, melainkan juga dapat menumbuhkan dalam hati kita semangat persaudaraan dengan segenap alam ciptaan. Penghargaan terhadap keindahan dan keheningan alam menyegarkan jiwa maupun badan kita. Lingkungan alam melambangkan kedamaian dan ketentraman batin, dan membantu kita untuk menyelaraskan irama batin kita (kosmos manusia) dengan irama alam semesta (kosmos alam).
Apa yang kerapkali kita rasakan bila memandang batin kita sendiri ialah rasa bersalah. Walaupun kesalahan sekarang ini seringkali kita tutupi dengan istilah-istilah yang lebih halus seperti gambaran diri rendah, tak percaya diri, inferiority complex, dan lain-lain. Kalau kita merasa bersalah, kita menyadari keunikan kita secara negatif. Perasaan malu menguasai diri kita bila kita gagal mencapai sesuatu. Rasa malu itu tidak hanya membuat kita terasing dari orang lain, melainkan juga membuat batin kita tersiksa karena keterasingan itu.
Tumbuhnya keakraban dalam suatu bentuk hubungan, tidak perlu menjadi ancaman bagi bentuk hubungan yang lain. Keakraban kita bukan suatu yang terbatas oleh batasan-batasan. Kita dapat mengembangkan potensi untuk bergaul akrab dengan siapa saja, asalkan kita mau. Kuantitas tergantung pada kualitas. Keakraban berkembang bila kita bersedia mengungkapkan perasaan hati kita dan mau mendengarkan ungkapan hati orang lain. Keakraban itu bertumbuh dengan sehat, bila kita mau menerima perasaan kita dan perasaan orang lain juga. Mengetahui untuk mengerti dan mengerti untuk menerima serta memaafkan.
Kesepian adalah suatu perasaan manusiawi yang dianugerahkan kepada kita untuk mendorong kita agar menjalin hubungan akrab dengan orang lain. Sama halnya dengan perasaan lapar yang mendorong kita untuk makan. Kesepian sesungguhnya suatu anugerah yang indah. Tanpa kesepian kerapkali membuat hati kita resah, banyak dari antara kita akan membangun benteng pertahanan untuk menyembunyikan diri.
Akhir kata, janganlah lari saat anda merasa kesepian, hadapilah dia dengan menemui diri anda sendiri. Lihatlah bayangan diri anda dalam cermin, dan bertanyalah “Siapakah aku ini?” Berusahalah untuk menjawab pertanyaan itu sebaik mungkin dengan terlebih dahulu menerima kelebihan, kekurangan, kekuatan, dan kelemahan diri anda sendiri. Dengan mengenali peran anda sendiri dalam keluarga, kelompok sosial, sekolah, lingkungan kerja, masyarakat, negara, maupun di dunia ini, anda tidak akan merasa kesepian. Karena untuk ‘itu’lah anda ada.
Beranikah Anda untuk menemui monster yang bernama SEPI di dalam diri Anda sendiri? :)
“The most terrible poverty is loneliness, and the feeling of being unloved.”
Mother Teresa of Calcutta quotes (Nobel Prize for Peace in 1979. 1910-1997)
SEPI
Jatuh perlahan………serindai,
Gerimis basahi daun,
Membingkai malam nan hening,
Petir menjawab kekosongan ini,
Sekejap dan lenyap.
Rembulan bergayut tanpa horizon,
Mencolok sombong tak berbintang,
Buram oleh awan sunyi mengintai,
Ditengah riak kecil, padma pun bergoyang,
Untuk kemudian diam dan tetap.
Gemetar diri menggamang,
Melepas khayal untuk memandang,
Takjub akan citra semesta,
Kabut putih selimuti hati,……sepi,
Akankan aku siap tanpa ratap?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H