Mohon tunggu...
Daud Mamentu
Daud Mamentu Mohon Tunggu... -

Berambisi merubah paradigma "Think Out of the Box" menjadi "Seeing the Same Box with different perception."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Susahnya Jadi Mahasiswa (Tanggapan untuk artikel "Masuknya Susah, Keluarnya juga Susah")

2 Januari 2012   07:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:27 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tanggapan ini saya buat karena saya punya persepsi tersendiri terhadap penyebab kesulitan mahasiswa menyusun tugas akhirnya. Sejak tahun 2004 hingga artikel ini ditulis, saya masih memberikan bimbingan belajar kepada mahasiswa untuk penyusunan tugas akhir. Baik untuk mahasiswa S1, S2, maupun S3.

Saya mengajarkan mahasiswa memahami apa sebenarnya isi tugas akhir, perancangan metodologi penelitian, pembuatan model penelitian, perancangan alat ukur, hingga penentuan metode analisis. Dengan bahasa yang amat sederhana dan kesabaran untuk mengulangi bagian yang tidak dipahami mahasiswa, niscaya metodologi penelitian, metode analisis, statistik, dan paradigma penelitian hanyalah bacaan mengasyikan (karena membentuk pola pikir yang baru) dan mudah dipahami. Manusia selalu takut menghadapi sesuatu yang tidak dipahaminya.

Selama memberikan bimbingan belajar kepada mahasiswa saya selalu mengajukan pertanyaan berikut:

Pertama, “Kenapa Anda perlu bantuan saya?” Jawaban mayoritas mahasiswa S1 atau Diploma sangatlah sederhana “Saya tidak mengerti harus melakukan apa” atau ”Saya bingung harus mulai darimana.” Sedangkan jawaban mahasiswa S2 atau S3 lebih kompleks “Penelitian saya sebelumnya kualitatif berbeda dengan penelitian saat ini yang kuantitatif” atau “Saya S1 lulusan dari bidang ilmu yang berbeda dengan yang saya ambil saat ini.”

Kedua, setelah saya akrab dengan mahasiswa saya sering bertanya “Kenapa tidak mencari tugas akhir yang sudah jadi?” Jawaban mayoritas mahasiswa “Nanti di sidang saya tidak mengerti apa-apa donk. Sama aja bohong.”

Ketiga, saat pertemuan terakhir bimbingan belajar “Bagaimana? Sulit tidak menyusun tugas akhir?” Jawaban mayoritas mahasiswa “Kalau udah ngerti sih. Gampang aja sih, cuma repot di mencari sumber acuan (teori).” Jawaban yang melegakan buat saya selaku pembimbing.

Berdasarkan pengalaman bimbingan saya selama ini saya mencoba menanggapi kegalauan Ibu Sumiarti Haryanto akan adanya Jual Beli Tugas Akhir. Jual Beli Tugas Akhir bukanlah hal baru. Sejak tahun 1990an, saya masih mahasiswa, sudah banyak pihak yang menawarkan jasa penyusunan tugas akhir dengan biaya “nego” tergantung tingkat kesulitan penyusunan tugas akhir tersebut. Tempo dulu penawaran jasa ini masih dilakukan sembunyi-sembunyi, saat ini sudah lebih vulgar. Dengan search di internet kita bisa menemukan lebih dari 10 jasa serupa.

Bahkan topik ini pernah diangkat oleh satu stasiun TV. Peliputan berita oleh stasiun TV tersebut dilakukan pada beberapa daerah, seingat saya, di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya. Berita tersebut disampaikan dengan menampilkan beberapa oknum (identitas disembunyikan) yang mengaku dengan bangganya sering membuat skripsi bahkan tesis untuk dijual pada mahasiswa dengan biaya yang terjangkau.

“Susah masuk dan susah keluar di perguruan tinggi” Saya pikir masuknya susah dan keluarnya susah memberikan persepsi kualitas yang baik bagi perguruan tinggi khususnya dan pendidikan tinggi pada umumnya. Selama susah keluar bukan karena dipersulit oleh perguruan tinggi atau dosen tertentu, tapi dikarenakan standar kualitas kelulusan yang belum mampu dipenuhi oleh mahasiswa tersebut. Fenomena masuknya susah dan keluarnya susah dapat juga menunjukkan rendahnya kemampuan perguruan tinggi untuk menciptakan sistem belajar mengajar yang tepat bagi mahasiswanya. Tidak sulit untuk lulus dari perguruan tinggi selama perguruan tinggi membekali mahasiswa ilmu yang cukup untuk penyusunan karya tugas ilmiah. Bisa juga dengan membiasakan mahasiswa dengan memberikan tugas yang formatnya mengacu pada format tugas akhir, seperti tugas kelompok, field trip report, dll yang dalam penyajiannya harus dipresentasikan selayaknya sidang tugas akhir.

Jadi dimana salahnya sehingga transaksi jual beli tugas akhir makin meningkat? Oknum penyedia jasanya? Saya rasa tidak, ada permintaan maka akan ada penawaran. Mekanisme pasar terjadi secara alami antara konsumen dan produsen. Dibanding mempermasalahkan penawaran jasa penyusunan tugas akhir yang sudah menjamur, lebih baik ditekan tingkat permintaan terhadap jasa tersebut. Dua faktor yang bisa dikendalikan untuk menekan tingkat permintaan jasa penyusunan tugas akhir adalah mahasiswa dan perguruan tinggi.

Menjawab kemungkinan penyebab seperti yang dituliskan pada artikel http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/01/masuknya-susah-keluarnya-juga-susah/ saya memiliki pandangan yang berbeda untuk ketiga kemungkinan penyebab tersebut, sbb:

1. Tidak dapat dipungkiri bahwa indikasi mahasiswa saat ini cenderung suka atau sering membaca adalah hal yang baik. Tapi masalahnya bukan seberapa sering Anda membaca, tapi apa yang Anda baca. Apakah membaca buku referensi atau jurnal penelitian sudah dibiasakan sebelum kelas tatap muka dimulai?

2.Mahasiswa bukan tidak suka membaca karya ilmiah, tapi belum mengerti dengan bahasa ilmiah…. Orang yang tidak mengerti tidak akan menyukai. Perguruan tinggilah yang harus membiasakan mahasiswa untuk bersikap ilmiah.

3.Mahasiswa kita kurang bisa berpikir kritis, berperasaan kritis sangat bisa. Disinilah lembaga pendidikan tinggi harus berfungsi sebagai penyeimbang dengan melatih mahasiswa untuk selalu berpikir dan tidak hanya bertindak berdasarkan perasaan. Namun apabila mahasiswa harus berhadapan dengan dosen yang bersikap subyektif atau pilih kasih kepada mahasiswa, bagaimana mahasiswa bisa belajar untuk berpikir? Tidak sedikit dosen yang tidak meluluskan mahasiswa hanya karena mahasiswa hanya mengobrol, main handphone, ketiduran, atau tidak memperhatikan saat dosen mengajar, walaupun hasil ujian mahasiswa tersebut memenuhi syarat untuk lulus. Sebelum mahasiswa bisa bersikap ilmiah dosen harus bisa bersikap ilmiah dahulu. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Faktor-Faktor penyebab adanya permintaan jasa penyusunan tugas akhir antara lain:

Mahasiswa tidak memiliki pengetahuan yang memadai.

1.Metodologi Penelitian sudah menjadi matakuliah, tapi sistem belajarnya catat buku sampai abis (CBSA) yang pada saat ujian nanti tinggal cari kisi-kisi kemudian menghafal sesuai kisi-kisi yang didapat atau poin penting photocopy perkecil (P4) alias bikin contekan. Implementasi Metodologi Penelitian ke dalam bentuk proposal penelitian sebagai tugas jarang diberikan.

2.Perguruan tinggi terlalu mengacu pada materi matakuliah yang dirancang, tidak pada materi pendidikan yang ada di dunia nyata. Seberapa banyak mahasiswa jurusan manajemen pemasaran yang berlangganan koran atau tabloid pemasaran? Padahal implementasi ilmu pemasaran di dunia usaha yang nyata ada di tabloid pemasaran terbaru. Pada akhirnya, mahasiswa pemasaran yang akan skripsi hanya dibekali ilmu pemasaran jadul yang pas-pasan dan hanya bersifat teoritis.

3.Matakuliah yang penting untuk suatu penelitian tidak dapat dimengerti oleh mahasiswa, seperti matakuliah statistik. Matakuliah statistik yang tersedia hanya statistik dasar dan statistik lanjutan, tidak cukup membekali mahasiswa yang akan menyusun tugas akhir karena analisis statistik seperti multivariate analisis tidak dilibatkan.

4.Saat penelitian untuk tugas akhir yang dilakukan bersifat kuantitatif, mahasiswa kebingungan menggunakan pendekatan atau analisis statistik apa yang cocok. Saat mahasiswa diharuskan membuat analisis model persamaan struktural (karena tuntutan dari model penelitiannya) mahasiswa kebingungan karena tidak pernah diajarkan. Keadaan diperparah karena dosen pembimbing pun bingung berhubung dia bukan dosen statistik tapi dosen pemasaran.

Mahasiswa tidak pernah terjun langsung dalam kegiatan penelitian selama masa perkuliahan.

Kenapa? Karena kebanyakan dosen tidak percaya mahasiswa mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitiannya, kalaupun ada, mahasiswa hanya kebagian tugas membagikan kuesioner. Perguruan tinggi di luar negeri seringkali mendapatpermintaan untuk melakukan penelitian, baik dari perusahaan swasta ataupun pemerintah. Penelitian tersebut dijalankan dengan melibatkan mahasiswanya.

Mahasiswa sudah mempunyai pekerjaan tetap dan menganggap penyusunan tugas akhir terlalu menyita waktu dan tenaga secara berlebihan.

Pandangan mahasiswa ini tidak akan berlaku apabila mahasiswa memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai untuk melakukan penelitian. Selain itu penyusunan tugas akhir yang dilakukan selama 4 hingga 5 bulan sebenarnya dapat dilakukan dengan santai apabila mahasiswa mengetahui kiat-kiat yang memudahkan penyusunan tugas akhir.

Adapun kiat-kiat penyusunan tugas akhir yang mudah antara lain:

1.Mulailah dengan mencari 1 jurnal penelitian (untuk diploma dan sarjana) atau lebih (untuk pascasarjana) yang relevan untuk menjadi acuan dalam penelitian. Jurnal tersebut minimal menjabarkan model, hipotesis, dan indikator penelitian yang digunakan. Sumber jurnal banyak tersedia secara online.

2.Tentukan kata-kata kunci (keywords) yang akan digunakan selanjutnya. Keywords biasanya dapat dengan mudah dilihat pada konstruk atau indikator penelitian (variable atau subvariabel).

3.Carilah teori pendukung sebanyak-banyaknya (berdasarkan keyword yang ditentukan sebelumnya) dari jurnal lain, artikel, atau buku. Biasakan membaca index atau daftar isi pada buku agar dapat lebih cepat mencari.

4.Pelajarilah jurnal dan teori-teori yang didapatkan secara mendalam hingga anda benar-benar paham.

5.Tentukan permasalahan dan tujuan penelitian.

6.Tentukan subyek dan obyek penelitian.

7.Rancang Metodologi Penelitian.

8.Kumpulkan Data.

9.Analisis Data.

10 Bahas Hasil Analisis dan Simpulkan.

11  Susun Tugas Akhir hingga selesai sesuai format yang diminta.

Semoga artikel tanggapan ini dapat sedikit mengobati kegalauan Ibu Sumiarti Haryanto dan menjadi inspirasi bagi mahasiswa dan perguruan tinggi untuk memperbaiki kualitasnya dengan menjalankan tugas dan tanggungjawab masing-masing dengan lebih baik.

Sudah saatnya mahasiswa bersikap lebih positif terhadap hal-hal yang berbau ilmiah. (Bersikap positif adalah kunci sukses menuju dalam bisnis, pergaulan, pendidikan, olahraga atau apapun –Ron Jarowski)

Dan sudah saatnya bagi perguruan tinggi untuk bersikap tegas pada mahasiswa, pastikan bahwa masuk susah dan keluar pun susah merupakan jargon untuk menunjukkan standar kualitas lulusannya.

Untuk Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun