Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Kecil dari Proses Pemilihan Hakim Mahkamah Konstitusi

4 Maret 2013   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:20 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arief Hidayat akhirnya terpilih menjadi hakim mahkamah konstitusi menggantikan Mahfud MD dengan memperoleh 42 suara komisi III DPR di gedung DPR Senayan, pada hari Senin 4 Maret 2013. Proses pemilihan ini memang kalah pamor dalam menarik perhatian publik jika dibandingkan dengan hiruk pikuk kasus hukum yang tengah menimpa Anas Urbaningrum mantan ketua umum Partai Demokrat. Walaupun demikian, proses pemilihan hakim mahkamah  konstitusi ini  ternyata menyisakan beberapa hal yang menarik untuk diperbincangkan.

Salah satu kejadian lucu dan mengundang rasa geli dalam proses rapat komisi III DPR RI dalam sesi pit and proper test terhadap salah satu calon hakim mahkamah konstitusi, Achmad Baskara Anggota Fraksi PDIP ketika menguji Djafar Albram dengan meminta menyebut butir-butir Pancasila, ternyata calon hakim mahkamah konstitusi tersebut salah menyebut isi sila ke-dua dan ke-empat.

Kejadian ini menjadi salah satu potret betapa Pancasila saat ini hanya sebagai "bunyi-bunyian" belaka yang tengah mengalami degradasi makna dan fungsi akibat perjalanan zaman. Sangat ironis sekali memang apabila para oknum yang mengaku pendekar dan penegak hukum sendiri sudah asing dengan Pancasila. Sejenak kita renungkan, bagaimana jadinya perjalanan bangsa ini selanjutnya apabila para elit penguasa dan pendekar hukumnya sendiri telah terserabut karakternya dari nilai-nilai moral yang dimiliki bangsa ini ???

Tanpa ada niat mendeskreditkan kapabilitas calon hakim mahkamah konstitusi yang sedang diuji anggota DPR RI tersebut, tetapi kejadian unik ini tidak ada salahnya jika dijadikan sebagai sebuah bahan permenungan betapa rapuhnya karakter para calon pemimpin bangsa ini. Dan peristiwa ini tidak cukup hanya dijadikan sebagai sebuah lelucon yang memang tidak lucu.

Selain peristiwa menggelegikan tersebut, dalam proses pemilihan dan pit and proper test yang dilakukan komisi III DPR RI tersebut ternyata tidak luput dari sikap para anggota DPR yang berupaya menunjukkan keperkasaannya dan terjerumus ke ruang sikap arogan.

Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, menyeret-nyeret konflik di internal partainya saat melakukan uji kelayakan terhadap calon hakim konstitusi pengganti Mahfud MD. Ruhut Sitompul anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat meminta kepada Calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Sugianto, untuk menilai kadar kenegarawanan Ketua MK, Mahfud MD.

"Menurut Anda, apakah Mahfud MD seorang negarawan?" tanya Ruhut, Sugianto menjawab cerdik. Menurutnya, konteks Mahfud MD menjenguk Anas yang sedang terpuruk bukanlah sebagai hakim MK, tapi membawa nama organisasi lain (Kesatuan Alumni HMI). "Secara hati nurani, saya rasa masih negarawan," jawabnya.
Mendengar hal itu, Ruhut terlihat kurang puas. Dia menegaskan, sebagai anggota Komisi III DPR dia memiliki hak memilih dan ada 14 anggota Fraksi Demokrat di Komisi III.
"Saya ada hak memilih dan punya gerbong 14 orang," ungkapnya.
Selanjutnya, Ruhut menyindir Mahfud MD yang sering mengeluarkan pernyataan di luar konteksnya sebagai Ketua MK. "Hakim MK itu bukan banci kamera. Di mana ada kamera, dia ada di situ, ada terus pernyataannya di televisi," bebernya.

"Tegas saudara. Kalau tidak, nanti saya nggak pilih saudara," tutup Ruhut.

Nah... inilah sebagian kecil catatan menarik yang dapat ditarik dalam proses pemilihan hakim konstitusi yang berlangsung di gedung DPR. Kiranya lakon yang dipertonton oleh sebagian kecil para elit politik kita menjadi sebuah pembelajaran menarik bagi publik betapa masih banyak persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara yang mampu menggelitik rasa muak dan bosan kita terhadap cara kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Sebenarnya apa yang tengah hilang dari tengah-tengah kehidupan kita dewasa ini, sehingga begitu banyak peristiwa-peristia menggelikan bahkan memalukan di tengah-tengah kehidupan kita dewasa ini ???? Atau sudah cukup puas kita dengan jawaban normatif yang sering diperdengarkan, bahwa  "KITA MASIH DALAM PROSES BELAJAR BERDEMOKRASI....... !!!!", sehingga wajar jika masih sering terpeleset......

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun