Ironisnya, sikap patriotisme Donald Trump terhadap negaranya justru berbanding terbalik dengan pandangan dan tanggapan Joe Biden, Presiden Amerika yang digantikannya. Joe Biden justru meragukan efektifitas kepemimpinan Donald Trump, dan kehadiran Donald Trump sebagai Presiden Amerika justru dikhawatirkan akan jadi ancaman bagi kehidupan demokrasi di dalam negeri maupun dunia.
Joe Biden mengingatkan adanya ancaman oligarki karena menganggap kemenangan dan kepemimpinan Donald Trump merupakan koalisi kekuasaan Donald Trump dengan kelompok ultrakaya penguasa sektor digital. Dukungan dari orang kaya penguasa teknologi digital justru dikuatirkan akan mempengaruhi pola dan gaya kepemimpinan Donald Trump ke depanya.
Gejala itu telah nampak dari rencana Donald Trump yang akan mengeluarkan kebijakan menurunkan pajak sebesar 15 persen bagi perusahaan Amerika, dan mengupayakan terjadinya relokasi industri kembali ke Amerika, serta berbagai upaya menarik investasi ke Amerika.
Sementara disisi lain, Donald Trump menabur ancaman akan menerapkan tarif ekspor lebih tinggi kepada negara lain. Yaitu mengenakan tarif pajak sebesar 25 persen terhadap ekspor negara tetangganya Meksiko, dan meningkatkan tarif pajak lebih besar mencapai 10 persen terhadap barang ekspor dari China sebagai salah satu negara penguasa ekonomi terbesar saat ini.
Donald Trump bertekat memperbaiki kondisi dalam negeri Amerika dan berupaya meringankan beban rakyat lewat jalan memperbaiki sistem perdagangan dan meningkatkan tarif pajak terhadap negara lain, karena sesungguhnya Amerika kini tengah dilanda darurat energi baik secara jumlah produksi maupun harga domestik yang membebani rakyat.
Ambisi keinginan untuk meraih kembali kejayaan Amerika di tengah kondisi dalam negeri yang sebenarnya tidak begitu baik, Donald Trump dituntut untuk mampu bekerja lebih keras dan belajar dari beberapa kekurangannya ketika jadi Presiden di periode sebelumnya. Langkah itu dipandang sangat penting untuk menepis kekuatiran terhadap gaya kepemimpinannya.
Masih melekat dalam benak pikiran banyak pihak di periode kepemimpinan sebelumnya Donald Trump kerap menimbulkan kontaversi, bahkan menimbulkan pertentangan sengit di kalangan internalnya sendiri, baik di internal Partai Republik,maupun di kalangan team work-nya di Istana Kepresidenan Amerika.
Jika Donald Trump tidak belajar dari kekurangan dan kesalahan sebelumnya, dikhawatirkan obsesi Donald Trump akan bagaikan "Jauh panggang dari api". Untuk mengembalikan Amerika sebagai satu-satunya negara dan bangsa besar pusat peradaban dan ekonomi dunia akan gagal jika gaya lama kepemimpinannya masih diterapkan.
Itulah sekilas dinamika dan fenomena yang tampak saat ini yang dapat dijadikan bahan mentah memproyeksikan ke arah mana gaya kepemimpinan Amerika Serikat selanjutnya, dan jadi pengetahuan dasar untuk memprediksi bagaimana Amerika Serikat ke depannya mempengaruhi atmmosfir kehidupan global baik secara ekonomi maupun geopolitik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H