Paska berakhir kekuasaan Presiden Joko Widodo di tahun 2024, warisan kontroversial untuk pemerintah yang akan datang salah satunya adalah rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen awal tahun 2025.
Ditengah kondisi ekonomi negara  "sedang tidak baik-baik saja", dan ketidakpastian masa depan ekonomi global, kenaikan PPN jadi pemicu kekuatiran timbul turbelensi finansial bagi masyarakat kelas menengah ke bawah dan usaha kecil menengah (UKM).
Kenaikan PPN akan menyebabkan naiknya biaya produksi dan harga jual produk, selain jadi beban keuangan perusahaan, khususnya UKM tentu memperlemah daya beli konsumen, terutama masyarakat kelas menengah kebawah.
Kelas menengah (middle class) ditengah kondisi negara mengalami Middle Income Trap, kenaikan PPN akan menjadikan kaum kelas menengah semakin "Fragile", rentan bagai gelas kaca mudah pecah berkeping-keping.Â
Selama ini kelas menengah tengah berada di tepi jurang kemiskinan, hidup dengan income pas-pasan, dan tidak memiliki tabungan akan dihadapkan pada kondisi kenaikan harga-harga produk kebutuhan mereka.
Kondisi itu bagaikan warisan buruk yang akan ditinggalkan Presiden Joko Widodo. Kebijakan itu sebagai salah satu indikator menunjukkan pemerintahan Joko Widodo sebenarnya selama ini tidak mampu melakukan terobosan baru memperluas objek pajak untuk meningkatkan cash in flow anggaran negara.
Menaikkan tarif pajak tanpa kemampuan memperluas objek pajak sama halnya dengan istilah berbunyi : "Berburu macan di kebun bintang", atau "berburu di kebun binatang", sebagaimana pernah diucapkan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Joko Widodo, saat debat cawapres,Jumat, 22 Desember 2023.
Gibran berjanji tidak akan menerapkan cara-cara lawas mendongkrak penerimaan dan rasio pajak jika terpilih.
Persisnya Gibran berkata : "Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang. Kita ingin memperluas kebun binatangnya, kita tanami binatangnya, kita gemukkan".Â
Salah satu cara memperluas objek pajak dan penerimaan pajak adalah membuka banyak dunia usaha menurut Gibran kemudian.