Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Akankah Pilkada Serentak Sasaran Berikut Carut Marut Demokrasi

9 Maret 2024   18:01 Diperbarui: 9 Maret 2024   18:09 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum final rekapitulasi perolehan suara Pileg dan Pilpres, tetapi Pilkada serentak, pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota sudah mulai dijadikan sebagai sasaran tembak para elit politik nasional, khususnya orang-orang yang berada di dalam lingkaran penguasa saat ini.

Keberhasilan rekayasa instrumen pemerintah untuk memenangkan Pilpres dan Partai tertentu di Pemilu 14 April 2024 jadi amunisi dan pengalaman berharga bagi mereka untuk lebih percaya diri menguasai Pilkada, terutama untuk memenangkan pigur calon besutan atau dukungan elit penguasa.

Penguasa saat ini sepertinya ambisius menguasai semua jaringan politik di eksekutif dan legislatif sebagai alat mempertahankan kesinambungan pengaruhnya di gelanggang politik masa yang akan datang.

Joko Widodo sebagai pusat utama penguasa sudah barang tentu sebagai pihak yang paling berkepentingan untuk membangun kesinambungan jaringan itu, dan sudah barang tentu sangat didukung oleh orang-orang yang selama ini berada di lingkaran kekuasaan itu.

Orang-orang di lingkaran kekuasaan yang ingin tetap melanggengkan pengaruh atau akses di kekuasaan akan datang itu belum tentu sebagai orang bagian dari lingkaran Prabowo Subianto, tetapi murni orang yang selama ini merupakan bagian lingkaran kekuasaan Joko Widodo.

Benturan perbedaan kepentingan ini jadi bibit subur menimbulkan disharmoni, bahkan berpotensi menimbulkan pecah kongsi antara kelompok Prabowo Subianto dengan Kelompok Joko Widodo.

Selama ini jika dilihat dari jauh, bergabungnya Joko Widodo dan Prabowo Subianto seakan menggambarkan telah terjadi perkawinan dua kubu jadi satu dengan menjadikan Prabowo Subianto sebagai tokoh sentral selanjutnya.

Namun jika dicermati lebih mendalam, nampak gejala menunjukkan bahwa kelompok pendukung Joko Widodo, atau Joko Widodo sendiri sebenarnya tidak legowo mendukung Prabowo Subianto sebagai pusat kekuasaan itu.

Niat untuk membangun kekuatan dan jaringan sendiri di luar Prabowo Subianto nampak dari langkah merebut PSI dan upaya meloloskannya ke parlemen, menjadikan Partai Golkar pemenang pemilu, bukan Gerindra. 

Sudah barang tentu pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden sebagai strategi utama memuluskan jalan upaya melestarikan kesinambungan kepentingan kelompok Joko Widodo.

Tidak puas dengan membangun jaringan yang sudah ada, dan demi memperkuat jaringan, selanjutnya mereka akan berupaya mencengkram kan kuku kekuasaan dan pengaruh di pemerintahan daerah lewat cara memenangkan Pilkada.

Logika itu masuk akal karena sesungguhnya kelompok Joko Widodo tidak kuat serta tidak eksis dari sisi penguasaan partai politik. Memang ada upaya menguasai Partai Golkar sebagai perahu tumpangan. Tetapi tidak semudah membalikkan telapak tangan merebut dan menguasai Partai Golkar.

Partai Golkar sudah mapan dan kenyang mengarungi gelombang "disrupsi", dan di dalam partai Golkar teramat banyak politisi kawakan yang tidak gampang ditaklukkan jika kepentingannya terganggu.

Tidak berhasil menguasai Partai Golkar, tidak ada jalan lain bagi kelompok Joko Widodo harus berupaya menguasai instrumen pemerintah di luar partai politik, serta memperkuat dukungan dan jaringan relawan.

Untuk mewujudkan kemenangan di Pilkada maka akan fokus memberdayakan para relawan karena tidak ada partai politik yang benar-benar bisa dipegang dan dikendalikan.

Itulah dilema Joko Widodo dan kelompoknya yang sejak awal mengabaikan peran partai politik, dan menganggap kelompok relawan sebagai faktor utama pendukungnya.

Penguasaan semua jaringan itu bermuara kepada kepentingan mereka di Pemilu 2019, sudah barang tentu sebagai cara menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden yang dianggap paling tepat sebagai pusat lingkaran kekuasaan melanggengkan pengaruh dan kepentingan mereka dalam jangka panjang.

Karena itu maka dikuatirkan demi merealisasikan keinginan itu pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 juga akan diwarnai cara-cara tidak etis sebagaimana mereka laksanakan pada Pilpres dan Pemilu 2024.

Tidak dapat menguasai Partai politik yang benar-benar pendukung Joko Widodo, setelah berhasil merebut posisi sebagai Wakil Presiden maka mereka akan berupaya merebut sebanyak-banyak Kepala Daerah.

Apalagi sampai saat ini masih banyak PLT. Kepala Daerah yang aktif merupakan orang rekrutan istana presiden, mereka akan tetap dimanfaatkan sebagaimana yang terjadi di Pemilu lalu. Jika ada PLT yang dianggap tidak mendukung maka akan dicopot.

Sebagaimana di Pilpres dan Pileg 2024 berhasil memanfaatkan instrumen pemerintahan sepertinya akan dipergunakan kembali di Pilkada yang akan datang untuk memenangkan kepala daerah dalam jumlah yang besar demi kepentingan jaringan kelompok Joko Widodo dan termasuk untuk kepentingan pemenangan Pemilu dan Pilpres 2029.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun