Tidak puas dengan membangun jaringan yang sudah ada, dan demi memperkuat jaringan, selanjutnya mereka akan berupaya mencengkram kan kuku kekuasaan dan pengaruh di pemerintahan daerah lewat cara memenangkan Pilkada.
Logika itu masuk akal karena sesungguhnya kelompok Joko Widodo tidak kuat serta tidak eksis dari sisi penguasaan partai politik. Memang ada upaya menguasai Partai Golkar sebagai perahu tumpangan. Tetapi tidak semudah membalikkan telapak tangan merebut dan menguasai Partai Golkar.
Partai Golkar sudah mapan dan kenyang mengarungi gelombang "disrupsi", dan di dalam partai Golkar teramat banyak politisi kawakan yang tidak gampang ditaklukkan jika kepentingannya terganggu.
Tidak berhasil menguasai Partai Golkar, tidak ada jalan lain bagi kelompok Joko Widodo harus berupaya menguasai instrumen pemerintah di luar partai politik, serta memperkuat dukungan dan jaringan relawan.
Untuk mewujudkan kemenangan di Pilkada maka akan fokus memberdayakan para relawan karena tidak ada partai politik yang benar-benar bisa dipegang dan dikendalikan.
Itulah dilema Joko Widodo dan kelompoknya yang sejak awal mengabaikan peran partai politik, dan menganggap kelompok relawan sebagai faktor utama pendukungnya.
Penguasaan semua jaringan itu bermuara kepada kepentingan mereka di Pemilu 2019, sudah barang tentu sebagai cara menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden yang dianggap paling tepat sebagai pusat lingkaran kekuasaan melanggengkan pengaruh dan kepentingan mereka dalam jangka panjang.
Karena itu maka dikuatirkan demi merealisasikan keinginan itu pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 juga akan diwarnai cara-cara tidak etis sebagaimana mereka laksanakan pada Pilpres dan Pemilu 2024.
Tidak dapat menguasai Partai politik yang benar-benar pendukung Joko Widodo, setelah berhasil merebut posisi sebagai Wakil Presiden maka mereka akan berupaya merebut sebanyak-banyak Kepala Daerah.
Apalagi sampai saat ini masih banyak PLT. Kepala Daerah yang aktif merupakan orang rekrutan istana presiden, mereka akan tetap dimanfaatkan sebagaimana yang terjadi di Pemilu lalu. Jika ada PLT yang dianggap tidak mendukung maka akan dicopot.
Sebagaimana di Pilpres dan Pileg 2024 berhasil memanfaatkan instrumen pemerintahan sepertinya akan dipergunakan kembali di Pilkada yang akan datang untuk memenangkan kepala daerah dalam jumlah yang besar demi kepentingan jaringan kelompok Joko Widodo dan termasuk untuk kepentingan pemenangan Pemilu dan Pilpres 2029.