Belum final rekapitulasi perolehan suara Pileg dan Pilpres, tetapi Pilkada serentak, pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota sudah mulai dijadikan sebagai sasaran tembak para elit politik nasional, khususnya orang-orang yang berada di dalam lingkaran penguasa saat ini.
Keberhasilan rekayasa instrumen pemerintah untuk memenangkan Pilpres dan Partai tertentu di Pemilu 14 April 2024 jadi amunisi dan pengalaman berharga bagi mereka untuk lebih percaya diri menguasai Pilkada, terutama untuk memenangkan pigur calon besutan atau dukungan elit penguasa.
Penguasa saat ini sepertinya ambisius menguasai semua jaringan politik di eksekutif dan legislatif sebagai alat mempertahankan kesinambungan pengaruhnya di gelanggang politik masa yang akan datang.
Joko Widodo sebagai pusat utama penguasa sudah barang tentu sebagai pihak yang paling berkepentingan untuk membangun kesinambungan jaringan itu, dan sudah barang tentu sangat didukung oleh orang-orang yang selama ini berada di lingkaran kekuasaan itu.
Orang-orang di lingkaran kekuasaan yang ingin tetap melanggengkan pengaruh atau akses di kekuasaan akan datang itu belum tentu sebagai orang bagian dari lingkaran Prabowo Subianto, tetapi murni orang yang selama ini merupakan bagian lingkaran kekuasaan Joko Widodo.
Benturan perbedaan kepentingan ini jadi bibit subur menimbulkan disharmoni, bahkan berpotensi menimbulkan pecah kongsi antara kelompok Prabowo Subianto dengan Kelompok Joko Widodo.
Selama ini jika dilihat dari jauh, bergabungnya Joko Widodo dan Prabowo Subianto seakan menggambarkan telah terjadi perkawinan dua kubu jadi satu dengan menjadikan Prabowo Subianto sebagai tokoh sentral selanjutnya.
Namun jika dicermati lebih mendalam, nampak gejala menunjukkan bahwa kelompok pendukung Joko Widodo, atau Joko Widodo sendiri sebenarnya tidak legowo mendukung Prabowo Subianto sebagai pusat kekuasaan itu.
Niat untuk membangun kekuatan dan jaringan sendiri di luar Prabowo Subianto nampak dari langkah merebut PSI dan upaya meloloskannya ke parlemen, menjadikan Partai Golkar pemenang pemilu, bukan Gerindra.Â
Sudah barang tentu pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden sebagai strategi utama memuluskan jalan upaya melestarikan kesinambungan kepentingan kelompok Joko Widodo.