Dalam Kitab Hukum Gereja tersebut dipertegas bahwa tujuan perkawinan dari sifat kodratinya adalah terarah untuk kesejahteraan suami istri dan kelahiran, serta pendidikan anak.Â
Dalam Gereja Katolik, perkawinan dipandang merupakan sebuah perjanjian (foedus, covenant) antara seorang pria dengan perempuan untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup.Â
Objek kesepakatan tersebut adalah hak eksklusif dan tetap atas tubuh pasangannya dengan tujuan utama untuk kelangsungan keturunan.Â
Tetapi hak  eksklusif tersebut harus tetap dipandang sebagai bentuk kesepakatan dalam sebuah perkawinan yang sudah resmi diberkati oleh gereja.
Kesepakatan perkawinan tidak hanya dipandang sebagai bentuk hak atas tubuh pasangan, tetapi harus dipahami bahwa perkawinan memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan suami istri, kelahiran anak dan memberikan pendidikan anak.
Pemahaman umat kristiani dan gereja mengenai etika seksual, khususnya dalam kerangka arti penting mengandung dan melahirkan anak, dipetik dari essensi pesan tersirat dalam  dalam teks Alkitab Kejadian 38 : 8-9, yaitu cerita tentang :
Onan diminta oleh Yehuda Ayahnya menikahi Yamar seorang janda ditinggal mati oleh Er kakak kandung Onan sendiri.Â
Orang tua Onan berharap lewat perkawinan itu akan memperoleh anak, karena kakaknya meninggal tanpa memperoleh keturunan anak.
Tetapi Onan tidak mengikuti perintah Ayahnya karena saat berhubungan badan dengan Yamar, Onan membuang air maninya (coitus interruptus).Â
Tindakan Onan tersebut disebut sebagai tindakan "Kontrasepsi".
Klemens dari Alexandria (153-217M) mengajarkan bahwa hubungan seksual menemukan ukurannya dalam perkawinan. Dalam perkawinan prokreasi adalah karya yang baik sebagai bentuk kerjasama dengan karya Sang Pencipta.