Mohon tunggu...
Daud Ginting
Daud Ginting Mohon Tunggu... Freelancer - Wiraswasta

"Menyelusuri ruang-ruang keheningan mencari makna untuk merangkai kata-kata dalam atmosfir berpikir merdeka !!!"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Oligarki Pemburu Rente Di Lumbung Beras

11 Februari 2023   12:43 Diperbarui: 18 Februari 2023   10:18 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : Dokumen Bulog / Kompas.Com

Tata kelola beras kita, baik tentang penyediaan stok maupun menjaga kestabilan selalu menimbulkan polemik berkepanjangan. Bahkan menimbulkan perdebatan sengit sejak dahulu sampai hari ini, tetapi tak kunjung juga menghasilkan solusi memuaskan.

Beras tetap saja jadi bahan perdebatan, terutama dalam kerangka menanggapi kebijakan pemerintah saat melakukan impor beras.

Sebagaimana lajim alasan pemerintah, impor beras dilakukan sebagai upaya menjaga jumlah stok beras perintah di Bulog sebagai mitigasi, dan untuk dipergunakan sewaktu-waktu mengantisipasi gejolak harga beras di pasar.

Alasan itu juga dipakai sebagai payung impor beras sebanyak 500 ribu ton sejak akhir tahun 2022. 

Proses impor sudah berjalan, dan sebagian dari kuota beras itu sudah digelontorkan ke pasar sebagai upaya menjaga stabilitas harga ditengah kecilnya pasokan beras dari petani domestik ke gudang Bulog.

Namun upaya tersebut ternyata tidak efektif menjaga stabilitas harga, karena di pasar harga beras masih mahal, dan tidak sesuai dengan ekspektasi pemerintah.

Fenomena ini menimbulkan kontraversi serta silang pendapat antar institusi, baik kementerian perdagangan, kementerian pertanian  dan Bulog sehingga Presiden Joko Widodo sampai turun tangan membicarakannya, bahkan menyentil kementerian pertanian yang diduga menyampaikan data tidak sempurna.

Ditengah polemik tersebut, Jumat (10/2/2022) Bulog dan Kapolda Banten menangkap mafia beras dengan barang bukti sebanyak 300 ton beras oplosan dan "repacking", atau beras impor diganti baju atau goni dengan merek lokal untuk diperjualbelikan kembali di pasar domestik.

Temuan kasus ini semestinya jadi bukti, bukan sekedar dugaan lagi, bahwa tata kelola pendistribusian beras sebenarnya dikuasai oleh mafia beras atau pemburu rente (rent seeker), dan pasar oligopoli, yaitu perdagangan beras dikuasai oleh sekelompok orang yang berpengaruh menentukan kuantitas dan harga beras.

Melihat fakta tersebut, polemik yang muncul diantara kementerian perdagangan, kementerian pertanian dan Bulog tak ubahnya bagaikan puncak gunung es diatas permukaan laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun