Mohon tunggu...
Daud A Gerung
Daud A Gerung Mohon Tunggu... lainnya -

Seperti senja, pendiam, tetapi menyenangkan.....

Selanjutnya

Tutup

Politik

ARB: Indonesia Butuh Pemimpin Seorang Ekonom

20 Januari 2014   11:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


...........”Hanya mereka yang mampu menyediakan lapangan kerja, pendidikan, dan layanan gratis yang akan menjadi pilihan rakyat” [Aburizal Bakrie – Kompas, Senin 20 Januari 2014]

Lahir di Jakarta, 15 November 1946, Ir. H. Aburizal Bakrie yang kerap disapa ARB atau Ical adalah seorang pengusaha Indonesia. Pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu periode kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya di Reshuffle yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.

Sebelum menjabat menteri, Aburizal Bakrie adalah seorang tokoh Kadin (Kamar Dagang dan Industri). Selama sepuluh tahun (periode 1994-1999 dan 1999-2004) menjadi ketua umum Kadin, Aburizal Bakrie berhasil membuat organisasi pengusaha itu menjadi sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Ia juga prnah menjadi salah satu kandidat calon presiden yang memenangi lima besar dalam Konvensi Partai Golkar. Pada awal pencalonan ia didukung oleh ketiga ormas Trikarya Golkar (SOKSI, Kosgoro, dan MKGR).

Aburizal Bakrie aktif di bidang usaha dengan perusahaan yang dirintis keluarganya, PT Bakrie and Brothers Tbk, sejak tahun 1942. Aburizal adalah lulusan Fakultas Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (1973). Ia pernah menjabat direktur utama PT Bakrie Nusantara Corporation (1989-1992), Dirut PT Bakrie and Brothers (1988-1992), dan komisaris utama Kelompok Usaha Bakrie (1999-2004).

Selain itu, ia juga aktif di organisasi. Periode 2000-2005, ia menjadi anggota Dewan Pakar ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia), menjabat presiden Asean Chamber of Commerce and Industry, dan anggota Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) periode II (1993-1998).

Pada periode 2009-2014, ARB mengemban amanah memimpin partai Golkar, yang pada periode sebelumnya 2004-2009 dibawah kepemimpinan mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Kini, ia diberikan amanah dan tanggungjawab lebih besar untuk memimpin Republik Indonesia. ARB terpilih sebagai calon presiden dari partai tersebut pada Rapimnas yang diselenggarakan di Bogor pada Juli 2012 lalu.

Dua bulan kedepan, tepatnya tanggal 9 April 2014 bangsa Indonesia akan menggelar pesta demokrasi, rakyat Indonesia berhak memilih partai dan wakilnya di parlemen. Tetapi, ironisnya demokrasi yang dimaknai sebagai kebebasan berkumpul, berpendapat dan menentukan pemimpin, untuk sebagian besar masyarakat, jangankan berpendapat, urusan kesejahteraan pun belum selesai.

Menurut ARB, Indonesia saat ini butuh pemimpin seorang ekonom. ”Hanya mereka yang mampu menyediakan lapangan kerja, pendidikan, dan layanan gratis yang akan menjadi pilihan rakyat.” Pemimpin Indonesia, Ke depan perlu mencetak wirausaha-wirausaha baru. Untuk itu, pendidikan akan menjadi motornya. Hal ini pula yang dijanjikan dalam kampanye Partai Golkar dan ARB sebagai calon presidennya.

Pemerintah wajib menangani masalah kesejahteraan. Intervensi seperti kebijakan Program Nasional Pemberdayaaan Masyarakat dan Kredit Usaha Rakyat yang memungkinkan masyarakat semakin berdaya harus terus dilanjutkan. Partai Golkar telah menyiapkan Visi Indonesia 2045, program-program yang diharapkan mampu membawa Indonesia maju dan rakyatnya sejahtera. Program jangka panjang diharapkan menjadi semacam garis besar haluan negara atau rencana pembangunan bertahap sampai menjelang hari jadi ke-100 Republik Indonesia. [kompas, 20 Januari 2014].

Sejalan dengan visi tersebut, presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1930an melalui tulisannya dalam ”Fikiran Ra’yat”, Sukarno mengatakan bahwa nasionalisme kita adalah sosio-nasionalisme dan demokrasi kita adalah sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini merupakan istilah yang dibuat oleh Sukarno sendiri untuk membedakannya dengan nasionalisme dan demokrasi bangsa lain. ”Nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang tidak mencari ”gebyarnya” atau kilaunya negeri luar saja, tetapi ia haruslah mencari selamatnya semua manusia.” Lalu, apa itu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi? Marilah kita simak ulasan Sukarno tentang sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi sebagai berikut:


”sosio adalah terambil daripada perkataan yang berarti: masyarakat, pergaulan-hidup, hirup-kumbuh, siahwee. Sosio-nasionalisme adalah dus: nasionalisme-masyarakat, dan sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat.

…..

Nasionalisme-masyarakat adalah nasionalisme yang timbulnya tidak karena ”rasa” saja, tidak karena ”gevoel” saja, tidak karena ”lirik” saja, —tetapi ialah karena keadaan-keadaan yang nyata di dalam masyarakat. Sosio-nasionalisme bukanlah nasionalisme ”ngelamun”, bukanlah nasionalisme ”kemenyan”, bukanlah nasionalisme ”melayang”, tetapi ialah nasionalisme yang dengan kedua kakinya berdiri di dalam masyarakat. …. Memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat itu, sehingga keadaan yang pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada kaum yang tertindas, tidak ada kaum yang celaka, tidak ada kaum yang papa-sengsara. …. Jadi, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme politik dan ekonomi, —suatu nasionalisme yang bermaksud mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rejeki.

Dan sosio-demokrasi adalah demokrasi-masyarakat yang timbul karena sosio-nasionalisme. Demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya di dalam masyarakat. Sosio-demokrasi tidak ingin mengabdi kepentingan gundukan kecil saja, tetapi kepentingan masyarakat. Sosio-demokrasi bukanlah demokrasi ala Prancis, bukan demokrasi ala Amerika, ala Inggris, ala Nederland, ala Jerman, dll. —tetapi ia adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rejeki. Sosio-demokrasi adalah demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi.”

Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini merupakan asas. Menurut-nya, kedua asas ini tidak boleh berubah sampai dunia ini hancur lebur, sampai kiamat sekalipun. Dalam hal ini Sukarno membedakan antara asas dan asas perjuangan. Kedua asas ini lahir dari kritik Sukarno terhadap demokrasi barat yang pertama kali didengungkan setelah terjadi pemberontakan Prancis 1917 dengan semboyan: ”liberte, fraternite, egalite”, kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan!!!

Berikut sepak terjang ARB sepanjang karirnya, baik di dunia bisnis dan politik:

Asisten Dewan Direksi PT. Bakrie and Brothers (1972–1974).

Direktur PT. Bakrie and Brothers (1974–1982).

Wakil Direktur Utama PT. Bakrie and Brothers (1982–1988).

Direktur Utama PT Bakrie and Brothers (1988–1992).

Direktur Utama PT. Bakrie Nusantara Corporation (1989–1992).

Komisaris Utama/Chairman kelompok usaha Bakrie (1992-s/d sekarang).

Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2005).

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Kabinet Indonesia Bersatu (2005-2009).

Pendidikan:

Fakultas Elektro, Institut Teknologi Bandung, lulus tahun 1973.

Organisasi:

2000 – 2005 Anggota Dewan Pakar ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).

1999 – 2004 Ketua Umum KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) periode II.

1996 – 1998 Presiden, Asean Chamber of Commerce & Industry.

1996 – 1997 International Councellor, Asia Society.

1994 – 1999 Ketua Umum KADIN periode I.

1993 – 1998 Anggota, Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) – periode II.

1993 – 1995 Anggota Dewan Penasehat, International Finance Corporation.

1993 – 1995 Presiden ASEAN Business Forum (d/h Institute of South East Asian Business) – periode II.

1991 – 1993 Presiden ASEAN Business Forum (d/h Institute of South East Asian Business) – periode I.

1989 – 1994 Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia.

1988 – 1993 Wakil Ketua Umum, KADIN Bidang Industri dan Industri Kecil.

1988 – 1993 Anggota, Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) – periode I.

1985 – 1993 Ketua Bidang Dana PBSI (Persatuan Bulu Tangkis Indonesia).

1984-sekarang Anggota, Partai Golongan Karya.

1984 – 1988 Wakil Ketua, Asosiasi Kerjasama Bisnis Indonesia – Australia.

1977 – 1979 Ketua Umum, HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia).

1976 – 1989 Ketua Umum, Gabungan Pabrik Pipa Baja Seluruh Indonesia.

1975: Ketua Departemen Perdagangan HIPMI.

1973 – 1975 Wakil Ketua Departemen Perdagangan, HIPMI.

Penghargaan:

1997 Penghargaan “ASEAN Business Person of the Year” dari the ASEAN BusinessForum.

1995 Pengharagaan “Businessman of the Year” dari Harian Republika.

1986 Penghargaan “The Outstanding Young People of the World” dari the Junior Chamber of Commerce.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun