Akhir-akhir ini pasangan calon presiden (capres) Prabowo-Sandi sedikit repot oleh adanya aksi-aksi penolakan warga, baik secara langsung maupun tersamar pada sejumlah daerah.
Kejadian ini dapat diketahui dari berita-berita tentang aksi penolakan Capres Prabowo-Sandi pada beberapa daerah yang telah dikunjungi, sebagaimana yang dilansir REPUBLIKA.co.id, 26/02/2019 serta sejumlah media online yang dapat diakses setiap saat, maupun dari berita-berita media elektronik.
Adanya sejumlah aksi penolakan Capres Prabowo-Sandi tersebut di atas, disinyalir ada dalangnya. Dalang dimaksud adalah orang atau pihak tertentu yang merancang, mengorganisir, menggerakan dan mengontrol agar semua aksi bisa berjalan mulus, guna mencapai tujuan.
Sinyalemen adanya dalang dalam aksi penolakan pada sejumlah daerah tersebut, dapat terlihat dari beberapa indikasi, berikut:
Pertama, adanya kemiripan isi spanduk maupun poster-poster yang bermakna penolakan Capres Prabowo-Sandi. Pada intinya ada klaim wilayah yang tak boleh dimasuki oleh Capres Prabowo-Sandi. Pada hal semestinya semua wilayah NKRI bisa didatangi oleh capres manapun. Sebab kedua capres yang ada saat ini, sudah sah secara hukum serta sesuai dengan azas demokrasi yang berlaku di Indonesia.
Klaim-mengklaim wilayah tertentu untuk tidak boleh dimasuki oleh pesaing, merupakan perilaku anti demokrasi yang perlu dihentikan dan tak boleh terjadi. Peristiwa itu hanya bisa terjadi, jika ada pihak menginiasinya. Sebab pada prinsipnya suatu wilayah tertentu tidak dapat diklaim oleh satu kelompok tertentu, lalu mengabaikan kelompok lain yang juga hidup berdampingan dalam wilayah itu.
Kedua, metode pergerakan warga yang menolak Capres Prabowo-Sandi, relatif sama, yakni bersifat intimidatif. Ada pemikiran bahwa tak mungkin rakyat biasa (awam) tega melakukan hal yang sejauh itu.
Lazimnya masyarakat awam tak begitu mempersoalkan berbagai berbedaan dan keberagaman yang hidup dalam lingkungan sosial mereka, termasuk perbedaan pilihan politik. Jika ada perbedaan pilihan politik yang menjurus konflik kekerasan, biasanya tak lepas dari rekayasa oleh pihak tertentu, yang sudah terencana dengan baik.
Ketiga, aksi penolakan kedatangan Capres Prabowo-Sandi berlangsung secara berturut-turut (beruntun) pada beberapa daerah. Sepertinya ada yang mengawasi mau ke mana, lalu mempersiapkan orang-orang tertentu di sana guna melakukan aksi penolakan dengan cara yang mirip.
Bertolak dari tiga indikasi pada uraian di atas, dapat diduga bahwa ada dalang di balik aksi penolakan Capres Prabowo-Sandi. Pertanyaannya: siapakah dalang di balik semua itu?
Dalam urusan politik praktis tak pernah bisa kita bicara hitam putih. Politik itu selalu samar-samar dan sulit ditebak. Bertalian dengan itu, saat ini beredar dua spekulasi yang sama kuatnya, yakni: