Ambisi itu sangat jelas terlihat dari berbagai kelakuan dan pernyataan-pernyataan mereka. Menurut Kandidat A bersama para pendukungnya bahwa pasti Kandidat A yang ditetapkan oleh Sang Raja menjadi Panglima Perang, karena merasa diri paling layak. Sambil menjelek-jelekkan Kandidat B. Hal yang sama juga diklaim oleh Kandidat B dan pendukungnya, juga menjelek-jelek Kandidat A. Mereka sama-sama membawa nama Sang Raja untuk mengklaim bahwa posisi Panglima Perang itu untuk mereka, sebelum waktunya tiba.
Hal yang mengherankan, kuasa dan kewenangan penentuan jabatan sebagai Panglima Perang itu ada di tangan Sang Raja, tetapi para kandidat beserta para pendukungnya sebagai pemohon membuat dirinya seolah-olah bahwa kewenangan penentuan itu ada di tangannya sendiri. Dalam hal ini seolah-olah mereka menjadi pemohon sekaligus penentu. Sementara itu, Sang Raja pemilik kewenangan yang sesungguhnya, belum memberikan keputusan apapun, bahkan belum memberikan signal sedikitpun kepada siapa ia akan berkenan.
Lalu pertanyaannya, mengapa mereka saling mempertentangkan permohonan masing-masing? Toh kuasa penentuan ada di tangan Sang Raja.
Hal pasti bahwa Sang Raja sudah memiliki pertimbangan sendiri untuk memutuskan kepada siapa yang ia percayakan untuk menduduki jabatan itu. Tinggal menunggu waktu untuk penetapan panglima perang sesuai jadwal kerajaan. Keputusan Sang Raja yang adil dan bijaksana itu, tak akan ditentukan oleh berbagai upaya saling klaim yang bergelora, maupun perdebatan yang berkecamuk. Sebab kewenangan itu mutlak di tangannya.
Kalau begitu, mengapa sesama pemohon harus bertengkar tentang permohonan (doa)? Sebab jawabannya bukan di tangan pemohon.
Hehehe... Ada-ada saja... mmm...
Salam Sehat untuk Kita Semua
Daud Amarato D.
Baca juga: Apakah Rocky Gerung Itu Sudah Gila?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H