Mohon tunggu...
Daud Amarato D
Daud Amarato D Mohon Tunggu... Warga Belajar -

Aktif memotret berbagai fenomena sosial di lapangan. “Segala sesuatu ADA WAKTUNYA”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Anti Kritik yang Perlu Kita Waspadai

2 Februari 2019   09:37 Diperbarui: 3 Februari 2019   14:39 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Telah kita ketahui bersama bahwa sebenarnya kritik itu sangat bermanfaat jika disikapi secara positif. Namun banyak fakta yang mempertontonkan bahwa masih banyak orang yang bersikap anti kritik. Dari mulutnya dapat berucap 'siap menerima kritik', tetapi sikap dan kelakuannya justru memperlihatkan bahwa ia anti kritik.

Sikap anti kritik merupakan suatu sikap yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain yang berhubungan dengan sikap anti kritik tertentu. Apa lagi dalam kapasitas sebagai pemimpin publik dan politik, tentu sikap anti kritik itu akan merugikan banyak orang yang terkait di dalamnya.

Baca juga: https://www.kompasiana.com/daudamaratod/5c4ef1de6ddcae62cf077276/emosi-pro-kontra-politik

Lalu pertanyaannya adalah seperti apakah sikap dan kelakuan yang anti kritik itu?

Pertama, orang yang anti kritik itu selalu membangun rasionalisasi untuk pembenaran diri. Ia selalu punya banyak argumen dan dalil dalam melakukan perlawanan terhadap kritik. Orang ini jarang bahkan tidak pernah introspeksi diri. Ia hanya suka dengan puja dan puji. Sikap ini terutama disebabkan oleh karena ia merasa hebat, bahkan menganggap dirinya superior dan menyepelehkan orang lain. Ia lupa bahwa orang lain bisa menilainya, bahkan orang lain dapat memahami bahwa argumen dan dalil yang dibangunnya sebagai upaya pembenaran diri. Mestinya ia segera mengakui kesalahan dan menjanjikan upaya perbaikan ke depan.

Kedua, orang yang anti kritik selalu tidak sabar untuk mendengar, mencerna dan menganalisis isi kritikan. Ia sangat reaksioner dan mudah marah jika ia dikritik. Hal ini terutama disebabkan karena kesombongan diri sebagai akibat lebih lanjut dari sikap merasa hebat di atas. Kadang ia marah sebagai cara untuk menghentikan kritik atasnya. Ia lupa bahwa hal itu justru menjadi bumerang baginya yang dapat mendatangkan perlawanan balik yang akan lebih sengit. Mestinya segera meminta maaf atas kekeliruan itu dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Ketiga, orang yang anti kritik langsung merasa terhina jika ia dikritik. Ia lupa bahwa sebagai manusia dengan segala keunggulan dan keterbatasannya, kita semua bisa saja keliru karena berbagai sebab. Ia kurang menyadari bahwa karena keterbatasan sebagai manusia dapat membuat kita sewaktu-waktu bisa keliru, walaupun selama ini sudah banyak hal benar yang telah kita buat. Sebenarnya kita mesti berjiwa besar dan tidak perlu merasa terhina, sebab keliru dan khilaf itu biasa bagi manusia yang tak luput dari kekurangan.

Keempat, orang yang anti kritik selalu suka membangun dan merawat cara berpikir negatif dalam alam pikirnya. Ia sangat sulit melihat kritik dari sisi positif. Akibatnya ia selalu menganggap kritik itu sebagai wujud tidak suka, sehingga ia tidak mau mendengarnya, dan tak akan pernah belajar untuk berbenah serta berupaya menjadi lebih baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh lingkungan sosial dimana ia bergaul, termasuk didikan dan lingkungan keluarga dalam rumah tangganya, maupun pengalaman pahit hidupnya yang terus bercokol dan menggerogoti alam pikirnya. Ia mesti segera terlepas dari cengkraman itu dengan cara merubah cara pandang terhadap kritik dan berusaha untuk tidak terpengaruh dengan lingkungan sosial yang buruk.

Baca juga: https://www.kompasiana.com/daudamaratod/5c51845a43322f068719fe73/kritik-yang-membangun

Sejumlah hal di atas, merupakan gangguan kesehatan sosial yang dapat menjangkiti siapa saja. Bahkan bisa saja gangguan kesehatan sosial itu sedang mengidap dalam diri kita pada saat ini. Menyadari akan hal itu, kita semua perlu waspada dan saling mengingatkan agar gangguan kesehatan sosial itu dapat kita jauhi. Dengan demikian, kita semua akan berjiwa besar dan siap dikritik untuk kebaikan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun