Separuh hatiku hilang…kau tahu kenapa?
Karena aku memberikannya padamu…
Semua mimpiku tak lagi dapat aku raih, kau tahu mengapa?
Karena memilikimu adalah mimpi terbesar aku inginkan…
Pagi itu, Virni sudah siap dengan semua pembalasannya, aneh memang… dia kesal dengan kelakuan Galuh yang terus menerus berlaku baik padanya, bukankah harusnya ia senang? Sungguh alasan yang tidak masuk akal, hari ini Virni tidak lagi menggunakan botol air mineral yang digunakannya kemarin, hari ini Virni mengambil sebuah ember dari kamar mandi wanita dan mengisinya penuh dengan air, dan seperti biasanya ia pergi ke kantin untuk mencari Galuh, seseorang yang dianggap sebagai musuh bebuyutan, padahal orang itu sangat mencintainya.
“Mana Galuh?” Tanya Virni sangar kepada teman yang biasanya bersama Galuh dengan wajah menakutkan sambil memegang ember.
“Mau ngapain lo Vir? Pake bawa-bawa ember segala, galuh di depan tukang Bakso tuh…” Kata temannya itu. Virni langsung menuju ke tempat itu.
“Apa-apaan lo?” Teriak Virni memandang Galuh, sepertinya misinya kurang berhasil kini… Galuh yang sudah tahu resiko akan disiram air saat mengirimi Virni puisi ternyata sudah mempersiapkan diri, kali ini ia mengenakan jas hujan lengkap dari atas sampai bawah kakinya, Galuh hanya memandang Virni sambil tersenyum dan Virni menyimpan kekesalan itu dalam hatinya.
“Byuuuuuuuuuurrr…” Virni tetap saja mengguyur air itu, kali ini air tidak disiramkan pada Galuh, ia menyiram semua teman Galuh yang ada disana, Virni kembali meninggalkan mereka semua dalam keadaan basah, sementara Galuh selamat dari tragedipengguyuran itu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Langit mulai senja, warna jingga mulai masuk dan menjadi tema utama dalam angkasa, suasana sekolah mulai menjadi sepi, bahkan makin sepi, dan terlalu sepi.
“Halo, ma, kok papa ga jemput aku sih? Aku baru mau pulang nih” Teriak Virni sambil menelpon.
“Tadi aku kumpul sama temen-temenku dulu, sekarang mereka semua udah pulang, terus papa ga dateng-dateng buat jemput aku, aku udah telpon ga bisa juga.” Kata Virni lagi.
Perlahan hujan mulai turun sore itu. Sudah hampir tidak ada orang lagi di sekolah itu, yang tertinggal hanya Virni yang menunggu kedatangan jemputannya, penjaga sekolah, dan Galuh yang ternyata juga masih ada disekolah itu. Galuh memang biasa pulang sore, ia memiliki pekerjaan tambahan seusai sekolah, ia merakit komputer di lab untuk dipasarkan keluar sekolah.
“Vir, kok belom pulang?” Sapa Galuh. Sementara Virni mengacuhkannya, mungkin ia masih kesal dengan pembalasan dendamnya yang tidak tuntas, atau memang begitulah Virni, tidak pernah ramah.
“Halo, Ma! Papa mana sih?? Udah hampir malem juga nih.” Teriak Virni sambil menelpon, sementara Galuh bersiap-siap untuk pulang, hujan turun semakin lebat hari itu, langit kelabu menambah suasana petang menjadi lebih gelap dari biasanya.
“Apa?? Papa ga bisa jemput? Terus aku naik apa? Aku ga mau naik bis, taxi juga ga mau!!” Teriak Virni lagi, sepertinya jemputannya hari ini bermasalah.
“Vir, udah pulangnya bareng gw aja, tenang gw anterin lo sampe rumah, daripada naik taxi sama bis, bahaya kalo jam segini.” Kata Galuh menawarkan. Sementara Virni tetap acuh, entah apa yang dia harapkan, padahal jemputannya sudah pasti tidak akan datang.
“Yaudah deh, gw bareng lo aja!” Kata Virni masih dengan wajah yang ditekuk-tekuk, meskipun ia musuh Galuh, ia tahu kalo Galuh anak baik-baik, banyak yang merekomendasikan Galuh, jadi akan lebih aman jika pulang dengan Galuh.
“Yaudah, ayo sebelom hari makin gelap, pake nih sekalian, biar lo ga basah dan ga kedinginan.” Kata Galuh sambil memberikan jaket dan jas hujan, ternyata jas hujan yang menyebalkan bagi Virni, kini itulah yang akan menyelamatkannya dari hujan yang dingin sore itu.
“Terus lo pake apa kalo ge pake jaket sama jas hujan lo?”
“Tenang gw udah biasa kok.”
Galuh menyalakan motornya, terdengar suara bising, maklum motor lama yang hampir sudah tidak layak pakai. Virni memakai jaket dan jas hujan, sementara Galuh hanya dengan baju sekolah menerjang hujan yang cukup deras, motornya melaju dengan kecepatan maksimal, dan itu masih saja terasa lambat.
“Bisa lebih cepet lagi ga nih? Kapan kita sampenya kalo pelan-pelan begini?”
“Ini udah kecepatan maksimal Vir, maklum motor tua…”
“Brrrrr…brrrr…” Terdengar suara motor Galuh perlahan meredup dan tiba-tiba mati.
“Kok mati sih?” Kata Virni protes.
“Sorry Vir, gw belom isi bensin, maklum baru dapet uang tadi sore, hehehe, tapi tenang ada POM bensin beberapa meter dari sini, jalan dikit ya…” Kata Galuh sambil tersenyum, sementara Virni turun dengan perasaan kesal, ia terpaksa ikut Galuh, dan kini harus menanggung penderitaan yang sama dengan Galuh, hujan masih turun dan suasana bertambah dingin, Galuh menggigil, ia menahan perasaan dingin yang perlahan mulai masuk ke dalam tubuhnya.
Mereka berjalan menyusuri jalan, tidak terlalu ramai hari itu, hari itu mungkin menjadi hari yang membahagiakan bagi Galuh karena bisa berdua dengan Virni, sementara mungkin sangat menyebalkan bagi Virni yang ikut Galuh karena terpaksa.
“Kok jauh banget sih ga sampe-sampe, kata lo Cuma beberapa meter aja!!” Virni protes lagi.
“Aduh Vir, kita tuh baru jalan sebentar, tenang aja, gw ga boong kok, yaudah tuh ada halte bis, lo tunggu bentar, gw janji bakalan balik dalam 5 menit…”
“Yaudah deh…” Virni Menunggu di halte Bis dengan beberapa orang yang berteduh, sementara Galuh berlari sambil mendorong motornya ditengah hujan, menahan kedinginan dan kelelahannya tadi.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Vir, gw cepet kan? Udah ayo kita berangkat lagi, kali ini motor gw ga bakal mati lagi deh.” Kata Galuh dengan senyum lebar.
“Tin… Tin… Tin…” Terdengar klakson dari sebuah mobil tepat di depan Virni dan Galuh. Mobil itu sepertinya tidak asing, kaca mobil itu terbuka dan perlahan terlihat seseorang dari dalam, seorang pria muda, tampan dan meyakinkan, ternyata ia adalah Vincent, mantan Virni yang baru aja mutusin dia.
“Hai Vir, ngapain disini?” Kata Vincent.
“Eh,, nggak, ehh…” Kata Virni terbata-bata.
“Udah mendingan pulang aja bareng gw, masih ujan begini juga.” Kata Vincent menawarkan, Virni membalasnya dengan anggukan bahagia, mungkin kejadian inilah yang ia harapkan dari tadi.
“Yaudah naik aja, eh itu yang lagi ngobrol sama lo ga diajak aja sekalian?” Kata Vincent.
“Oh, dia… gw ga kenal sama dia…” Kata Virni sambil menaiki mobil bersama Vincent dan meninggalkan Galuh di tengah hujan…
Patah hati… Merah…
Retak… Terbelah
Kecewa…
Bagai Daun kering… Gugur…
Meninggalkan bekas luka…
Tersentak dikaki, Luluh di tanah…
Hancur bersama kecewa
*BERSAMBUNG
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H