Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari (makanan) yang haram dan neraka lebih layak baginya”. (HR Ahmad, 3/321, Daarimi, no. 2776, dan dishahihkan Al-Albani).
Hal ini sungguh diikuti oleh sahabat nabi Abu Bakar ash-Shiddiq sebagaimana dikisahkan ‘Aisyah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ayah beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq radliallahu ‘anhu memiliki seorang budak yang setiap hari membayar setoran kepada Abu Bakar radliallahu ‘anhu (berupa harta atau makanan) dan beliau makan sehari-hari dari setoran tersebut.
“Suatu hari, budak tersebut membawa sesuatu (makanan), maka Abu Bakar radliallahu ‘anhu memakannya. Lalu budak itu berkata kepada beliau: “Apakah anda mengetahui apa yang anda makan ini?”. Abu Bakar radliallahu ‘anhu balik bertanya: “Makanan ini (dari mana)?”. Budak itu menceritakan: “Dulu di jaman Jahiliyah, aku pernah melakukan praktek perdukunan untuk seseorang (yang datang kepadaku), padahal aku tidak bisa melakukannya, dan sungguh aku hanya menipu orang tersebut. Kemudian aku bertemu orang tersebut, lalu dia memberikan (hadiah) kepadaku makanan yang anda makanan ini”. Setelah mendengar pengakuan budaknya itu Abu Bakar segera memasukkan jari tangan beliau ke dalam mulut, lalu beliau memuntahkan semua makanan dalam perut beliau”. (HR. Bukhari no. 3629)
Dari kisah diatas disaat ini pernahkah berfikir bagaimana makanan kita? Sudahkah kita menyaring dan mentlusuri dari mana asal makanan kita?
Perbankan atau sering disebut dengan kata BANK pada zaman saat ini kita tidak lepas dengan bank, jumlah nasabah pada Bank dari tahun ketahun selalu bertambah, bahkan jumlah perbankan selalu bertambah di belahan bumi manapun bahkan beberapa dekade ini berkembangnya perbankan syariah untuk memnuhi kebutuhan kita umat Muslim, dimana menyediakan layanan jasa yang tidak bertentangan dengan agama kita atau dengan kata yang sangat luar biasa “SESUAI DENGAN AJARAN AGAMA ISLAM” .
Menurut penulis selain kita syukuri dengan adanya perbankan syariah namun yang perlu yang amat sangat-sangat kita syukuri adalah dengan adanya Dewan Pengawas Syariah atau sering kita Singkat dengan kata “ DPS ”di perbankan atau di bank-bank yang mengatas namakan syariaah.
Kenapa harus benar-benar syukuri? Karena DPS adalah terdiri dari orang-orang yang memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap hukum-hukum syariah, Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank, Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank, Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa, Menyampaikan hasil pengawasan syariah.
Suatu Hal yang Luar biasa bukan?
Memang hal inilah belumlah sempurna, masi banyak yang masih diperbaiki dan permasalahan-masalahn yang dihadapi seperti rangkap kerjannya para anggota DPS, tidak terpenuhinya Idependennya syariah dimana DPS mengumumkan dan memberikan penilain terhadap hasil pengawasan oprasional bank namun memberi gaji pihak bank itu sendiri dan permasalahan pengetahuan ilmu agama saja tidak cukup untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan, dan lain sebagainya.
Namun permasalahan-permasalahan ini bukanlah suatu hal yang menjadi alasan yang mebuat kita tidak mensyukuri dengan adanya DPS. Kita boleh mengkritisi, kita boleh berargumen, kita boleh merasa tidak puas dengan apa yang ada saat ini, karena hal ini tidaklah salah dan memang justru diperlukan tapi jangan jadikan semuanya mngganggap remeh dengan perkembangan perbankan yang menuju sesuai dengan syariah, ataupun bersikap acuh sehingga kita menjadi figur-figur menarik diri dari pekembangan syariah.
Selain permasalahan diatas yang perlu kita perbaiki besama satu hal yang perlu kita sampaikan kepada polisi syariah kita “DPS”, “ WAHAI PARA ANGGOTA DPS JALANKAN LAH TUGAS KALIAN DENGAN BAIK DAN SAMPAIKANLAH DENGAN KAMI TENTANG KEBENRANNYA, SEHINGGA KAMI PUN BISA KAMI PERTANGGUNG JAWABKAN SEBAGIAN APA YANG TELAH KAMI KONSUMSI”