Mohon tunggu...
Ipulanas Anas
Ipulanas Anas Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Sekedar meramaikan saja

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Rakyat Pendukung KPK Dianggap Sakit dan Tidak Jelas

1 Februari 2015   16:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:00 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu anggota DPR pernah begitu ngotot ingin merevisi Undang-Undang KPK . Mereka berniat mengamputasi beberap kewenangan KPK  seperti kewenangan penuntutan dan kewenangan  menyadap,  sebab kalau KPK masih tetap dengan kewenangannya itu, penggelandangan anggota DPR, Kepala Daerah, Menteri bahkan  Perwira Polisi  ke penjara di masa mendatang   akan terus berlanjut, .

Orang-orang yang ingin melemahkan KPK  ini mengaku bahwa gagasan  yang oleh banyak orang dianggap akan mempreteli kewenangan  KPK  mereka anggap sudah sesuai dengan koridor  hukum.  Untuk meyakinkan bahwa tindakan mereka itu benar mereka fasih menggunakan istilah-istilah yang kedengaran bagus,  seperti, mengintegrasikan atau mensingkronisasikan antar penegak hukum, padahal, di dalamnya menurut Prof. Sahetapi, terkandung kekerasan structural. Mereka mentang- mentang. Mentang-mentang berkuasa,  apapun yang merintangi syahwat mereka, akan dilibas!

Bahkan tdk kurang dari ahli hukum  seperti Prof Romli sendiri sepetinya tidak menyukai tindak tanduk KPK yang bisa dilihat dari pernyataan dalam satu acara di ILC TVone : Dengar apa yang dikatakannya:

“Saksi dipanggil bolak balik ke KPK, PPATK membeberkan alirann uang ke mana-mana. Sejak kapan KPK bisa mengadili pencucian uang?Tapi masyarakat membenarkan semua itu. Masyarakat sakit!? Terakhir Profesor ini mengatakan penyesalannya kepada KPK karena terlalu cepat menetapkan BG sebagai tersangka.

Betulkah masyarakat kita sakit  karena  dianggap mendukung KPK   secara membabi buta terhadap semua yang dilakukannya  dalam meberantas korupsi?

Heran! Masyarakat itu sebenarnya korban. Korban para penjarah uang Negara yang nota bene adalah uang rakyat, uang masyarakat. Para pelaku korupsi  telah menyengsarakan rakyat. Tapi  mengapa masyarakat itu pula yang  dicap sakit? Padahal  mereka berhak marah kepada para penyelenggara Negara tersebut. Mereka berhak marah kepada para pemimpin yang tidak  peduli kepada korupsi, kecuali   melalui slogan-slogan. Bukankah yang sakit itu sebenarnya adalah  para penjarah uang Negara yang nota bene adalah  para penyelenggara Negara itu sendiri? Bukankah Yang sakit itu sebenarnya adalah  ahli hukum yang berfikir normative dalam  memandang tindak tanduk KPK yang  sedang memberantas korupsi?

Kalau Prof Romli menyatakan pendukung KPK itu sakit, lain lagi dengan seorang Menteri yang menyatakan bahwa rakyat pendukung KPK itu tdk jelas. Pernyataan itu kontan mendapat reaksi keras dari pengguna Medsos. Kecaman datang bertubi-tubi yang dialamatkan ke Menteri.

Tampaknya KPK memang sekarang sedang berada dipersimpangan Jalan, Inilah saat yang paling menentukan bagi KPK, praktis yang mendukung KPK hanyalah rakyat, selebihnya berlomba-lomba ingin melemahkan KPK.

Sungguh mengherankan slogan “Save KPK, Save Polri,  padahal yang harus diselamatkan itu sebanrnya adalah KPK sementara Polri tidak berada dalam posisi terancam bahkan sebaliknya justru cenderung berada pada posisi ikut melemahkan KPK.  Dengar saja pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh para penasehat hukumnya. Terlihat betapa geramnya mereka kepada KPK..

Benar apa yang dikatakan oleh Jimly Assidiqqie bahwa yang mendukung KPK hanyalah rakyat sementara yang mendukung Polisi adalah DPR dan Pemerintah.

Juga benar  apa yang dikatakan oleh Taufiqur Rahman … bahwa  konflik yang terjadi sekarang ini sebenarnya bukanlah antara KPK dengan Polri melainkan antara Koruptor  dengan penegak hukum. Para koruptor atau calon koruptor akan menggunakan semua celah, memanfaatkan situasi ini untuk melenyapkan KPK. Inilah kesempatan yang paling memungkinkan  melemahkan KPK  yang tidak akan muncul duakali.

Nasib KPK juga akan tergantung dari hasil Praperadilan senin besok. Walaupun Fery Amsar dari Unand dan mantan Wk Menkumham Denny Indrayana mengatakan bahwa status tersangka tdk termasuk yang bisa dipraperadilankan sebagaimana diatur dalam  pasal 77 KUHAP.

Nnamun demikian  di pengadilan kita,  apapun bisa terjadi. Simak  apa yang dikatakan oleh kuasa hukum BG;  “tunggu saja pada praperadilan nanti, akan ada kejutan. Penyidik dan mantan penyidik KPK akan menjadi saksi mengungkap kebobrokan dan politisasi proses di KPK.” .

Jadi benar bahwa KPK sekarang memang berada diujung tanduk, tanda-tandanya semakain jelas  terlihat. Satu persatu Komisionernya diungkit kesalahan masa lalunya,  laporan-laporan dari masarakat dengan sigap disambut oleh Polisi dengan antusias.

Korban pertama  BW, sudah ditetapkan sebagai tersangka, mungkin yang lainnya menyusul. KPK sedang menyongsong kematiannya. Mungkin KPK tidak benar-benar mati tapi kalaupun KPK masih ada tentu tidak sama lagi dengan KPK yang sekarang. Boleh jadi KPK yang akan datang  masih tetap akan menjadi macan, tapi macan ompong.

Lalu siapa yang bisa menyelamatkan KPK? Siapa lagi kalau bukan  pak Jokowi, Presiden kita yang waktu kampanye  sudah berjanji  akan memperkuat KPK?

Ayo pak Presiden, berpihaklah kepada rakyat. Untuk menjadikan negeri ini lebih baik, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama dan dengan segala kelebihan dan kekurangannya , hanya KPK  yang mampu melakukannya. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun