Beberapa waktu yang lalu anggota DPR pernah begitu ngotot ingin merevisi Undang-Undang KPK . Mereka berniat mengamputasi beberap kewenangan KPK seperti kewenangan penuntutan dan kewenangan menyadap, sebab kalau KPK masih tetap dengan kewenangannya itu, penggelandangan anggota DPR, Kepala Daerah, Menteri bahkan Perwira Polisi ke penjara di masa mendatang akan terus berlanjut, .
Orang-orang yang ingin melemahkan KPK ini mengaku bahwa gagasan yang oleh banyak orang dianggap akan mempreteli kewenangan KPK mereka anggap sudah sesuai dengan koridor hukum. Untuk meyakinkan bahwa tindakan mereka itu benar mereka fasih menggunakan istilah-istilah yang kedengaran bagus, seperti, mengintegrasikan atau mensingkronisasikan antar penegak hukum, padahal, di dalamnya menurut Prof. Sahetapi, terkandung kekerasan structural. Mereka mentang- mentang. Mentang-mentang berkuasa, apapun yang merintangi syahwat mereka, akan dilibas!
Bahkan tdk kurang dari ahli hukum seperti Prof Romli sendiri sepetinya tidak menyukai tindak tanduk KPK yang bisa dilihat dari pernyataan dalam satu acara di ILC TVone : Dengar apa yang dikatakannya:
“Saksi dipanggil bolak balik ke KPK, PPATK membeberkan alirann uang ke mana-mana. Sejak kapan KPK bisa mengadili pencucian uang?Tapi masyarakat membenarkan semua itu. Masyarakat sakit!? Terakhir Profesor ini mengatakan penyesalannya kepada KPK karena terlalu cepat menetapkan BG sebagai tersangka.
Betulkah masyarakat kita sakit karena dianggap mendukung KPK secara membabi buta terhadap semua yang dilakukannya dalam meberantas korupsi?
Heran! Masyarakat itu sebenarnya korban. Korban para penjarah uang Negara yang nota bene adalah uang rakyat, uang masyarakat. Para pelaku korupsi telah menyengsarakan rakyat. Tapi mengapa masyarakat itu pula yang dicap sakit? Padahal mereka berhak marah kepada para penyelenggara Negara tersebut. Mereka berhak marah kepada para pemimpin yang tidak peduli kepada korupsi, kecuali melalui slogan-slogan. Bukankah yang sakit itu sebenarnya adalah para penjarah uang Negara yang nota bene adalah para penyelenggara Negara itu sendiri? Bukankah Yang sakit itu sebenarnya adalah ahli hukum yang berfikir normative dalam memandang tindak tanduk KPK yang sedang memberantas korupsi?
Kalau Prof Romli menyatakan pendukung KPK itu sakit, lain lagi dengan seorang Menteri yang menyatakan bahwa rakyat pendukung KPK itu tdk jelas. Pernyataan itu kontan mendapat reaksi keras dari pengguna Medsos. Kecaman datang bertubi-tubi yang dialamatkan ke Menteri.
Tampaknya KPK memang sekarang sedang berada dipersimpangan Jalan, Inilah saat yang paling menentukan bagi KPK, praktis yang mendukung KPK hanyalah rakyat, selebihnya berlomba-lomba ingin melemahkan KPK.
Sungguh mengherankan slogan “Save KPK, Save Polri, padahal yang harus diselamatkan itu sebanrnya adalah KPK sementara Polri tidak berada dalam posisi terancam bahkan sebaliknya justru cenderung berada pada posisi ikut melemahkan KPK. Dengar saja pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh para penasehat hukumnya. Terlihat betapa geramnya mereka kepada KPK..
Benar apa yang dikatakan oleh Jimly Assidiqqie bahwa yang mendukung KPK hanyalah rakyat sementara yang mendukung Polisi adalah DPR dan Pemerintah.
Juga benar apa yang dikatakan oleh Taufiqur Rahman … bahwa konflik yang terjadi sekarang ini sebenarnya bukanlah antara KPK dengan Polri melainkan antara Koruptor dengan penegak hukum. Para koruptor atau calon koruptor akan menggunakan semua celah, memanfaatkan situasi ini untuk melenyapkan KPK. Inilah kesempatan yang paling memungkinkan melemahkan KPK yang tidak akan muncul duakali.
Nasib KPK juga akan tergantung dari hasil Praperadilan senin besok. Walaupun Fery Amsar dari Unand dan mantan Wk Menkumham Denny Indrayana mengatakan bahwa status tersangka tdk termasuk yang bisa dipraperadilankan sebagaimana diatur dalam pasal 77 KUHAP.
Nnamun demikian di pengadilan kita, apapun bisa terjadi. Simak apa yang dikatakan oleh kuasa hukum BG; “tunggu saja pada praperadilan nanti, akan ada kejutan. Penyidik dan mantan penyidik KPK akan menjadi saksi mengungkap kebobrokan dan politisasi proses di KPK.” .
Jadi benar bahwa KPK sekarang memang berada diujung tanduk, tanda-tandanya semakain jelas terlihat. Satu persatu Komisionernya diungkit kesalahan masa lalunya, laporan-laporan dari masarakat dengan sigap disambut oleh Polisi dengan antusias.
Korban pertama BW, sudah ditetapkan sebagai tersangka, mungkin yang lainnya menyusul. KPK sedang menyongsong kematiannya. Mungkin KPK tidak benar-benar mati tapi kalaupun KPK masih ada tentu tidak sama lagi dengan KPK yang sekarang. Boleh jadi KPK yang akan datang masih tetap akan menjadi macan, tapi macan ompong.
Lalu siapa yang bisa menyelamatkan KPK? Siapa lagi kalau bukan pak Jokowi, Presiden kita yang waktu kampanye sudah berjanji akan memperkuat KPK?
Ayo pak Presiden, berpihaklah kepada rakyat. Untuk menjadikan negeri ini lebih baik, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama dan dengan segala kelebihan dan kekurangannya , hanya KPK yang mampu melakukannya. .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H