Badan masih terasa pegel, kantuk masih juga juga belum hilang, tapi saya memaksakan diri untuk menyudahi tidur saya pagi ini. Dalam perjalanan kemarin anak saya yang kecil ngirim sms minta dianter hari ini ke sukabumi , pengin makan nasi goreng di rumah makan uwanya (tante), katanya. Tapi sebenarnya tadi itu sudah tidak pagi lagi sih karena jam di hp saya sudah menunjukkan pk. 10.15 am.
Tadi pagi saya tiba dirumah jam 03.50 setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahkan dari solo, jawa tengah. Sebenarnya saat itu badan dan otak sudah menuntut untuk segera diistirahatkan, tapi sebentar lagi adzan subuh, jadi saya manfaatkan waktu menunggu ini dengan berbincang-bincang dengan isteri saya, menanyakan keadaan anak-anak, menanyakan keadaan kandungannya yang sudah memasuki bulan ke empat, dan tak lupa menanyakan keadaan kebon saya. Alhamdulillah semua dalam keadaan baik. Kecuali satu yang agak mengganggu, buah alpukat di kebon terpaksa diborongkan ke pengepul, karena hasilnya kurang bagus, tiap hari banyak yang berjatuhan. Kata isteri saya mendingan dijadiin duit buat nambahin biaya dapur. Alasan yang masuk akal, bathin saya.
Setelah sholat subuh barulah saya bisa memenuhi kebutuhan saya yang paling hakiki saat itu, tidur.
Sampai disini anda mungkin bertanya-tanya apa sih yang hendak saya sampaikan. Oke, saya kilas balik ke dua hari yang lalu. Sebenarnya saya sudah merencanakan ke solo seminggu sebelumnya, biasanyalah urusan perut (bukan urusan dibawah perut lho). Boss teh langganan saya di solo itu mengundang saya untuk melihat-lihat pembangunan pabrik barunya sekaligus membicarakan kemungkinan penambahan omset dari dari saya. Tentu saja ini suatu hal yang menggembirakan, karena ini bisa membuat dapur saya tetap ngebul.
Awalnya saya rencanakan memakai kendaraan sendiri, tapi karena hari kamisnya ada jadwal pengiriman barang ke solo, saya akhirnya memilih untuk ikut dengan truk saja. Hitung-hitung menghemat biaya. jadilah saya berangkat hari kamis sore dengan bertruk ria menuju kota batik, Solo.
Anda yang sudah terbiasa mengendarai sedan-sedan mewah tentu tidak bisa membayangkan bagaimana “nikmatnya” berkendara dengan truk barang. Saya merasa saat itu seperti layaknya penguasa jalanan. Bagaimana tidak, setiap kendaraan didepan kami, nggak peduli mobil mewah atau odong-odong (mobil butut, kata orang sunda) segera menyingkir bila mendengar klakson truk kami yang menggelegar.
Kami tiba disolo pk. O5 pagi. Langsung menuju ke hotel kecil langganan saya di kawasan sumber. Hotel ini walau Cuma kelas melati tapi cukup nyaman, dan yang jelas punya lahan parkir untuk truk saya.
Siang itu saya menghabiskan waktu bersama sang boss dipabriknya sampai pk. 16 sore. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Saya mendapat tambahan order dari 25 ton menjadi 35 ton sebulan. Puji syukur kepadaMu ya Allah atas segala limpahan rezeki kepada hambaMu ini.
Malam hari saya tidak ada kegiatan apapun selain istirahat sambil membaca beberapa postingan teman-teman di kompasiana. Ada keinginan untuk mengontak seorang teman kompasianer di kota solo ini, namanya Anita. Tapi saya mikir, mana ada cewek waras yang mau diajak jalan-jalan dengan truk.
Esok harinya saya ke pabrik sang boss itu lagi. Berbincang-bincang sejenak. Dan jam 12.30 kami berpamitan untuk kembali ke lembur tercinta, Cianjur.
Dalam perjalanan saya kali ini Teman-teman yang saya hormati, ada dua hal yang ingin saya bagi kepada anda semua sebagai oleh-oleh .
1. Jembatan Timbang. Ini adalah semacam pos pemeriksaan yang dikelola oleh Dinas perhubungan daerah . Saya melihat pos ini berpontesi untuk terjadinya tindak penyelewengan. Kalau tidak dikelola dengan management dan pengawasan yang baik, saya yakin akan menimbulkan kerugian bagi keuangan daerah yang bersangkutan.
2. Kondisi jalan. Jalan yang amati disini adalah jalan antara Majenang sampai di kecamatan lumbir, kabupaten cilacap, Jawa tengah.
Sebelum arus mudik lebaran tahun 2009 yang lalu jalan tersebut baru rampung diperbaiki. Lebar dan mulus. Sangat jaman dilalui.
Kemarin saya lihat kondisi jalan tersebut sudah sangat memprihatinkan. Terdapat kubangan kerbau dimana-mana – mudah-mudahan bukan untuk kubangannya kerbau Si BuYa.
Ini menjadi tanda tanya besar. Kenapa umur jalan tersebut begitu pendek. Apakah pembangunannya memang hanya diperuntukkan untuk memperlancar arus mudik pada lebaran yang lalu. Atau ada hal hal lain. Wallahualam.
Kedua hal tersebut diatas seharusnya menjadi perhatian pemerintah agar arus perdagangan antar daerah bisa lancar dan tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi pelaku ekonomi.
Salam
Catatan : postingan ini sedianya mau kirim hari minggu kemarin, tapi sepanjang hari itu koneksi GPRS sangat buruk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H