Â
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalu PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), saat ini telah melakukan uji coba konversi gas LPG 3 Kg ke kompor listrik 1.000 Watt. Hal ini dibarengi dengan gencarnya kampanye kepada masyarakat untuk menggunaan kompor listrik sebagai pengganti gas LPG. Menarik bahwa kampanye penggunaan kompor listrik ini bersamaan pula dengan meningkatnya harga BBM yang keduanya memiliki kaitan secara langsung. Diperkirakan daya yang dibutuhkan untuk penggunaan kompor listrik berkisar antara 800-1.400 Watt. Hal ini tentu membawa persoalan tersendiri. Namun di balik itu ada beberapa pertimbangan lain yang menjadikan Kompor Listrik sebagai alternatif yang tepat jika dibandingkan dengan LPJ yang selama ini sudah digunakan oleh masyarakat. Â
Hal yang paling utama berkaitan dengan keselamatan alam dan lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, kekhawatiran atas kualitas udara dalam ruangan (IAQ) telah meningkat. Kualitas udara dalam ruangan (IAQ) dapat dipengaruhi oleh gas (termasuk karbon monoksida, radon, senyawa organik yang mudah menguap), partikulat, kontaminan mikroba (jamur, bakteri). Hal ini tentunya sangat berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan manusia.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi pengurangan gas rumah kaca dan konsentrasi emisi senyawa karsinogenik di berbagai tungku selama memasak. Penelitan menjukkan bahwa tingkat partikel dalam ruangan di negara maju jauh lebih rendah daripada di negara berkembang, dan ini umumnya disebabkan oleh kemajuan teknologi untuk kegiatan rumah tangga umum dan juga penggunaan bahan bakar bebas polusi (seperti bahan bakar gas cair, listrik dan gas alam) untuk memasak dan memanaskan makanan (Wouter, 2012; Zhao et al., 2014).
Penelitian lain menunjukkan bahwa IAQ di dapur Ekuador buruk karena kurangnya ventilasi dan sirkulasi udara yang buruk. Kontrol sumber, filtrasi, dan penggunaan ventilasi untuk kontaminan encer adalah metode utama untuk meningkatkan kualitas dalam ruangan kualitas udara di sebagian besar bangunan (Chanteloup dan Mirade, 2009; Santa Cruz et al., 2011).
Gas yang dihasilkan oleh bahan bakar dapat berbahaya bagi kehidupan. Salah satu gas yang paling berbahaya adalah karbon monoksida. Potensi sumber di dalam gedung yang dapat menghasilkan karbon monoksida termasuk sistem pemanas gas, kompor gas, pemanas air panas gas, asap rokok, dan pemanas minyak tanah portabel (ASHRAE, 2001; Vahlne dan Ahlgren, 2014). Kadar karbon monoksida di dalam bangunan tidak boleh melebihi 9 atau 10 ppm (ANSI/ ASHRAE, 2004; Vahlne dan Ahlgren, 2014).
Selain karbon monoksida, ada juga gas lainnya yakni karbon dioksida. Bangunan yang berventilasi baik harus memiliki: kadar karbon dioksida antara 600 ppm dan 1000 ppm (Koistinen et al., 2001; Standar Kualitas Udara Dalam Ruangan China (GB/T 18883-2002), 2002). Untuk mengatasi masalah ini, teknologi baru digunakan untuk menawarkan solusi memasak yang bebas karbon dioksida. Listrik adalah bagian dari solusi untuk mewujudkan masakan bersih (Koistinen dkk., 2001; Sehjpal et al., 2014).
Di sisi lain, Amerika Selatan dan khususnya Ekuador memiliki salah satu tingkat radiasi matahari dan pluviositas tertinggi di seluruh dunia, yang dapat dipanen untuk memasok kawasan dengan akses energi yang memadai. Selanjutnya, Ekuador saat ini sedang membangun infrastruktur 3980 MW untuk menggunakan sumber daya tenaga airnya yang besar. Jika Indonesia bisa mengelola dengan baik pemanfaatan radiasi matahari dan sumber daya tenaga airnya yang berlimpah, maka persolan tentang penggunaan kompor listrik dan mahalnya BBM dapat teratasi.
Dengan cara ini, juga dapat menggantikan energi terbarukan untuk fosil bahan bakar dalam bauran energinya. Penggunaan utama pembangkit listrik tenaga air baru ini energi akan mengembangkan kampanye perintis dunia yang disebut ''rencana memasak yang efisien" atau disebut NEFC. NEFC bertujuan untuk menggantikan penggunaan 3 juta kompor berbasis LPG ke kompor listrik. Kebijakan ini dibuat untuk meningkatkan keamanan pasokan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca dan polutan lainnya (MIPRO, 2015; Villacis dkk., 2015).
Apakah penggunaan Kompor Listrik berpengaruh terhadap efisiensi waktu memasak, konsumsi energi dan biaya, rasa dan nilai gizi?
Di samping berkaitan dengan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, jika dipertimbangakan dari sisi waktu, konsumsi energi, dan biaya maka penggunaan LPG lebih tinggi jika dibandingkan dengan kompor listrik. Pengurangan waktu berhubungan dengan proses pemanasan air atau minyak. Pengurangan konsumsi energi dan biaya terkait dengan efisiensi energi yang lebih tinggi dari kompor listrik.
Penelitain membuktikan bahwa rasa makanan yang dihasilkan oleh alat masak yang menggunakan LPG dan kompor listrik tidak mengalami perbedaan yang siknifikan, bahkan boleh dikatakan tidak berbeda. Sebaliknya analisis mikrobiologis menunjukkan bahwa patogen dan pembusukan memiliki sedikit perbedaan jika menggunakan kompor gas LPJ dan kompor listrik. Penelitian menunjukan bahwa Vitamin A hilang dalam jumlah yang lebih sedikit dalam makanan yang dimasak di kompor listrik daripada LPG. Sedangkan vitamin C hilang dalam jumlah yang sama saat memasak di salah satu kompor (Hernandez, 2010; INEN, 2010, 2012, 2013, 2014; Reyes et al., 1997; Valls dkk., 1999; Verdo, 2013).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!