Sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh Ratu Elizabeth II menjadikan beliau sebagai seorang pemimpin yang hebat dan bisa menjadi inspirasi bagi banyak pemimpin-pemimpin lain di dunia ini. Ini bukan berarti saya tidak mengakui teori kepemimpinan bahwa pemimpin dengan sifat tertentu dapat menjadi efektif dalam satu situasi tertentu, tetapi tidak efektif dalam situasi lainnya.
Penelitian di Center for Creative Leadership tentang pempimpin yang berhasil atau gagal dalam tugas kepemimpinan memberikan beberapa wawasan menarik tentang sifat dan keterampilan yang menentukan kemajuan pemimpin.
- Pemimpin yang gagal, kurang mampu menangani tekanan. Mereka akan lebih rentan dalam kemurungan, ledakan kemarahan, dan perilaku tidak konsisten, sehingga merusak hubungan interpersonal mereka dengan bawahan, rekan kerja, dan atasan.
- Para pemimpin yang sukses memiliki sifat yang tenang, percaya diri, dan dapat menghadapi suatu krisis dengan bijak.
- Pemimpin yang gagal lebih cenderung bersikap defensif tentang kelemahan dan kegagalan. Mereka bereaksi dengan mencoba menutupi kesalahan dengan menyalahkan orang lain.
- Pemimpin yang sukses biasanya akan mengakui kesalahan yang dilakukan, menerima tanggung jawab, dan kemudian mencari solusi untuk memperbaiki kesalahan.
Dalam ulasan kali ini saya mencoba menelaah beberapa pernyataan Ratu Elizabeth II yang disadur dari beberapa sumber, dan menghubungkannya dengan teori sifat kepemimpinan. Dari hasil analisis saya menemukan beberapa aspek kepribadian Ratu Elizabet II yang sungguh inspiratif.
Tingkat Energi dan Toleransi Stres
Beberapa penelitian sifat menemukan bahwa tingkat energi, stamina fisik, dan toleransi stres berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan (Bass, 1990; Howard & Bray, 1988).
Pemecahan masalah yang efektif membutuhkan kemampuan untuk tetap tenang dan bertahan fokus pada masalah. Bagi Elizabeth, jika kita memiliki masalah, jangan cepat putus asa dan mengalah, tetapi harus mencari solusi dan berjuang menatap masa depan.Â
Ratu Elizabet mengatakan, "Ketika hidup tampak terasa sulit, orang yang berani tidak akan pernah berbaring dan menerima kekalahan; sebaliknya, mereka semakin bertekad untuk berjuang demi masa depan yang lebih baik. Pada masa-masa sulit, jangan tergoda untuk melihat ke belakang dan berkata 'jika saja'. Itu sama saja dengan melihat ke jalan buntu. Lebih baik, kita berjalan menatap ke depan dan berkata 'seandainya'."
Percaya diri
Pemimpin dengan kepercayaan diri tinggi lebih cenderung mencoba tugas-tugas sulit dan untuk menetapkan tujuan yang menantang bagi diri mereka sendiri. Pemimpin yang percaya diri mengambil lebih banyak inisiatif untuk menyelesaikannya masalah dan memperkenalkan perubahan yang diinginkan (Paglis & Green, 2002).Â
Ratu Elizabeth II mengatakan, "Saya harus terlihat dipercaya".Â
Seorang pemimpin adalah figur yang berdiri barisan paling depan. Apakah jadinya jika seorang pemimpin tidak memiliki sikap percaya diri. Bagi Elizabert, seorang pemimpin yang tidak percaya diri akan menjadi pemimpin yang pengecut. Beliau mengatakan:Â
"Seorang pengecut akan goyah, tetapi bahaya sering diatasi oleh mereka yang berani".