Kurikulum Merdeka mulai diimplementasikan di beberapa sekolah pada tahun pelajaran 2022/2023 ini. Kurikulum ini merupakan peluang emas sekaligus tantangan bagi para pendidik untuk kreatif dan inovatif, mencari dan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan Kurikulum Merdeka. Hal ini menjadi penting karena salah satu kunci yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran adalah model pembelajaran.
Berdasakan Permendikbud, No. 103/2014 dan Permendikbud No. 22/2016, model pembelajaran yang diharapkan untuk diterapkan dalam pendidikan nasional adalah model pembelajaran yang menonjolkan aktivitas dan kreativitas, yang dapat menginsipirasi, menyenangkan dan berprakarsa.Â
Model pembelajaran yang diharapkan adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, otentik, kontekstual dan bermakna bagi kehidupan sehari-hari. Gagasan model pembelajaran ini boleh dikatakan sebagai embrio lahirnya Kurikulum Merdeka.
Secara teoritis, ada empat model pembelajaran yang bisa menjawab harapan pedidikan kita yang ingin menonjolkan aktivitas, kreativitas, menyenangkan, kontekstual serta pembelajaran yang berpusat pada sisiwa, yakni: (1) Model Penyingkapan (Discovery learning), (2) Model Penemuan (Inquiry learning), (3) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan, (4) Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning).Â
Walaupun model pembelajaran yang keempat sangat khas pada Kurikulum Merdeka, yakni dengan adanya Projek Profil Pelajar Pancasila, namun ketiga model lainnya pun sangat cocok untuk diterapkan dalam implementasi kurikulum pendidikan kita.
Berikut ini adalah penjelasan dari empat model pembelajaran tersebut.
1. Model Penyingkapan (Discovery Learning)Â
Model pembekajaran penyingkapan  memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari tahu sendiri tentang suatu permasalahan yang ada. Siswa berusaha untuk menemukan perseoalan tersebut kemudian mencari solusi atau jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut berdasarkan hasil pengolahan informasi dari apa yang ditemukan sendiri oleh sisiwa.Â
Di sini siswa menjadi pusat pembelajaran, siswa sendiri akan memiliki pengetahuan baru sesuai pengalamannya sendiri yang dapat digunalakan untuk memecahkan persoalan dalam hidup sehari-hari.
Maka di sini ditemukan tiga karakteristik utama dari discovery learning yakni: 1) penekanan pada pembelajaran aktif, 2) pengembangan pembelajaran yang bermakna, dan 3) kemampuan untuk mengubah sikap dan nilai terhadap subjek dan diri sendiri sebagai pemecah masalah.
Discovery learning lebih bermakna bagi pelajar daripada informasi yang hanya diterima dari orang lain atau guru. Pembelajaran lebih bermakna karena menggunakan asosiasi pribadi sendiri sebagai dasar untuk pemahaman. Dengan kata lain model pembelajaran ini akan menghasilkan makna yang lebih besar karena para siswa sendiri akan mengetahui prosesnya daripada hanya mengikuti arahan dari guru.
Berikut ini adalah alur pembelajaran model penyingkapan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran:
1. Stimulation: pada tahap awal guru memberikan stimulus kepada siswa. Misalnya guru memberikan bahan bacaan, gambar, atau meminta para siswa melihat lingkungan sekitar.
2. Problem Statement: Dari stimulus yang diberikan guru, siswa diminta untuk menemukan permasalahan, kemudian mencari informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut, lalu merumuskan masalah.
3. Data Collecting: siswa diminta untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ditemuakan. Selain solusi utama, juga diharapkan menemukan alternatif solusi jika solusi yang ditawarkan mengalami kegagalan.
4. Data Processing: Siswa diarahkan untuk mengaplikasikan konsep pengetahuan yang diperoleh dengan kenyataan hidup sehari-hari.
5. Verification: siswa diminta untuk mengecek kebenaran dari hasil pengolahan data yang sudah dibuat dengan referensi yang diperoleh melalui beberapa sumber yang relevan seperti buku, kemudian membuat kesimpulan sementara.
6. Generalization: Pada tahap akhir siswa diminta untuk menyimpulkan suatu kejadian atau masalah yang sudah dikaji pada tahap-tahap sebelumnya.
2. Model Penemuan (Inquiry Learning)Â
Bruner (1961) menyatakan bahwa belajar yang terjadi melalui metode penemuan, yang mengutamakan refleksi, berpikir, bereksperimen, dan mengeksplorasi sangat efektif. Orang yang menggunakan self discovery dalam belajar ternyata lebih percaya diri.
Discovery adalah suatu cara dari yang tidak diketahui ke yang diketahui oleh peserta didik itu sendiri (Bruner, 1966). Partisipasi aktif peserta didik dalam proses pembelajaran disebut pembelajaran penemuan (Bruner, 1968; Kara & zgn Koca, 2004; Kipnis, 2005).
Dalam pembelajaran penemuan (Inquiry Learning), siswa membangun pengetahuan berdasarkan informasi baru dan data yang dikumpulkan oleh mereka dalam lingkungan belajar eksploratif (De Jong & Van Joolingen, 1998; Njoo, 1994). Maka prinsip dasar pembelajaran inkuiri adalah bahwa siswa sampai pada pemahaman tentang materi pelajaran dengan terlibat dalam penyelidikan mandiri.
Sagala (2006) menyatakan bahwa ada lima langkah yang harus dilakukan dalam menjalankan model inkuiri yaitu: (1) rumusan masalah yang sedang dipecahkan oleh siswa, (2) menetapkan jawaban sementara (hipotesis), (3) siswa mencari informasi, fakta data yang diperlukan untuk menjawab masalah, (4) menarik kesimpulan atau generalisasi dari jawaban, dan (5) kesimpulan atau generalisasi berlaku dalam situasi baru.
3. Model Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL)Â
Dalam pembelajaran berbasis masalah (PBL) siswa menggunakan "pemicu" dari kasus atau skenario masalah untuk menentukan tujuan pembelajaran mereka sendiri.Â
Selanjutnya mereka melakukan studi mandiri dan terarah sebelum kembali ke kelompok untuk mendiskusikan dan mempertajam pengetahuan yang mereka peroleh.Â
Dengan demikian, PBL bukan tentang pemecahan masalah semata, melainkan menggunakan masalah yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman.
Pembelajaran berbasis masalah tidak hanya memfasilitasi perolehan pengetahuan tetapi juga beberapa atribut lain yang diinginkan, seperti keterampilan komunikasi, kerja tim, pemecahan masalah, tanggung jawab mandiri untuk belajar, berbagi informasi, dan menghormati orang lain.Â
Oleh karena itu PBL dapat dianggap sebagai metode pengajaran kelompok kecil yang menggabungkan perolehan pengetahuan dengan pengembangan keterampilan dan sikap generik.
Alur kegiatan model pembelajaran PBL, adalah sebagai berikut:
1. Orientasi; pada tahap ini siswa difokuskan untuk mengamati suatu masalah yang akan dijadikan sebagai objek pembelajaran.
2. Organisasi; siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji.
3. Penyelidikan; para siswa dibimbing baik secara pribadi maupun kelompok untuk mengumpulkan informasi dan melakukan percobaan untuk menyelesaikan masalah yang dikaji.
4. Pengembangan; siswa diminta untuk menyimpulkan hasil kajiannya dan disesuaikan dengan berbagai referensi dari sumber bacaan atau media lainnya.
5. Analisis dan evaluasi; Setelah siswa menemukanjawaban terhadap masalah yang ada, selanjutnya melakukan analisis dan evaluasi.
4. Model Berbasis Proyek (Project- Based Learning/PjBL)Â
Pembelajaran berbasis proyek (PBL) adalah bentuk pengajaran yang berpusat pada siswa yang didasarkan pada tiga prinsip konstruktivis, yaitu pembelajaran adalah konteks-spesifik, peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, dan mereka mencapai tujuan mereka melalui interaksi sosial dan berbagi pengetahuan dan pemahaman (Cocco, 2006).
Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) berpusat pada siswa aktif yang ditandai dengan otonomi siswa, penyelidikan konstruktif, penetapan tujuan, kolaborasi, komunikasi, dan refleksi dalam praktik dunia nyata.Â
Model ini dianggap sebagai jenis pembelajaran berbasis inkuiri tertentu di mana konteks pembelajaran diberikan melalui pertanyaan dan masalah otentik dalam praktik dunia nyata (Al-Balushi & Al-Aamri, 2014) yang mengarah pada pengalaman belajar yang bermakna (Wurdinger, Haar, Hugg, & Bezon, 2007).
Berikut adalah alur penerapan model berbasis proyek (PjBL):
1. Manajemen waktu; Tahap ini berkaitan dengan penjadwalan proyek secara efektif dengan mengkoordinasikan jadwal proyek dengan guru lain.
2. Pengorganisasian; Tahap ini dimaksudkan untuk membuat para siswa berpikir jauh tentang proyek ini sebelum mereka mulai. Siswa diberi rublik yang menjelaskan tentang harapan-harapan apa yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut dan persetujuan bersama tentang beberapa kriteria yang harus ditetapkan sebelum memulai proyek tersebut.
3. Membangun budaya yang menekankan manajemen diri siswa; Pada tahap ini, tanggung jawab dialihkan dari guru ke siswa di mana mereka terlibat dalam desain proyek, mereka membuat keputusan untuk diri mereka sendiri dan mereka didorong untuk belajar bagaimana belajar.
4. Mengelola kelompok siswa; Penekanannya adalah pada pembentukan pola pengelompokan yang tepat, mendorong partisipasi penuh dan melacak kemajuan masing-masing kelompok melalui diskusi, pemantauan dan pencatatan bukti kemajuan.
5. Bekerja dengan orang lain di luar kelas, seperti guru lain, orang tua dan orang-orang dari masyarakat, untuk menyusun kelayakan dan sifat kemitraan eksternal.
6. Mendapatkan hasil maksimal dari sumber daya teknologi, seperti menilai kesesuaian penggunaan teknologi untuk proyek tersebut, memanfaatkan Internet secara efisien dengan didorong untuk membuat pilihan informasi dalam menjelajahi situs web yang relevan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
7. Menilai siswa dan mengevaluasi proyek; Tahap terakhir ini mengacu pada, pertama, pentingnya menilai siswa dengan menggunakan berbagai metode penilaian, termasuk individu dan nilai kelompok dan memberikan penekanan pada kinerja individu di atas kelompok dan, kedua, untuk memberikan pembekalan proyek secara memadai dengan mendemonstrasikan strategi refleksi dan mengumpulkan informasi evaluasi formatif dari siswa tentang proyek dan bagaimana itu memungkinkan untuk ditingkatkan.
Ada enam rekomendasi yang dianggap penting untuk keberhasilan model pembelajaran PBL, yakni:
1. Dukungan siswa: Siswa perlu dibimbing dan didukung secara efektif; penekanan harus diberikan tentang manajemen waktu yang efektif dan manajemen diri siswa, termasuk membuat aman dan penggunaan sumber daya teknologi secara produktif.
2. Dukungan guru: Dukungan reguler perlu ditawarkan kepada guru melalui jaringan reguler dan peluang pengembangan profesional. Dukungan dari kepala sekolah pun sangat penting.
3. Kerja kelompok yang efektif: Kerja kelompok yang baik yang melibatkan partisipasi semua anggota akan sangat membantu keberhasilan pembelajaran.
4. Menyeimbangkan pengajaran didaktik dengan pekerjaan metode inkuiri independen akan memastikan bahwa siswa mengembangkan tingkat pengetahuan dan keterampilan tertentu sebelum terlibat dengan nyaman melakukan pekerjaan mandiri.
5. Penilaian menekankan pada refleksi, evaluasi diri dan penilaian teman. Bukti kemajuan perkembangan belajar siswa perlu dipantau dan dicatat secara teratur.
6. Elemen pilihan dan otonomi siswa selama proses PBL akan membantu siswa mengembangkan rasa kepemilikan dan kontrol atas pembelajaran mereka.
Keempat model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam mendukung penerapan Kurikulum Merdeka. Semoga dapat membantu para pendidik dalam memaksimalkan implementasi Kurikulum Merdeka, yang juga sangat menekankan aksi dan kreativitas, ispiratif, menyenangkan dan berprakarsa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H