Keadilan bukan suatu utopia tetapi sebuah nilai yang perlu diwujudkan. Keadilan bukan ilusi melainkan sebuah kritik bagi hidup kita. Hidup tanpa merasakan keadilan dan memperjuangkannya adalah hidup yang mati, baik secara sosial maupun individual.Â
Namun ketika kita meneropong dan menyimak kembali proses peradilan yang terjadi di Indonesia saat ini, maka sering kali ditemukan penyimpangan-penyimpangan atau mafia dalam peradilan. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antar lain:
a. Tidak Adanya Sikap Jujur Dari Para Penegak Hukum
Seorang yang adil biasanya hidup terbuka, saling percaya dan jujur. Hanya dalam terang keterbukaan, para penegak hukum dalam suatu lembaga peradilan dapat menunjukkan eksistensi dan otoritasnya sebagai orang yang berkuasa untuk memberikan suatu keputusan yang adil.Â
Para penegak hukum diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan dalam suatu proses peradilan. Kekuasaan yang diberikan kepada mereka mempunyai fungsi pelayanan. Karena itu kekuasaan dapat diidentikan dengan tugas pelayanan.
Ketidakjujuran dalam proses peradilan dapat dibuktikan dengan masih adanya praktek KKN. Sangat ironis ketika seorang penegak hukum dalam menangani atau mau memberantas kasus KKN, sedangkan dalam proses penyelesaian masalah itu sendiri terjadi KKN.Â
Dengan sikap tidak jujur itu, seorang penegak hukum dapat memutuskan seorang yang benar-benar salah menjadi benar dan sebaliknya yang seharusnya benar dapat "disulap" menjadi pihak yang salah.
Perlu diingat bahwa meskipun dengan menggunakan suatu sistem secara perhitungan rasional yang sudah efektif, belum tentu mencapai hasil (memberikan keputusan yang adil) kalau pola pelayanannya kurang baik.Â
Kepribadian yang baik atau sikap jujur sangat dituntut bagi para penegak hukum di samping profesianalisme atau pengetahuan hukum yang cukup. Mafia peradilan sering terjadi karena tidak adanya sikap jujur dan bukan karena kekurangmampuan pengetahuan para penegak hukum.
b. Faktor Lingkungan