Â
Budaya dan Pembangunan
Masalah serius yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah "mutilasi budaya". Beberapa waktu lalu ada isu yang mencuat bahwa beberapa budaya Indonesia terus dimutilasi dan digunakan dalam iklan pariwista.Â
Salah satu di antaranya yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini adalah tentang Reog Ponorogo yang diisukan akan diklaim oleh Malaysia. Hal ini mencuat setelah adanya pernyataan dari Muhadjir Effendi sebagai Menteri Kordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI.Â
Persoalan ini merupakan modus baru yang mengancam eksistensi budaya bangsa kita yang menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Namun sebagaimana dilansir dari Kompas TV hari ini (Senin, 18 April 2022), bahwa kedutaan besar sudah mengklarifikasi hal tersebut dengan menyatakan bahwa Malaysia tidak berencana mendaftarkan Reog Ponorogo sebagai salah satu warisan budayanya ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Beberapa tahun sebelumnya, masalah yang sama sering terjadi, mulai dari rencana untuk mengklaim lagu "Rasa Sayang", angklung, batik, Â dan tarian pendet. Terhadap persoalan seperti ini, ada sebuah tanggapan menarik dari Ahmad Nyarwi yang pernah dimuat dalam Harian Kompas, 7 September 2009.Â
Pada bagian awal artikelnya, Ahmad membuat sebuah ilustrasi singkat mengenai pembangunan kota "Putra Jaya" yang dipersiapkan untuk tiga ratus tahun yang akan datang. Ilustrasi sederhana ini di satu pihak merupakan suatu kritikan tajam bagi pemerintah Indonesia yang terkesan "lamban" dalam pembangunan, namun di lain pihak mau mengungkapkan suatu korelasi yang tidak dapat terpisahkan antara kebudayaan dan pembangunan.
Sering orang berbicara tentang kebudayaan dan pembangunan, seakan kedua hal tersebut merupakan dua hal yang terpisah dan berbeda. Umar Kayam, (1987: 310) dalam Budaya dan Pembangunan, mengemukakan bahwa ditinjau dari sudut dialektika perkembangan masyarakat, pembangunan merupakan metodologi sekaligus prasarana pengembangan struktur dan kebudayaan masyarakat.Â
Pembangunan fisik dalam bentuk pelaksanaan rancangan bangunan gedung-gedung dan rancangan tata kota, akan memberi dampak yang berarti bagi proses dialektis antara struktur dan kebudayaan. Bangunan dan tata letak dari gedung-gedung itu akan memberi perspektif baru kepada masyarakat dalam persepsi mereka tentang kota, tentang ruang, tentang pemukiman, tentang gaya hidup.
Demikian juga dengan pembangunan non-fisik, misalnya perubahan yang mendasar mengenai kurikulum pendidikan atau suatu sistem pembinaan seni dalam masyarakat. Pengembangan sistem pembinaan seni tari dalam masyarakat yang menekankan sistem partisipasi dari masyarakat, akan memberi dampak yang mendalam kepada orientasi cita rasa serta dukungan partisipatoris masyarakat terhadap seni tari dalam masyarakat terserbut.
Kerjasama: Sebuah Solusi