Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasih: Buah Utama dari Pantang dan Puasa

14 April 2022   09:35 Diperbarui: 3 September 2022   06:48 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Kitab Hukum Kanonik (Kan 1249-1253) puasa berarti makan kenyang sehari sekali. Sedangkan pantang berarti tidak makan daging atau salah satu jenis makanan tertentu yang sudah ditentukan secara pribadi atau secara bersama-sama. Tidak ada jam yang ditetapkan untuk tidak makan atau menunda jam makan, melainkan mengurangi atau tidak makan sesuatu yang menjadi kesukaan. 

Lebih dari itu, puasa dan pantang tidak hanya berkaitan dengan tidak makan atau mengurangi makanan. Bagi orang Katolik, puasa dan pantang merupakan tanda pertobatan dan tanda penyangkalan diri, serta upaya untuk mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus yang wafat di atas kayu salib. Oleh karena itu puasa dan pantang tidak pernah terlepas dari doa dan amal kasih sebagai silih atas dosa dan keselamatan dunia.

Berpuasa dan berpantang adalah ulah tobat yang perlu dilakukan oleh seseorang untuk membangun relasi yang akrab dengan Tuhan, sekaligus tidak mengabaikan kasih kepada sesama. Sebagaimana dengan doa dan kegiatan rohani lainnya, hal yang paling diutamakan adalah hati yang terarah pada Tuhan. Dengan menyadari hal ini maka kita akan terhindar dari bahaya ritualisme keagamaan yang bersifat semu. Yesus sendiri memberi nasihat "Apabila engkau berpuasa, jangan seperti orang munafik yang berusaha supaya dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa. Bapa yang ada di tempat tersembunyi akan melihatnya dan membalasnya kepadamu" (Bdk. Mat 6:16-18).

Jadi tolak ukur berpuasa dan pantang adalah pengendalian diri, ugahari (tahu batas) dan mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Kristus sendiri. Tujuan ulah tobat ini bukan hanya untuk kepentingan diri pribadi, melainkan keselamatan bagi semua orang. Dengan demikian, pantang tidak hanya sebatas tidak makan makanan tertentu, tetapi berusaha untuk tidak melakukan kejahatan, seperti pantang membicarakan kejelekan orang lain, pantang memusuhi orang, pantang dendam, pantang membenci orang yang berbeda dengan kita, pantang meyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian, atau pantang hal-hal yang menjadi kesukaan kita tetapi merugikan diri sendiri dan orang lain.

Masa pantang dan puasa selama 40 hari yang dikenal juga dengan masa prapaskah, merupakan kesempatan bagi umat Katolik sebagai latihan rohani untuk membaharui diri, sehingga memulihan kembali relasi dengan Tuhan dan sesama yang selama ini rusak karena dosa. Oleh sebab itu, puasa dan pantang harus disertai dengan doa dan amal kasih. Jika kita hanya melakukan mati raga dengan tidak makan dan minum atau menguranginya, tetapi kita masih  belum bisa mengampuni dan mengasihi sesama, maka puasa dan pantang kita seakan tidak berarti. Apabila kita hanya berusaha untuk meningkatkan ibadat dan doa sebagai bentuk perwujudan dari iman kita, tetapi kita tidak mengamalkan kasih dalam hidup kita sehari-hari kepada sesama kita, maka doa kita terasa hampa dan sia-sia. Bagi Yesus, cinta kasih adalah hukum yang paling utama dan terutama. Segala latihan rohani seperti puasa dan pantang, doa dan ibadah, serta ritual keagamaan lainnya, harus berbuah dalam tindakan kasih; kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama. 

Perayaan Tri Hari Suci yang dimulai pada hari ini (Kamis Putih), mengingatkan kita kembali tentang pentingnya buah kasih itu dalam hidup kita. Pada perayaan Kamis Putih, melalui upacara pembasuhan kaki, Yesus ingin mengajak kita melakukan hal yang sama seperti Diri-Nya, saling mengasihi dan melayani. Demikian pula dalam perjamuan Ekaristi, roti dan anggur yang diberikan menjadi simbol pemberian diri Yesus, sekaligus ajakan bagi kita untuk siap "dipecahkan" dan "dibagikan" kepada jiwa-jiwa yang lapar dan haus akan kebenaran dan cinta kasih. Pada hari Jumat Agung, dengan kematian di kayu Salib, Yesus ingin mengajarkan kepada kita bahwa kasih itu tidak lain adalah kurban. Pada perayaan Paskah ingin ditegaskan bahwa kasih yang kurban itu tidak akan pernah sia-sia. Selamat memasuki Tri Hari Suci. Semoga ulah tobat kita berbuah melalui tindakan kasih dalam hidup kita. Tuhan memberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun