Presiden Joko Widodo mengungkapkan kejengkelannya kepada para kepala daerah dan sejumlah manteri yang masih belanja impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Beberapa pejabat yang disentil oleh presiden adalah kepala daerah, BUMN, TNI-POLRI, Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Kemendikbud-Ristek, dan Jaksa Agung. Hal ini disampaikan Jokowi dalam sambutannya pada acara Afirmasi Bangga Buatan Produk Indonesia, pada hari Jumat 25 Maret 2022. Menurut Jokowi, mengimpor CCTV, kertas, bolpoin, dan lain-lain, sebenarnya tidak perlu dilakukan karena Indonesia adalah negara maju yang bisa memproduksi barang-barang tersebut di dalam negeri. Hal ini sangat disayangkan, para pejabat tinggi yang disinggung oleh Presiden, yang seharusnya menjadi ujung tombak untuk mempromosikan kecintaan terhadap produk lokal, justru melakukan hal yang tidak diharapkan.
Menurut orang nomor satu RI ini, dengan memproduksi sendiri barang dalam negeri ada banyak manfaatnya, antara lain akan menyerap jutaan tenaga kerja yang tentunya akan menurunkan angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, Jokowi merasa gregetan jika banyak barang harus dibelanjakan dari produk luar negeri. Rasa jengkel Jokowi disampaikan secara terbuka, sampai dua kali mengatakan bodoh, hingga mengacam untuk reshuffle para manteri yang masih berani mengimpor barang dan merencanakan akan secara terbuka mengumumkan kepala daerah yang tidak mencapai target penggunaan produk dalam negeri. Namun sayang, atau boleh dikatakan aneh, kejengkelan presiden ini justru disambut dengan tepuk tangan dari para hadirin, hingga akhirnya dilarang oleh presiden untuk tepuk tangan jika semua belum sukses melakukan amanatnya.Â
Terlepas dari banyak hal menarik lainnya yang ramai diperbincangkan usai sambutan ini, namun peristiwa kejengkelan yang disambut dengan tepuk tangan, cukup menarik perhatian saya. Walaupun demikian saya tidak mengulasnya secara panjang lebar. Saya ingin menanggapi hal ini secara singkat dengan sebuah perumpaan sederhana. Saya hanya mengibaratkan kejadian ini seperti seorang guru yang marah terhadap muridnya karena tidak mengerjakan PR, tetapi malah gurunya ditertawain. Bagaimana reaksi seorang guru yang menghadapi siswa seperti ini? Tentu akan ada beragam reaksi tetapi terlepas dari itu yang biasanya dipersoalkan adalah tentang pendidikan karakter, pendidikan moral dan sebagainya. Ya, mungkin itulah salah satu contoh degradasi moral dalam diri anak milenial. GURU yang sejatinya diGUguh lan ditiRU, malah diGUyu lan ditinggal tuRU.Â
Inilah generasi yang berubah, agak aneh tapi nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H