Bahkan hingga Rapimnas Golkar terakhir ada kalimat yang seakan-akan mengatakan, Aburizal adalah satu-satunya wakil sah yang diusung partai berlambang beringin itu untuk menjadi Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden RI. Jika ada kader-kader Golkar yang mendukung calon lain selain Aburizal Bakrie, maka silahkan mengundurkan diri dari jabatan strukturalnya.
Faktanya, bisa kita saksikan banyak yang mengundurkan diri. Di calon partai lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berkembang pula gerak cepat dinamika partai. PDI-P memilih Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Partai Golkar menjadi Calon Wakil Presiden RI mendampingi Joko Widodo.
Sepertinya Partai Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie salah tingkah. Mereka menerima jabatan setingkat Menteri dan tidak lagi mendesak jabatan Wakil Presiden atau Presiden, karena posisi itu sudah diisi partai-partai yang berkoalisi lebih dulu.
Akhirnya Partai Golkar berlabuh ke Calon Presiden Prabowo. Memang ada persoalan , mengapa Partai Golkar secara resmi mendukung Gerindra, yang jelas jelas Calon Presiden dan Wakil Presidennya berasal dari partai lain. Sementara PDI-P mengusung Jusuf Kalla, mantan Ketua Umum Golkar sebagai Calon Wakil Presiden RI ?
Nah, boleh jadi jika nantinya Aburizal Bakrie suatu ketika tidak menjabat Ketua Umum Partai Golkar menjadi Calon Presiden atau Wakil Presiden, boleh saja kader Golkar yang resmi pun tidak wajib mendukungnya.
Kalau demikian, apa yang terjadi sekarang ini di Partai Golkar. Sudah tidak adakah rasa soliditas dan solidaritas di antara sesama kader? Kalaulah bisa disebut politik dua kaki, tetapi tidak eloklah melakukan hal demikian. Kecuali kalau Jusuf Kalla waktu itu bertarung bukan sebagai Calon Wakil Presiden RI. Inilah yang banyak disesalkan kader-kader Golkar lainnya. Jika semua kader Golkar yang mendukung Jusuf Kalla di PDI-P diwajibkan melepas jabatan strukturalnya, tetapi tidak mungkinlah terhadap Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla tumbuh dengan sendirinya sebagai kader Golkar yang berhasil. Bagi Jusuf Kalla dengan mengunjungi kediaman Suhardiman, pendiri Partai Golkar dan Soksi, di Cipete, Jakarta Selatan baru-baru ini secara tidak langsung memberikan contoh, beginilah seharausnya kader Golkar berbuat.
Sangat jelas apa yang dikatakan Jusuf Kalla, "Saya datang sebagai kader Golkar dan mantan Ketua Umum Golkar. Datang ke sini untuk minta restu kepada pendiri Golkar," kata Jusuf Kalla di kediaman Suhardiman Jl. Kramat Batu No.1 Cipete, Jakarta Selatan, Senin, 26 Mei 2014.
Suhardiman merupakan satu satunya pendiri Golkar yang masih hidup waktu itu. Di usia senjanya ia tetap mengikutin perkembangan politik di Tanah Air. "Saya tetap mengikuti perkembangan politik dan tahu kalau Pak JK maju dalam Pilpres mendampingi Jokowi. Saya mendukung dan mendoakan Pak JK dan Jokowi agar terpilih dan membawa rakyat Indonesia jadi makmur dan sejahtera," kata Suhardiman. "
Prof. Dr. Suhardiman, S.E, lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 16 Desember 1924 dan meninggal di Jakarta, 13 Desember 2015 diusia 90 tahun. Ia adalah tokoh politik yang telah melewati lima masa kepemimpinan Indonesia: zaman Hindia Belanda, zaman Jepang, Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, dan masa reformasi. Suhardiman kerap disebut sebagai dukun politik karena intuisinya sangat kuat dalam memprediksi peristiwa politik terutama dalam konteks suksesi kepemimpinan dan merupakan satu-satunya pendiri Partai Golkar.
Suhardiman juga turut mewarnai perjalanan politik Indonesia bersama dengan SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia), yang awalnya dia dirikan untuk membendung penyebaran paham komunisme oleh PKI. Dalam perjalanannya, SOKSI menjadi salah satu ormas yang melahirkan Partai Golkar dan menjadi tempat pengkaderan para pemimpin bangsa.