Perlu dicatat, sebenarnya sewaktu ISI (Negara Islam di Irak) masuk ke wilayah itu setelah Presiden Irak Saddam Hussein digantung, maka Rusia mendukung kepemimpinan Presiden Suriah Bashar al-Assad, hingga nasibnya tidak seperti Saddam Hussein.
Bashar al-Assad bisa meneruskan pemerintahannya hingga sekarang Tetapi HTS yang didukung AS ini menjadi pekerjaan rumah baru untuk Presiden Suriah Bashar al-Assad dan pendukungnya Rusia.
HTS ini hampir mirip dengan ISIS. Ia memiliki sejumlah besar pejuang asing, kemungkinan sekitar 20 persen dari total pasukannya. HTS sekarang menguasai hampir 60 persen wilayah provinsi Idlib. Kelompok ini telah membentuk pemerintahan sipil yang menarik pajak cukai di perbatasan dengan Turki.
Jika mengamati dan menyimak perkembangan di Suriah, dunia semakin cemas akan terjadinya pertarungan besar-besaran di antara Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, dengan Rusia, juga dengan sekutunya.
Sudah tentu masyarakat internasional masih ingat pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar jangan menyulut pertikaian di Suriah.
Sudah tentu peringatan Presiden Putin ini terjadi setelah pesawat tempur Israel ditembak jatuh oleh pasukan militer Suriah. Peringatan ini boleh jadi bisa diterima oleh Israel, sebaliknya boleh jadi ditolak. Saya memprediksi akan diabaikan saja oleh Israel. Bukankah Israel merupakan sekutu terdekat AS?
Selanjutnya, Jerman, sekutu AS sudah mengingatkan Suriah bahwa negara itu telah menggunakan senjata kimia. Sebelumnya Ban Ki Moon, ketika masih sebagai Sekretaris Jenderal PBB, ikut mengecam Suriah menggunakan senjata kimia.
Peristiwa ini sudah tentu mengingatkan kita akan invasi AS dan sekutunya ke Irak. Alasan penyerangan itu, Irak nemiliki senjata pemusnah massal. Meski kemudian tidak ada bukti yang kuat, Presiden Irak tetap saja dinyatakan membantai suku Kurdi dan Syiah. Akhirnya, ia dihukum gantung di negaranya sendiri.
Apakah dunia, termasuk Indonesia memprotesnya, di mana pimpinan negara yang secara legal dipilih rakyatnya kemudian dihukum gantung oleh rakyatnya, dalam tanda kutip diperintahkan AS, memprotes? Tidak, termasuk Indonesia.
Saya masih ingat bagaimana Menteri Luar Negeri kita Hassan Wirajuda meng-ubah kebijakan luar negeri RI dengan memaklumi apa yang terjadi di Irak.
Sebelumnya? Sesuai isi buku yang saya tulis tahun 1998 "Saddam Hussein Menghalau Tantangan," halaman 134 di sub bab "Sikap Indonesia Terhadap Irak," yang penterjemahan dari bahasa Arab dibantu Kedutaan Besar Irak di Jakarta, dikutip pernyataan Menlu RI Ali Alatas: