Hari ini, Rabu, 17 Juli 2019, Goenawan Mohamad di twitternya membuat beberapa catatan mengenai acara peluncuran novel Don Quijote yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan sudah berlangsung di Komunitas Salihara, Jakarta.
Saya hadir di acara terakhir Festival Don Quijote pada hari Minggu, 14 Juli 2019 karena memperoleh undangan dari Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sebuah kehormatan buat Yayasan Pustaka Obor Indonesia karena novel itu diterjemahkan di penerbit mantan wartawan Moctar Lubis itu. Buat saya, yayasan ini tidak terlalu asing, karena buku yang saya editori berjudul : "Catatan BM Diah, Peran 'Pivotal' Pemuda Seputar Lahirnya Proklamasi 17-8-'45," tahun 2018. Juga sebelumnya saya ikut membantu edisi revisi buku ibu Dewi Rais Abin berjudul: "Hidayat, Father, Friend and A Gentleman," tahun 2016.
Goenawan Mohamad hari itu menjadi pembicara. Ia terlihat masih enerjik meski usianya sudah 77 tahun. Ia juga adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka,, salah seorang pendiri Majalah "Tempo." Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter.
Kisot, Don Kihote, atau sesuai ejaan aslinya Don Quixote, adalah salah satu novel karya Miguel de Cervantes. Novel ini diterbitkan dalam 2 volume, pada 1605 dan 1615, dengan nama lengkap Sang Bangsawan Cerdik Don Kihote dari Mancha, (bahasa Spanyol: El ingenioso hidalgo don Quixote de la Mancha). Don Kihote dianggap sebagai salah satu karya literatur dari Era Keemasan Spanyol dan kesusastraan Spanyol yang paling berpengaruh sepanjang masa.
Sebagai salah satu novel pertama dalam kanon sastra Barat modern, novel ini sering muncul dalam daftar karya fiksi terbaik sepanjang masa, seperti Bokklubben World Library yang mengutip Don Quixote sebagai pilihan penulis untuk "karya literatur terbaik yang pernah ditulis"
Novel ini sesungguhnya adalah dua buku terpisah yang meliputi petulangan-petulangan Don Kihote, yang juga dikenal sebagai ksatria atau laki-laki dari La Mancha, seorang pahlawan yang mengemban antusiasmenya serta penipuan dirinya sendiri sehingga terjadi akhir yang tidak diharapkan dan lucu.
Di satu pihak, Don Kihote berfungsi sebagai sebuah satir romansa kaum ksatria yang menguasai dunia sastra pada zaman Cervantes. Namun, novel ini juga memungkinkan Cervantes menerangi berbagai aspek dari sifat manusia dengan menggunakan contoh-contoh yang konyol dari Don Kihote yang dikuasai oleh ilusinya sendiri.
Karena novel ini -- khususnya bagian pertamanya -- ditulis dalam bagian-bagian yang diterbitkan secara terpisah-pisah, dalam penulisannya terjadi beberapa hal yang tidak saling terkait. Dalam pendahuluan dari bagian keduanya, Cervantes sendiri menunjukkan beberapa dari kesalahan ini, tetapi ia enggan mengoreksinya, karena ia menganggap semua itu telah dikecam oleh para kritikusnya dengan berlebih-lebihan.
Cervantes dengan penuh semangat mencoba menggambarkan tokohnya dengan hidup, seperti yang terbukti oleh karya-karyanya. Di bawah pengaruh perasaan ini, ia membuat potret yang alamiah dan mencolok tentang Don Kihote yang penuh dengan jiwa kepahlawanan.
Ia digambarkan sebagai seseorang yang berjiwa luhur, dan begitu semangat mengagumi segala sesuatu yang baik dan agung. Meskipun memiliki semua sifat yang baik itu, kebetulan saja ia berwatak agak gila.