Asumsi masyarakat selama ini, salah satu alasan mengapa pertumbuhan sawit tidak terkendali saat ini adalah ketidakmampuan pemerintah pusat untuk menjangkau berbagai tata kelola lahan di tingkat lokal, di mana sebagian besar perkebunan sawit masih berada di bawah kendali jejaring "de facto" dari pejabat setempat. Para pejabat menuai keuntungan pribadi dari perkebunan dan tetap melanjutkan ekspansi. Politisi lokal memberikan izin (kerap ilegal) kepada konsesi sawit dan perusahaan sumber daya alam lainnya dalam rangka memperoleh komisi, yang sering disalurkan ke kampanye politik Pilkada.
Ketika Presiden Joko Widodo ( Jokowi) melantik 17 Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI di Istana Negara, Jakarta, salah seorang di antara 17 Dubes itu adalah Todung Mulya Lubis yang diangkat menjadi Duta Besar untuk Norwegia dan Islandia.
Baru-baru ini, Todung Mulya Lubis berbicata mengenai kelapa sawit. Ia berbicara di tengah gempuran kampanye sawit negatif di Norwegia.
Ternyata sawit t berperan penting dalam pencapaian target-target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di lndonesia, di samping merupakan industri strategis bagi perekonomian Indonesia. Upaya kolektif pemerintah, kalangan bisnis, dan masyarakat dinilai berhasil dalam mempertahankan kelestarian lahan gambut dan sawit.
Hal itu yang mengemuka dalam seminar bertajuk "Kontribusi Gambut dan Sawit Lestari dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan" yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Oslo, pada tanggal 28 Juni 2019 di Gedung Pertemuan Konfederasi Bisnis Norwegia (Nringslivets Hovedorganisasjon/NHO) di Oslo, Norwegia. Seminar dihadiri oleh sekitar 80 (delapan puluh) orang peserta dari kalangan pemerintah, akademisi, bisnis, dan LSM di Norwegia.
Duta Besar RI untuk Norwegia dan Islandia, Todung Mulya Lubis, mengatakan bahwa seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman termutakhir kepada publik Norwegia mengenai kontribusi industri kelapa sawit lestari dan gambut pada upaya-upaya pencapaian target-target Sustainable Development Goals (SDG) di Indonesia.
"Keberhasilan Indonesia dalam melestarikan sawit dan gambut tidak lepas dari kerja kolektif pemerintah, bisnis, dan masyarakat," ungkap Dubes Mulya Lubis. "Kunjungan Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia ke Papua Barat pada bulan Februari 2019 lalu, dapat menyaksikan secara langsung keberhasilan Indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan. Indonesia dapat mengintensifkan produksi sawit lestari tanpa mengurangi luas hutan di Papua Barat."
Hadir sebagai pembicara Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG); Dono Boestami, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS); Vemund Olsen, Rainforest Foundation Norway; Prof. Yanto Santosa, Institut Pertanian Bogor (IPB); Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI); Kristine Vergli Grant-Carlsen, CEO perusahaan energi St1 Norway; Axel Heiberg-Andersen, Manager Corporate Communication Nestl Norway; Prof. Pietro Paganini, John Cabot University, Roma; dan moderator Pl Davidsen dari lembaga Rud Pedersen.
Marit Vea, Penasehat Politik untuk Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, mengatakan bahwa Norwegia dan Indonesia perlu mencari solusi untuk isu sawit. "Kita telah berhasil mencari kepentingan bersama pada program kerja sama lingkungan hidup REDD+ dan Indonesia-European Free Trade Agreement (EFTA) Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)," tutur Marit Vea.
Sebagaimana diketahui, Parlemen Norwegia pada tahun 2017 menerbitkan resolusi untuk mengurangi penggunaan minyak sawit dalam produk biodiesel yang beredar di Norwegia. Di sisi lain, Indonesia terus mengupayakan kualitas sawit lestari, salah satunya melalui program biodiesel.
"Indonesia tengah mengembangkan teknologi untuk mengkonversi minyak sawit menjadi bio-hydrocarbon fuel untuk memproduksi green diesel, green gasoline, dan green avtur," ungkap Dono Boestami, Dirut BPDP-KS.