Pemandangan seperti ini selalu kita saksikan jika berkunjung ke perbatasan Jalur Gaza-Israel. Juga di sekitar Masjid al-Aqsa. Pemandangan kebiadaban pasukan Israel terhadap warga Palestina.
Baru-baru ini, lembaga-lembaga Palestina yang bertanggung jawab atas urusan tahanan melaporkan, bahwa 905 warga Palestina, termasuk 133 anak-anak dan 23 wanita ditangkap selama bulan Maret dan April yang lalu.
Jumlah tersebut terus bertambah karena Israel terus menangkap anak dan baru-baru ini sekitar 250 anak ditangkap dan memasukkannya ke dalam penjara. Apalagi menjelang hari kemerdekaan umat Yahudi itu yang setiap tahunnya diperingati oleh mereka yang dulunya adalah wilayah Palestina pada 14 Mei setiap tahunnya (bangsa Yahudi itu memproklamirkan kemerdekaannya pada 14 Mei 1948).
Sesuai dengan melihat peta di atas, sebenarnya wilayah Palestina tahun 1947, utuh milik warga Palestina. Tetapi setelah warga Yahudi memproklamirkan kemerdekaan tahun 1948, wilayah Palestina terpecah-pecah, bahkan wilayah yang pernah utuh itu sebagian besar dikuasai tentara Israel. Strategi yang dilakukan Israel adalah terus membangun pemukiman baru untuk warga Yahudi di wilayah Palestina. Akibatnya, warga Palestina yang semula memiliki rumah dan tanah ditempati warga Yahudi.
Pada hari kemerdekaan Israel kali ini kita sering melihat wajah seorang perempuan tua yang sudah berusia 72 tahun, tetapi masih sehat dan banyak berkomentar tentang warga Palestina dan mengecam aksi brutal pasukan Israel terhadap bangsa Palestina.
Ia dikenal dengan nama Hanan Ashrawi. Nama lengkapnya Hanan Dhariaoud Khalil Ashrawi. Lahir di Ramallah, Tepi Barat, Palestina, 8 Oktober 1946. Ashrawi adalah seorang sarjana Palestina yang beragama Kristen Anglikan. Ia terkenal sebagai salah seorang jurubicara Palestina yang paling fasih. Dalam pekerjaannya sebagai seorang sarjana maupun kegiatan politiknya, ia merupakan anak asuh dan belakangan rekan dan sahabat dekat dari Edward Said.
Ayah Ashrawi adalah salah seorang pendiri Organisasi Pembebasan Palestina. Ashrawi mendapatkan gelar Sarjana dan Masternya dari Fakultas Bahasa Inggris di Universitas Amerika di Beirut. Ia memperoleh gelar Ph.D. dalam Sastra Abad Pertengahan dan Perbandingan dari Universitas Virginia, Charlottesville, Virginia, Amerika Serikat (AS). Terakhir ia tidak bisa masuk ke AS karena seluruh petinggi Palestina dicabut visanya.
Kementerian Luar Negeri AS memang telah mencabut kembali visa untuk keluarga duta besar Organisasi Pembebasan Palestina, PLO, Minggu, 16 September 2018. Pencabutan visa ini kian memperburuk hubungan antara pemerintahan Trump dengan kepemimpinan Palestina.
Duta Besar Husam Zomlot yang juga Kepala Delegasi Umum PLO di AS mengatakan, keluarganya termasuk dua anaknya yang masih kecil terpaksa harus meninggalkan Amerika Serikat setelah visanya tidak bisa diperpanjang bersamaan dengan penutupan kantor PLO.
Hubungan Palestina-AS semakin buruk setelah Presiden AS Donald Trump memutuskan bahwa Jerusalem adalah ibukota Israel. Juga dengan Suriah, hubungan dengan Israel diperburuk setelah Trump mengatakan Dataran Tinggi Golan milik Israel.
Dataran Tinggi Golan adalah sebuah dataran tinggi di wilayah perbatasan Israel, Lebanon, Yordania dan Suriah. Awalnya, merupakan bagian dari wilayah negara Suriah, namun kini wilayah ini dikuasai oleh Israel. Bahkan Israel tidak ingin mengembalikan kepada Suriah. Diperkuat lagi dengan pernyataan Trump, bahwa Dataran Tinggi Golan milik Israel.