Rusia semakin menunjukan kredibilitasnya di dunia internasional. Setelah kedatangan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un ke Rusia, Kamis, 25 April 2019, dunia semakin yakin bahwa masalah Semenanjung Korea harus pula melibatkan Rusia.
Hal itu terlepas dari latar belakang Kim Jong-un ingin meminta bantuan dana, akibat Amerika Serikat (AS) masih mengembargo ekonomi Korut, tetapi kunjungan Kim ke Rusia sungguh di luar dugaan pengamat internasional.
Sejauh ini, Kim Jong-un selalu berkunjung ke Republik Rakyat Cina (RRC), ketika ia ingin berunding dengan Korea Selatan (Korsel) atau dengan AS.
Tidak pernah nama Rusia terlintas dipikiran Kim Jong-un, meski kedua negara ini pernah berhubungan erat di masa ayahnya Kim Jong-un, yaitu Kim Jong-il. Bahkan ayahnya Kim Jong-il, yaitu Kim Il-Ilsung adalah seorang mayor Tentara Merah Soviet. Tanpa bantuan tentara Soviet, mustahil tentara Korut bertahan.
Uni Soviet di masa Mikhail Gorbachev menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet ketika berkuasa, di satu sisi dianggap sebagai suatu pembaruan, tetapi di sisi lain, Uni Soviet terpecah.
Munculnya Vladimir Putin yang mengubah nama Uni Soviet menjadi Rusia dan tekadnya menganeksasi Crimea, sebuah langkah berani Putin mengembalikan kejayaan negara bekas Uni Soviet itu.
Bahkan dalam pertempuran di Suriah, maka Rusia menunjukkan giginya membantu Presiden Suriah Bashar al-Assad. Tanpa bantuan Rusia, sudah tentu Suriah akan hancur seperti terangganya Irak.
Kejayaan Putin dimulai ketika ia terpulih kembali menjadi Presiden Rusia, hari Minggu, tanggal 18 Maret 2018 lalu dengan mengunjungi Crimea.
Bagi Putin, mengambil alih Crimea merupakan keberhasikannya sebagai seorang Presiden Rusia selama ini, yang sekaligus memperingati tahun keempat, pasukan Rusia mengambil alih Crimea dari tangan Ukraina, yang dulunya adalah negara bahagian Uni Soviet. Sewaktu Mikhail Gorbachev menerapkan pembaruannya di Uni Soviet, Ukraina yang mencakup sebuah kepualuan terpisah (Crimea) lepas dari Uni Soviet.
Setelah melihat situasi tidak menentu di bekas negara bahagiannya, Ukraina dengan jatuhnya Presiden Ukraina Victor Yanukovych yang tidak mau menandatangani Perjanjian Asosiasi Ukraina dengan Uni Eropa, sehingga berakibat penggulingan dirinya pada 22 Februari 2014, Putin merasa perlu masuk kembali ke bekas negara bahagiannya dengan menganeksasi Semenanjung Crimea dari Ukraina. Sejak itu pula Uni Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara Barat menjatuhkan berbagai sanksi kepada Rusia.
Putin menganggap, keberhasilannya menganeksasi Semenanjung Crimea adalah keberhasilannya selama menjadi Presiden Rusia. Untuk itulah jelang Pilpres Rusia 2018, ia menyempatkan diri ke Crimea. Apalagi Putin waktu itu akan menjadikan Crimea sebagai tuan rumah musabaqah tilawatil Al-Qur'an pada awal Juni 2018.