Membandingkan jumlah pendiduk Republuk Rakyat China (RRC) dan Indonesia, yaitu sama-sama berjumlah banyak. Tetapi RRC lebih maju dalam berbagai bidang. Apa sebabnya?
Pertama, sungguh-sungguh dalam hal memberantas korupsi. Di RRC siapa pun yang melakukan korupsi dihukum berat, hukuman seumur hidup atau mati. Baru-baru ini jenderal senior dan mantan Panglima Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) , Fang Fenghui, dihukum penjara seumur hidup. Juga mencabut hak pilitiknya seumur hidup dan memerintahkan penyitaan seluruh harta pribadinya. Boleh juga dikatakan pemiskinan hidupnya, gara-gara korupsi.
Pemberantasan koruptor di China juga sampai ke luar negeri. Banyak para koruptor China ditangkap di luar negeri dan dihukum berat di tanah airnya.
Sikap RRC yang tidak kompromi dengan para koruptor menjadikan negara itu kini sangat diperhitungkan di dunia.
Baru-baru ini CNN melaporkan bahwa RRC selalu berusaha memodernisir teknologinya dengan diam-diam mencurinya dari Amerika Serikat (AS). Hal ini menjadi laporan CNN, betapa China ingin sekali menjadi negara yang diperhitungan di tengah-tengah percaturan politik yang semakin membahayakan di berbagai kawasan akhir-akhir ini.
Sekaligus berkemungkinan melapangkan konsep Jalan Suteranya di bidang ekonomi yang sudah mencapai Benua Afrika. Untuk mencapainya, para generasi muda China yang menuntut ilmu di AS tidak sekedar menuntut ilmu, begitu pula ahli riset mereka, rela menjadi mata-mata, hanya untuk mengambil alih teknologi AS dan kemudian dikirim ke negaranya. Tidak jarang juga, agen rahasianya menikah dengan ahli teknologi AS.
Bulan Agustus 2015, seorang mahasiswa teknologi di Chicago mengirim email kepada seorang rekannya di RRC dengan judul "Midterm test questions." Lebih dua tahun kemudian disadap dalam akun Agen Rahasia AS, FBI di selatan distrik Ohio.
Diperoleh informasi agen intelijen China berada di balik pengiriman data tersebut. Mereka mengidentifikasi, penulis email adalah Ji Chaogun, seorang warga negara China yang pergi ke pusat Angkatan Bersenjata AS. Ji kemudian ditahan di AS, bulan September tahun lalu dengan tuduhan menjadi agen mata-mata ilegal.
Tanggal 24 Januari 2019 lalu, Ji terlihat, tetapi muncul pertanyaan, apakah ia dihukum atau tidak. Yang lebih utama dipertanyakan sekarang adalah, apakah ada di antara sekitar 350.000 pelajar China setiap tahunnya ke AS, ada yang menjadi mata-mata?
Yang jelas Direktur CIA Gina Haspel memperingati tahun lalu bahwa masalah mata-mata China bisa juga berpengaruh ke Asia. Boleh jadi ke Asia Tenggara seperti Indonesia. Salah seorang menteri kita beberapa waktu yang lalu pernah mewawancarai para pekerja China.
Bangak juga di antaranya masa menetap di Indonesia sudah habis. Menteri waktu itu sedikit marah, ya, mereka harus dipulangkan ke negaranya.