Mantan Kapolri Jenderal (Purn/Kepolisian)) Awaloeddin Djamin meninggal dunia karena sakit. Almarhum pernah menjabat sebagai Kapolri pada tanggal 25 September 1978 - 3 Desember 1982.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Syahar Diantono, Kamis, 31 Januari 2019, menginformasikan. bahwa Jenderal (Purn) Awaloedin Djamin meninggal sekitar pukul 14.55 di RS Medistra Jakarta Selatan, Kamis, 31 Januari 2019. Jenazah almarhum akan dibawa ke kediaman di rumah duka di Jalan Daha III No 7 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rencananya jenazah akan dikebumikan esok hari di TPU Tanah Kusir.
Syahar mewakili Polri mengucapkan duka cita dan mengenang jasa-jasa Jenderal (Purn) Awaloedin Djamin yang menjabat sebagai Kapolri selama 4 tahun. Polri mengucap banyak terima kasih atas dedikasi tinggi yang diberikan almarhum untuk Polri selama menjadi anggota Korps Bhayangkara.
Awaloedin Djamin lahir di Padang, 26 September 1927. Berarti ia meninggal di usia 91 tahun. Almarhum merupakan sahabat karib Letnan Jenderal TNI (Purn) Rais Abin. Mengapa saya harus mengatakan demikian? Ketika meluncurkan buku yang saya tulis, "Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012), di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, 12 Desember 2012, saya menyaksikan dua sahabat ini akrab memasuki tempat acara.
Awaloedin Djamin dalam rangka menyemangati generasi muda dengan ucapan "...Bila sekarang ada satu Bung Hatta dan satu Sutan Syahrir, di masa yang akan datang akan ada beratus-ratus Hatta dan beribu-ribu Syahrir."
Kalimat ini bisa kita baca, apabila kita berkunjung ke Museum Polri yang letaknya berdampingan dengan Markas Besar Polri. Almarhum tercatat sebagai Kapolri Kedelapan. Masa kecilnya dan sekolah dari sekolah dasar hingga menengah atas dilaluinya di kota Padang, Sumatera Barat. Awaloedin adalah sosok yang memiliki cukup kelebihan. Selain sebagai polisi yang piawai, ia juga adalah politisi yang handal dan akademisi yang brilian. Ia lahir dari keluarga bangsawan.
Selesai pendidikan setingkat SMA di Padang, Awaloedin melanjutkan ke Universitas Indonesia, Jakarta, 1949-1950). Putra pertama Marah Djamin ini lantas masuk Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) yang diselesaikannya tahun 1955. Fokus pemikiran dan kerjanya ketika menjabat Kapolri adalah membenahi secara menyeluruh "overall reform) untuk meningkatkan citra dan wibawa polisi di mata masyarakat. Ia melakukan dengan kebijakan terpadu yang dikenal dengan "Program Pembenahan dan Peningkatan Citra Diri."
Pada waktu itu pula, Awaloedin telah meletakan dasar organisasi kepolisian modern. Tiga kebijakannya semasa Kapolri yang patut dicatat dalam sejarah adalah pembenahan organisasi, pendidikan kepolisian dan kerja sama luar negeri. Pada masa jabatannya ini, ia dan jawatan polisi lainnya terlibat aktif dan menyumbangkan banyak hal untuk lahirnya KUHAP, UU No 8 tahun 1981 yang disahkan DPR.
Awaloedin adalah orang yang "low profile,"dan juga obyektif. Hal ini terlihat dengan pengakuannya sendiri ketika di masa akhir jabatannya bahwa masih banyak kelemahan dalam tubuh Polri. Meskipun sesungguhnya program ;overall reform," nya sungguh sangat berguna dan dampak perubahan itu telah dirasakan semua jajaran kepolisian di seluruh wilayah Indonesia.
Awaloedin pensiun dalam usia 55 tahun. pada 11 Desember 1982. Tetapi ia langsung diserahi jabatan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Juga Sekretaris Dewan Pembina Golkar bersama dengan Cosmas Batubara, Harmoko, Abdul Gafur dan Sapardjo.
Ia adalah juga Dekan PTIK dan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara di UI. Ia diminta pula memimpin Universitas Pancasila yang didirikan tahun 1984. Ia aktif di berbagai organisasi, seperti KADIN, SPSI, YTKI, Permanin , Alumni Jerman, Gebu Minang, Persatuan Tarbiah Islamiah, Asosiasi Kriminologi Indonesia dan Perhimpunan Pustakawan Indonesia.