Hari Sabtu, 27 Oktober 2018, Bapak Adi Soewarno,S.H, menampilkan foto Reuni Akbar mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Angkatan 1983-2014 di Jayapura, tanggal 12 dan 13 Oktober 2018. Kalau dilihat dari angkatan, saya tidak tergabung di dalamnya, yaitu saya adalah Angkatan 1975, tetapi saya ikut gembira, karena panitia mampu dan sukses menyelenggarakan acara tersebut dengan sukses.
Ketika membaca FIHES, saya akrab dengan istilah itu. FIHES adalah Fakultas Ilmu-Ilmu Hukum, Ekonomi dan Sosial. Saya waktu itu di jurusan Hukum. Sistem pendidikan waktu itu di seluruh Indonesia menganut sistem tingkat. Pak Adi Soewarno selain sebagai dosen di masa itu, ia adalah juga Pembantu Dekan urusan Akademik. Dekan waktu itu adalah Drs Moh Arifandi. Ketika mahasiswa, yaitu sudah selesai mengikuti seluruh teori dari tingkat I, II dan III, setiap mahasiswa diwajibkan membuat Paper Ilmiah. Paper saya waktu itu berjudul: " Suatu Tinjauan tentang Hukum Adat Waris Minangkabau."
Naik ke Tingkat IV, beberapa bulan mengikuti mata kuliah, saya terjangkit penyakit malaria tropika. Saya pun tidak melanjutkan kuliah di Papua. Itulah akhir pengalaman saya di kampus Uncen, di Abepura. Studi saya lanjutkan ke Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Di Jurusan Hukum FIHES, Abepura, Papua ini, kehidupan antar umat beragama sangat rukun. Kenapa demikian, ketika saya sebagai Ketua Umum Lembaga Hukum, Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jayapura, kami menyelenggarakan kerja sama dengan Sekolah Tinggi Theologia Gereja Kristen Indonesia. Waktu itu saya menjabat tahun 1978-1979 dan 1979-1980. Pun Sekretaris saya Thaha al-Hamid, terakhir ia menjadi Sekretaris Dewan Papua. Buat saya dan Thaha, kerukunan antar umat beragama harus selalu dijaga dan dibina terus menerus.
Papua yang dahulu disebut Irian Barat, kemudian Irian Jaya, terakhir disebut Papua itu, kembali ke pangkuan ibu pertiwi pada 1 Mei 1963. Sedangkan Uncen itu berdiri pada 10 November 1962. Ini pulalah kunci keberhasilan Presiden Republik Indonesia waktu itu mempertahankan Irian Barat masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena sejak tahun 1962, Indonesia sudah peduli dengan pendidikan rakyat di Papua. Itu merupakan salah satu alasan, bahwa Indonesia peduli dengan generasi mendatang di Papua.
Kita akui dalam Operasi Trikora yang dipimpin Mayor Jenderal Soeharto, Indonesia mengangkat senjata melawan Belanda. Itu terjadi hanya dua tahun, 19 Desember 1961-15 Agustus 1962. Akhirnya masalah Papua dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melahirkan Persetujuan New York, 15 Agustus 1962. Australia yang semula mendukung Belanda, kemudian beralih mendukung Indonesia.
Perlu digarisbawahi di sini peran Adam Malik yang menggertak Amerika Serikat. Jika Papua tidak diserahkan kepada Indonesia, maka angkatan perang Uni Soviet yang sedang menuju Papua akan mengambil alih Papua. Waktu itu Presiden AS John F Kennedy mempertimbangkan pernyataan Adam Malik ini. Dari pada Papua menjadi komunis dan kepentingan perusahaan AS, Freeport terganggu, AS mendukung penuh Indonesia di forum PBB. Sekutu AS dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yaitu Belanda ditekan. Papua serahkan kepada Indonesia.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang semasa saya kuliah sering masuk kampus, itu hanya riak-riak kecil di tengah gelombang yang besar. Sejak penyerahan ke Indonesia, maka OPM dianggap gerakan ilegal. Organisasi ini lahir semasa Belanda menduduki Papua. Setelah Papua secara ;de facto," dan "de jure," masuk ke wilayah RI, maka gagal pula cita-cita Belanda membentuk boneka OPM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H