"Twitter" merupakan sarana berkomunikasi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Presiden AS sebelumnya jarang melakukannya. Kalaupun ada, hanya satu dua cuitan. Itulah wajah pemerintahan AS sekarang ini.
Lebih menariknya jika kita berbicara tentang perkembangan terakhir di Semenanjung Korea. Bisa dibayangkan, bagaiman Teump Kamis, 24 Mei 2018 muncul di "twitter" milik pribadinya, meng " up load," keputusannya sebagai Presiden AS, bahwa pertemuan dirinya dengan Pemimpin Korea Utara (Korut) batal. Sebetulnya pertemuan kedua pemimpin negara itu direncanakan pada 12 Juni 2018 di Singapura.
Sudah tentu Pemimpin Korut Kim Jong-Un seperti tidak percaya, karena bukankah Korut sudah setuju dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) itu ? Bahkan Trump mengingatkan Korut akan peristiwa menyedihkan terhadap Pemimpin Libya Moammar Khadafi yang kejatuhannya pada tahun 2011 sangat mengguncang dunia internasional. Masuknya tentara AS di bawah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dalam hal ini sudah tentu mendukung pihak opisisi di Libya bisa mengakhiri kekuasaan orang kuat Libya itu.
Kedua belah pihak setuju, maka diselenggarakan persiapan menuju ke KTT AS-Korut di Singapura. Tetapi tiba-tiba AS membatalkannya secara sepihak. Sangat anehnya beberapa saat kemudian, Trump masih membuka kemungkinan untuk bertemu. Saya berpandangan bahwa sikap Trump terakhir untuk ingin bertemu lagi didasarkan kepada larangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS agar Trump tidak menyatakan perang (memang dalam kasus Iran) tanpa persetujuan Kongres.
Tetapi amandemen pada hari Rabu, 23 Mei 2018 itu berpengaruh juga secara tidak langsung terhadap surat yang dikirimkan Trump kepada Kim Jong-Un. Berarti surat bernada mencobtohkan Korut sama dengan Libya, dengan adanya amandemen baru ini tidak mungkin terjadi. Karena apapun yang dilakukan Trump harus disetujui Kongres. Sekaligus sudah tentu menyadarkan Trump, tindakannya mengirim pesawat tempur bersama Inggris dan Prancis untuk membom Suriah, tanpa sepengetahuan Kongres AS tidak bisa dilakukan.
Dua hari setelah Trump membatalkan perundingan dengan Korut, Kim Jong-Un langsung Jong-Un pada hari Sabtu, 26 Mei 2018 langsung bertemu dengan rekannya dari Korea Selatan (Korsel), Presiden Moon Jae-Un di tempat pertemuan mereka pertama kali, April 2018. Memang tidak banyak tersiar informasi tentang apa yang dibicarakan. Tetapi keinginan Pemimpin Korut bertemu Presiden Korsel, saya nilai sangat tepat.
Masalah Semenanjung Korea, yang lebih utama harus diselesaikan kedua Pemimpin Korea, Utara dan Selatan. Masalah dengan AS, baik dengan Jepang, pihak Korsel bisa menyelesaikannya. Bukankah selama ini kita mendengar para Pemimpin Korsel terdahulu selalu melunakan hati Pemimpin AS yang hendak menyerang Korut ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H