Indonesia berduka. Tiga bom meledak di tiga gereja di Surabaya pada hari Minggu, 13 Mei 2018. Tujuh orang dinyatakan meninggal dunia ditambah dengan enam pelakunya yang dinyatakan satu keluarga. Berikutnya di Sidiardjo, di satu unit rusunawa, bom pun meledak, sejauh ini dinyatakan seorang warga tewas.
Di antara yang tewas, banyak pula luka-luka akibat serpihan bom dan sudah dibawa ke rumah sakit. Memang usaha memecah belah bangsa Indonesia dengan teror bom sudah beberapa kali terjadi, tetapi kali ini yang sedikit mengagetkan, Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) menyatakan bertanggung-jawab atas pemboman di Surabaya. Pertanyaan kita sekarang, apa benar ISIS sudah melibatkan diri menganggu keamanan dan kestabilan berbangsa dan bernegara di Indonesia?
Sejauh yang kita ketahui, ISIS sudah terdesak di Irak dan Suriah. Sewaktu ISIS berdiri di kedua negara bertetangga di Timur Tengah, banyak WNI yang pergi ke kedua negara tersebut dengan semboyan untuk berjihad, dalam tanda kutip. Karena arti berjihad yang sebenarnya sudah disalah artikan.
Perkembangan terakhir di Irak, ISIS sudah dihancurkan. Irak baru saja melakukan pemilihan umum setelah ISIS dianggap tidak ada lagi. Di Suriah, pasukan Suriah sudah banyak menyerang kekuatan ISIS dan diberitakan gerilyawan itu sudah tersudut. Kita juga sudah mendengar bahwa ISIS sudah melibatkan diri di Filipina Selatan, di mana di sana suku Moro telah bertahun-tahun ingin mendirikan negara Islam yang terpisah dari Filipina.
Jarak Filipina sangat dekat sekali dengan Indonesia. Anggota ISIS ketika didesak pasukan Suriah, juga banyak melarikan diri ke Filipina Selatan. Dari sini sangat mungkin mereka menyeberang ke Pulau Kalimantan. Di samping itu, dengan terdesaknya ISIS di Irak dan Suriah banyak pula warga Indonesia yang dulu membantu ISIS kembali ke kampung halamannya. Mereka yang dari Irak dan Suriah ini setibanya di tanah air sulit mencari pekerjaan, karena di dua negara di mana mereka bergabung dengan ISIS yang dikenalkan kepada mereka, yaitu bagaimana caranya membuat bom, meski sebatas bom rakitan.
Semua bukti ini kita peroleh informasi dari peristiwa di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, baru-baru ini. Ketika polisi ingin mengambil alih posisi dari penyandera asal tawanan teroris, terdengar beberapa kali ledakan. Ternyata karena sudah terlatih,mereka dalam waktu singkat bisa membuat bom, meski seperti saya katakan, masih sebatas bom rakitan. Tetapi banyak juga menimbulkan korban sebagainana terjadi di gereja Surabaya.
Usaha teror ini memang patut menjadi perhatian, terutama memutus rantai jaringan dengan induknya di Suriah atau Irak. Ketika saya akan meninggalkan Irak tahun 2014, Duta Besar Irak untuk Indonesia waktu itu, Letjen TNI Marinir Safzen Noerdin bertanya, "Apakah Pak Dasman akan lama di Irak ?." Saya jawab, "Tidak Pak ." Saya sadar, situasi di Irak waktu itu belum stabil, bom dan penculikan terjadi setiap saat. Apalagi wajah dan postur tubuh saya dari Indonesia, bisa saja cepat dikenal.
Memang benar, keberhasilan teroris melakukan aksinya di Indonesia merupakan kemenangan buat ISIS di Irak dan Suriah. Sepertinya keinginan ISIS itu tidak terwujud untuk mengacaukan Indonesia. Semua tokoh agama, baik Islam, Kristen, Hindu dan Budha, telah bertekad "Lawan Terorisme.;
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H