Hari Kebebasan Pers Dunia telah berlangsung setiap tanggal 3 Mei. Dalam laporan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bermarkas di Jenewa, yaitu Press Emblem Campaign (PEC) ada sekitar 44 orang wartawan terbunuh di tahun 2018 ini dari bulan Januari hingga April 2018.
Disebutkan, jumlah wartawan tewas meningkat dari tahun lalu, 2017, sekitar 28 orang. Jadi tahun 2018 ini meningkat 57 persen. Meski di wilayah Palestina, di mana disebutkan jumlah wartawan yang tewas, khususnya di Jalur Gaza, hanya dua orang, tetapi harus diingat bahwa aksi demontrasi warga Gaza akan terus berlangsung, khususnya selesai Jumat hingga Hari Kemerdekaan Israel. Syukur jumlah yang tewas tidak bertambah. Tetapi jika melihat kebrutalan pasukan Israel, jumlah warga Palestina yang tewas bisa meningkat.
Menduduki posisi teratas wartawan yang tewas menurut PEC terjadi di Afghanistan, yaitu 11 orang. Tanggal 9 April 2018 lalu sebanyak 9 wartawan tewas. Terkejutnya kita, yang melakukan aksi bunuh diri ini adalah wartawan palsu, di mana teroris tersebut menyamar sebagai juru kamera. Sangat disayangkan, kenapa ia melibatkan wartawan yang kemudian menjadi korban. Bukannya tentara yang memang dijadikan sasaran? Ataukah ia memahami karena tanggal 3 Mei, Hari Kebebasan Pers Dunia?
Buat Indonesia, berbicara tentang Afghanistan ini sangat menarik, karena Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) adalah presiden ke-2 setelah Presiden Soekarno berkunjung ke negara tersebut. Bahkan ada yang berkomentar, apa yang dicari Indonesia di sana, karena merupakan wilayah konflik. Tidak lama kemudian, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyusul berkunjung ke Afghanistan.
Bangsa Indonesia memahami, bahwa kunjungan Presiden dan Wakil Presiden RI ini untuk menciptakan perdamaian di wilayah konflik tersebut. Bahkan ide Jusuf Kalla untuk menerapkan cara-cara damai di dalam negeri, Aceh dan Maluku bisa diterapkan sebagai contoh menerapkan perdamaian di Afghanistan. Tetapi setelah Jusuf Kalla tidak mau dipilih lagi mendampingi Jokowi, sudah tentu jika menang Pemilu, bisa melanjutkan gagasan tersebut, pudar. Jusuf Kalla tidak mau dipilih lagi.
Kembali ke masalah wartawan, adalah Karim Paputungan, mantan wartawan harian "Merdeka," pimpinan B.M.Diah mengirimkan video dari MSNBC tentang komentar pembawa acara MSNBC mengenai mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Di acara tersebut digambarkan Setya Novanto dari bertemu Donald Trump hingga berita ia divonis hukuman penjara. Ternyata memang pers sangat berperan menayangkan berbagai kasus yang terjadi di dunia, maupun di Indonesia. Selamat Hari Kebebasan Pers Dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H