Harian "Kompas," edisi 21 Juli 2017 halaman 7 menurunkan tulisan tentang Adam Malik dalam rangka memperingati 100 tahun hari lahirnya. Penulisnya adalah sejarawan Asvi Warman Adam, seorang peneliti Ilmu Sejarah bertitel doktor dari Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, Perancis.
Tulisan ini sekaligus untuk memperingati hari lahir Adam Malik ke-100. Adam Malik lahir di Pematang Siantar pada 22 Juli 1917. Jadi pada 22 Juli 2017, genap usia beliau 100 tahun.
Jika kita sering membaca tulisan Asvi Warman Adam sepertinya biasa-biasa saja. Tetapi jangan terkecoh. Biasanya tulisan sejarawan itu terselip data baru dan itulah kesimpulan tulisan sejarawan itu kali ini.
Di alinea ke-7 dari atas, Asvi Warman Adam menulis tentang peristiwa pasca Gerakan 30 September pada 1965. Disebutkan Asvi, Adam Malik menerima bantuan dari agen rahasia Amerika Serikat (AS) senilai 50 juta rupiah atau 10 ribu dolar AS untuk Komite Aksi Pengganyangan Gestapu yang diserahkan melalui sekretaris Adam Malik. Disebutkan juga, Kedubes AS mengumpulkan nama-nama pengurus Partai Komunis Indonesia (PKI), pun diserahkan kepada sekretaris Adam Malik.
Data ini tidak lengkap, apakah dana yang diberikan CIA dan daftar nama aggota PKI diserahkan kepada Soeharto sebagai presiden atau diolah dulu oleh Adam Malik. Hal ini patut dipertanyakan yang memberi bantuan adalah agen rahasia AS bukan dari pemerintah AS. Apakah CIA memang difungsikan di saat-saat darurat? Jika terjadi kekeliruan, maka pemerintah tidak dapat disalahkan.
Ketika terjadi pergolakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat, CIA juga berperan aktif. CIA inilah yang mendekati Maludin Simbolon agar mau meledakkan minyak Caltex di Riau, perusahaan minyak milik AS. Seandainya saja Simbolon bersedia, maka Presiden Soekarno sudah terguling di masa PRRI. Menurut saya rasa nasionalisme anggota PRRI sangat tinggi.
Semua pimpinan PRRI itu adalah TNI. Sebagaimana pernah saya tulis, ketika saya bertemu Ahmad Husein, pimpinan PRRI di Jakarta, ia mengatakan PRRI bukanlah pemberontak. Dibentuknya PRRI karena ingin menjauhkan Presiden Soekarno dari PKI.
Oleh karena itu, sangat jelas terbaca bahwa tulisan sejarawan Asvi Warman Adam tersirat suatu pelajaran bahwa Indonesia tidak mampu mempertahankan dirinya netral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H