Amerika Serikat (AS) sedang memilih presidennya untuk menggantikan posisi presiden sekarang, Barack Obama dari Partai Demokrat. Ketika Obama terpilih sebagai presiden, Partai Demokrat berhasil memunculkan calon dari ras Afrika-Amerika sebagai presiden.Kali ini Partai Demokrat AS ingin kembali membuat sejarah baru dengan menampilkan Hillary Clinton sebagai wanita pertama presiden negara itu jika berhasil mengalahkan calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump.
Saingan Hillary kali ini di luar dugaan, Donald Trump. Kenapa tidak? Kampanyenya yang mengangkat isu Irak di masa Presiden Saddam Hussein, boleh dikatakan hal yang berani. Ia berujar, jika saat invasi AS ke Irak, ia menjadi presiden, maka tidak akan menyerang Irak. Bahkan dengan melihat situasi Irak sekarang, banyaknya penduduk jadi korban, baik akibat perang maupun bom mobil, ia menganggap Presiden Irak, Saddam Hussein bisa mengatasinya.
Pernyataan Trump ini sudah tentu membuat merah telinga bagi siapa saja yang terkait dalam perang di Irak, terutama mantan Presiden George W Bush yang sama-sama berasal dari partai yang sama Partai Republik.Itulah sebabnya Bush tidak hadir di acara perayaan kemenangan Donald Trump saat diresmikan sebagai calon presiden dari Partai Republik.
Donald Trump juga menganggap Presiden Rusia, Vladimir Putin lebih baik dari Presiden AS sekarang, Barack Obama.Pernyataan Trump ini memancing emosi Obama. Dalam rangka membantu kampanye Hillary Clinton, Obama menyebut Putin mirip dengan Saddam Hussein.Dalam hal ini, emosi Obama terpancing. Sebelumnya memang kaitan dengan Rusia ini lebih dihubungkan dengan tuduhan bahwa Rusia berada di balik sabotase email Hillary Clinton.Terlepas dari semuanya, jika dikaitkan kampanye calon Presiden AS dengan keterlibatan Rusia, sungguh menarik untuk disimak.
Donald Trump juga banyak mengeritik peranan AS sebagai Polisi Dunia. Ia tidak menghendaki AS menjadi polisi dunia lagi.Pernyataan Trump memang sering memancing emosi.Ia selalu menekankan pentungnya hubungan ekonomi dengan semua negara. Dalam jajak pendapat sementara, Trump malah unggul. Entahlah jajak pendapat beberapa minggu ke depan.Biasanya jajak pendapat selalu berubah-ubah. Kita tunggu saja, siapa yang dipercaya rakyat AS menjadi presidennya.
Secara pribadi saya juga bertanya-tanya, apakah jika Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS, negara tersebut akan mengenyampingkan Standar Ganda (Double Standard) nya.Ini menurut saya yang lebih penting. Standar Ganda itu adalah ukuran standar penilaian yang dikenakan secara tidak sama kepada subyek yang berbeda dalam suatu kejadian serupa yang terkesan tidak adil. Oleh karena itu, jika AS tidak terlalu menerapkan standar ganda, misalnya tentang wilayah Palestina, menurut saya wilayah Palestina bisa merdeka dan hidup berdampingan dengan Israel yang sudah merdeka sebelumnya.
Israel sejauh ini memang ahli strategi. Ia berhasil membuat warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza bertentangan satu dengan yang lain.Bahkan peta wiayah Palestina semakin lama semakin kecil. Lama kelamaan bisa saja hilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H