[caption caption="Para Mantan Wartawan Harian Merdeka Sangaji 11 (Foto:Syahdanur)"][/caption]
Tidak seperti biasanya, hari Minggu siang, 6 Maret 2016, saya menghadiri sebuah pertemuan di Taman Wisata dan Sport Situ Gintung yang berlokasi dekat kampus Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Mengapa tidak seperti biasa? Oleh karena jika hari Minggu, saya sering di rumah atau memenuhi undangan keluarga, nampaknya hari Minggu kali ini ada yang istimewa.
Saung Teh Yoyoh, ya, itulah tempat yang saya tuju. Di sana sudah menanti beberapa rekan sesama wartawan ketika masih berkantor di Harian Merdeka Jalan A.M.Sangaji 11 Jakarta Pusat. Sudah tentu nama Harian Merdeka tersebut tidak dapat dilepaskan dari nama Burhanudin Mohamad Diah atau nama yang sering disederhanakan dengan panggilan B.M.Diah itu.
Salah satu kesepakatan pertemuan adalah keinginan untuk menyelenggarakan pertemuan akbar para alumni wartawan Harian Merdeka Sangaji 11 di bulan April 2016, yang nanti akan diselenggarakan juga di tempat kami rapat, di Saung Teh Yoyoh dan ternyata adalah milik salah seorang alumni Harian Merdeka. Tema sentral yang disepakati yaitu tetap dalam rangka melakukan silaturahmi tetapi karena bertepatan dengan ulang tahun ke 99 Ibu Herawati (isteri B.M.Diah), maka tema silaturahmi dikaitkan dengan hari ulang tahun tersebut.
[caption caption="B.M.Diah (Tempo.co.id)"]
Buat alumni Harian Merdeka Sangaji 11, nama B.M.Diah dan Ibu Herawati Diah tidak dapat dilepaskan dalam sejarah pers, di mana kedua-duanya adalah wartawan. Ibu Herawati menikah dengan B.M. Diah, yang saat itu bekerja di Koran “Asia Raya”. Kemudian pada 1 Oktober 1945, B.M. Diah mendirikan “Harian Merdeka,” di mana Herawati juga terlibat di dalamnya. Koran dengan kekhasannya : kop warna merah darah merupakan koran yang sangat berani di masanya.
Pada 1947, Herawati Diah dan suaminya mendirikan “Mingguan Merdeka.” Tahun 1952 menerbitkan “Majalah Keluarga.” Pada 1955, mendirikan “Indonesian Observer”, koran berbahasa Inggris pertama di Indonesia. Koran itu diterbitkan dan dibagikan pertama kali dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, tahun 1955. Pada 11 Januari 1972 terbit pula Majalah Berita “TOPIK.” Semua penerbitan ini bernaung di bawah “Grup Merdeka.”
Untuk saya, perkenalan dengan “Grup Merdeka” dimulai tahun 1982 ketika dipercaya menjadi wartawan, sekaligus Redaktur Pelaksana “Majalah TOPIK.” Kemudian bersinggungan langsung dengan B.M.Diah ketika menulis buku “ Butir-butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman” ( Jakarta:Pustaka Merdeka, 1992).
Ada nama-nama besar yang berhasil saya kumpulkan, seperti Dr.H.Roeslan Abdulgani, Mh.Isnaeni, Tjokropranolo, A.H.Nasution,SK.Trimurti, Hardi, Ibnu Sutowo, Manai Sophiaan, Ridwan Saidi dan Aristides Katoppo. Puncak perkenalan saya dengan B.M.Diah ketika saya diutus B.M.Diah ke Irak melalui Rusia pada bulan Desember 1992.
[caption caption="Ibu Herawati Diah bersama keluarga (Foto:Nurman Diah)"]
B.M.Diah merupakan sosok yang serius memperhatikan negara-negara Dunia Ketiga. Ia tidak terlalu setuju apabila inforasi itu hanya datang dari negara-negara maju. Ia ingin pula mengetahui informasi dari negara-negara di Dunia Ketiga. Bagaimana pun banyak informasi yang tidak diketahui masyarakat internasional tentang Irak sesungguhnya (negara Dunia Ketiga) karena adanya ketimpangan informasi antara negara maju (Barat) dan negara-negara di Dunia Ketiga (Timur) seperti Irak. Oleh karena itulah saya dikirim B.M.Diah ke Irak.