Di samping jarak rumah dengan Kampus UI Depok tidak begitu jauh, pun sebagai alumnus UI, saya sering hilir mudik ke kampus tersebut. Begitu pula ketika pada hari Sabtu, 9 Februari 2013 saya ikut menyaksikan pemberian gelar Doktor Kehormatan kepada Jusuf Kalla di Balairung UI Depok.
Pada waktu itu yang menjabat Rektor adalah Plt Rektor UI Prof Djoko Santoso karena sedang berada di masa transisi setelah jabatan Rektor sebelumnya usai. Djoko menilai, gelar kehormatan dalam bidang kepemimpinan itu dinilai pantas diberikan lantaran gaya kepemimpinan Jusuf Kalla dianggap mampu menginspirasi pemimpin lainnya.
Nama Jusuf Kalla kemudian muncul lagi dalam ingatan saya, setelah didaulat menjadi Calon Wakil Presiden RI Joko Widodo untuk bertarung di Pemilu bulan Juli nanti. Kali ini saya mengingat Jusuf Kalla sebagai mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya, yang hari-hari terakhir ini partai berlambang beringin itu sedang menghadapi persoalan-persoalan pelik.
Adalah Indra Jaya Piliang, yang juga berhubungan erat dengan saya di luar partai sedang mempermasalahkan kebijakan partai yang dikatakan bahwa merapatnya Aburizal Bakrie, sang Ketua Umum ke Prabowo merupakan penghinaan terhadap kader partai itu.
Mengapa demikian ? Indra Jaya Piliang beranggapan, sebagai Partai Besar yang juga dalam Pemilu Legislatif pemenang kedua setelah PDIP, sangatlah wajar apabila Ketua Umumnya memposisikan sebagai Calon Presiden RI. Juga sebagaimana dilihat dari berbagai iklan Aburizal yang berharap sekali, ia adalah Calon Presiden RI. Bahkan ambisi Ketua Umumnya ini untuk terus menjadi Calon Presiden tak tergoyahkan meski dua sesepuh Partai Golkar yang dua-duanya mantan Ketua Umum, Jusuf Kalla dan Akbar Tandjung mengingatkan agar Aburizal Bakrie mengevaluasi keputusannya tidak diindahkan meski elektabilitasnya tidak naik-naik.
Tetapi fakta di lapangan setelah Keputusan Rapimnas 01/Rapimnas VI/2014 seusai acara pada hari Minggu, 18 Mei 2014 di JCC, Senayan hasilnya menurut saya masih menggembirakan karena masih memberikan mandat penuh agar Aburizal bisa menentukan arah koalisi. Bahkan dinyatakan dalam poin pertama bahwa Aburizal sebagai satu-satunya Capres atau Cawapres yang diusung Golkar. Hingga di sini sudah tentu sangat menggembirakan, karena paling rendah posisi Ketua Umum Golkar adalah Capres atau Cawapres.
Menurut saya, poin kedua agak membingungkan. Yaitu memberikan mandat kepada Aburizal untuk memutuskan arah koalisi. Berkoalisi tetapi apakah tetap sebagai Capres atau Cawapres atau bersedia menjadi seorang Menteri?
Untuk ke dalam, Aburizal sebagaimana telah dikatakannya, pun sudah memasang rambu-rambu. Ia menegaskan bahwa hanya dirinya yang boleh maju ke Pilpes. "Bila ada yang ingin mengajukan dan diminta partai lain maka mereka tidak bisa menggunakan organisasi atau pun atribut Partai Golkar. Dan harus menanggalkan semua jabatannya baik di lembaga legislatif maupun struktural Partai Golkar," katanya. Berarti apakah Jusuf Kalla yang adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar ikut di dalamnya, karena menjadi Cawapres Joko Widodo dari PDIP ?
Terlepas dari apa yang diterjemahkan Indra Jaya Piliang yang sedikit kecewa Partai Golkar bergabung dengan Prabowo hanya diberikan sebatas posisi Menteri dan bukan Cawapres, memang pada waktu itu situasinya sudah tidak memungkinkan. PDIP sudah menetapkan, Joko Widodo sebagai Capres dan Jusuf Kalla sebagai Cawapres. Gerindra sudah menetapkan Prabowo sebagai Capres dan Hatta Radjasa sebagai Cawapres. Bagaimana pun fakta di lapangan, Aburizal harus menerima tawaran sebagai Menteri. Hanya sayangnya tawar menawar ini sempat bocor ke luar, sehingga ada yang berpendapat, memang di dalam politik hal tawar menawar itu biasa, hanya untuk posisi Aburizal yang ditawari posisi menteri sudah bocor keluar duluan sebelum Prabowo betul-betul menjadi Presiden RI nantinya.
Ya, sekarang ini sebagaimana Jusuf Kalla pernah mengatakan, sulit kiranya untuk mengetahui pilihan-pilihan dari seseorang dalam Pemilu nantinya. Yang jelas pertanyaan dari Jusuf Kalla, ia kan pernah membesarkan Partai Golkar dan pernah menjadi Ketua Umumnya, mengapa partainya yang pernah dibesarkannya tidak ikut mendukungnya ? Saya pun tidak mampu menjawabnya, karena sudah memasuki wilayah politik. Ya, kalau hal itu ditanyakan kepada saya, sebagai orang di luar lingkaran, hanya bisa menjawab, tunggu saja hari H nya, siapa yang menang dalam Pemilu Presiden kali ini.
[caption id="attachment_337579" align="aligncenter" width="320" caption="Jusuf Kalla (Foto: Dasman Djamaluddin)"][/caption]