Mohon tunggu...
Dasilva ari
Dasilva ari Mohon Tunggu... Pengacara - Sebab kita sering lupa, maka menulis adalah kunci

Coguyon ergo sum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Koalisi dan Oposisi Harus Seimbang

2 Juli 2019   09:54 Diperbarui: 2 Juli 2019   10:47 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Drama pemilihan presiden 2019 akhirnya menemukan titik akhir pada 27 Juni 2019 lalu, akhir drama yang diselesaikan oleh mahkamah konstitusi akhirnya memenangkan kubu 01 yaitu Pasangan joko widodo yang merupakan petahana dan KH. Ma'ruf Amin sebagai wakil presiden yang akan menahkodai republik ini dalam 5 tahun mendatang.

Mahkamah konstitusi menolak seluruh gugatan dan kecurigaan kubu 02, yang artinya penyelenggaraan pemilu pada tahun 2019 berjalan tanpa kecurangan. Dengan hasil putusan seperti ini, Mahkamah konstitusi mengharapkan semua pihak legowo menerima hasil putusan mahkamah konstitusi. Dan setelah hasil putusan ini keluar, partai -- partai pengusung masing -- masing paslon terlihat bergerak menyiapkan rencana --rencana kedepan partai pengusung.

Ada partai pengusung yang menyiapkan langkah kedepannya secara kolektif, dan ada yang menyipkan secara individu, seperti partai Demokrat dan Partai Amanat nasional (PAN), yang meskipun tidak secara eksplisit menyatakan diri untuk bergabung, namun dari gelagat dan pandangan beberapa kader partai tersebut, membuka peluang bahwa partai tersebut akan melompat koalisi menuju kubu pemenang.

Idealnya, koalisi adalah bisa berarti sebuah gabungan beberapa kelompok yang dibentuk untuk tujuan tertentu, dalam pemilihan presiden, koalisi didirikan untuk menggabungkan nilai -- nilai dari beberapa golongan, dalam hal ini partai politik. Agar tercapai tujuan berbangsa dan bernegara sesuai pada alinea ke 4 UUD NRI 1945, sesuai visi dan misi masing -- masing koalisi.

Dalam pemilu kali ini, menghadirkan 2 koalisi partai yang mengusung 2 pasangan calon presiden, yaitu koalisi Indonesia kerja yang mengusung Pasangan Joko widodo dan KH. Ma'ruf Amin, serta koalisi Indonesia adil makmur yang mengsusung pasangan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahudin Uno. Pada pemilu kali ini yang memenangkan pasangan Joko widodo dan KH. Ma'ruf Amin, secara otomatis koalisi pendukung kubu sebelah menjadi oposisi yang berada berseberangan pada pihak penguasa.

Isu terkait lompat koalisi dari partai yang tergabung dalam pihak oposisi semakin kuat mewarnai dinamika politik nasional, berbagai perhitungan politis dan pengkerdilan status sebagai oposisi, bahkan stigma negatif seperti melawan pemerintah menyebabkan keinginan untuk bergabung dalam koalisi partai pemenang. 

Meskipun tidak diatur dalam konstitusi mengenai jumlah koalisi, ketidakseimbangan antara koalisi dan oposisi menyebabkan pemerintahan yang tidak seimbang, karena semakin sedikit golongan yang berdiri berhadapan dengan pemerintah yang berkuasa, maka semakin leluasa lah pemerintah tersebut membuat kebijakan yang cenderung menguntungkan diri sendiri atau golongannya. Artinya, pemerintah yang berkuasa semakin tidak terkontrol.

Oposisi sangat diperlukan dalam sistem demokrasi, baik dalam sistem presidensial maupun sistem parlementer. Lemahnya oposisi justru merupakan ancaman bagi pemerintah yang berkuasa karena bisa jadi masyarakat tidak percaya kepada pemerintah, dan pujian terhadap capaian pemerintah seperti 5 tahun kebelakang menjadi jarang kita dengar karena masyarakat menilai koalisi gemuk pemerintah adalah bentuk lain dari sebuah kediktatoran.

Fungsi daripada koalisi adalah sebagai pandangan alternatif terkait kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah, selain itu adanya oposisi adalah untuk membangun keseimbangan daripada tindakan -- tindakan pemerintah. Adagium terkenal dari Lord Acton yang menngatakan "power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely" atau kekuasaan cenderung bertindak korup dan kekuasaan yang absolut, menyebabkan tindakan korup yang absolut.

Pastinya ada sisi positif dan negatif dibalik manuver politik dari elit politik negeri ini, namun mari kita sadari bahwa ketidak stabilan komposisi antara koalisi dan oposisi menyebabkan ketidak sehatan pemerintahan, meskipun tidak dilarang dalam konstitusi, namun posisi oposisi masih sangat diperlukan untuk menciptakan Cheks And balances guna mencapai pemerintahan yang sehat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun