Mohon tunggu...
Dasam Syamsudin
Dasam Syamsudin Mohon Tunggu... lainnya -

Berjuang untuk hidup, hidup untuk berjuang...\r\n\r\nTwitter @Dasam03

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Masuk Islam itu Akal Harus Menyerah! (Muslims Only)

7 Mei 2013   01:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:59 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dasam Syamsudin

______________

Salah satu makna Islam secara etimologi adalah “berserah diri”. Dalam segala hal, baik di dalam tindakan atau pemikiran. Maka pantas, keikhlasan jadi pahala yang luar biasa di dalam Islam. berserah diri bukan berarti pasrah terhadap hidup. Tidak seperti itu. Islam mempunyai pedoman Al-Quran dan Hadits yang jika Muslim mau menjalankan pedoman itu, maka dia pasti akan menjadi manusia yang baik dalam segala hal, baik dunia atau akhirat. Back to topic!

Jika melihat filsafat, maka batasan berfikir seolah tidak ada. Apapun boleh dipikirkan, dipertanyakan, bahkan dalam hal yang sangat radikal. Siapa Tuhan, dan kenapa dia ada?

Namun, di dalam Islam. Hal-hal pemikiran seperti itu, dilarang terjadi pada umatnya. Karena itu riskan menyeretnya dalam kesesatan. Baik sesat dalam pemikirannya, atau dalam tindakannya sendiri dalam beragama. Sekali lagi, mau tidak mau, jika sudah masuk ke dalam agama Islam. kesesatan berfikir, benar-benar hal serius yang harus dijauhi.

Al-Quran yang menginformasikan tentang keberadaan Wujud Yang Abadi (Allah SWT) yang menciptakan alam semesta sekaligus yang mengaturnya. Sebetulnya itu sudah merupakan jawaban dari pertanyaan dari “apakah Tuhan ada? siapakah Tuhan? dan kenapa Dia Ada?”.

Mungkin, untuk sebagian orang masih tidak akan membuat puas otaknya jawaban al-Quran pada pertanyaan itu. Kalau bagi saya, itu sudah cukup dan membuat otak liar saya berhenti menanyakan tentang sesuatu yang abadi yang mengatur alam semesta ini.

Siapakah Tuhan? Dialah Allah SWT. Kenapa dia ada? Karena Dia abadi! Nah, keabadian Allah sendirilah sebagai jawaban dari pertanyaanl itu. Dan menurut saya, akan menghentikan pertanyaan berikutnya. Kenapa dia ada? Siapa yang menciptakannya? Abadinya Allah SWT adalah jawaban mutlak bahwa sesuatu yang abadi, tentu tidak harus dipertanyakan bagaimana ia tercipta, apalagi siapa yang menciptakannya. Karena yang abadi, tidak ada istilah awal dan akhir! Apakah ada pertanyaan lain?

Jadi keabadian Allah itu yang dijelaskan di dalam Al-Quran sudah menjawab pertanyaan kenapa dia ada? Darimana dia berasal? Bagaimana dia tercipta? Nah, kalau sudah tahu jawabannya, kenapa harus ditanyakan  lagi?

Eh iya, ada jawaban menarik yang diutarakan M Quraish Sihab di dalam Wawasan Al-Quran menyangkut kenapa wujud Allah tidak terlihat tapi dianggap ada. Jawabannya menarik. "Karena, sesuatu yang keberadaannya sangat terasa, itu tidak membutuhkan wujud yang dapat terlihat".  Kurang lebih seperti itu bahasanya.

Allah yang maha kuasa, memang tidak akan pernah bisa terpikirkan oleh manusia. Karena itu, “Berfikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan memikirkan Dzat-nya”.

Jadi itu, intinya. Berserah diri. Allah menyuruh hambanya agar memikirkan ciptaan-Nya (Diri sendiri dan Alam semesta). Jangan memikirkan Dzta-Nya. Apakah tetap mau membangkang-Nya? Karena pemikiran katanya tidak ada batasnya? Yah, selama tidak ada jawaban yang dianggap rasional, siapa sih yang merasa puas? Akhirnya, keimanan jualah yang akan menentukan seseorang berserah diri atau tidak dalam segala halnya di dalam beragam Islam.

Wallahu A’lam!

_____________

Ditulis untuk menanggapi pertanyan apakah ada batasan berfikir di dalam Islam, dari seorang teman.

_____________

Komentar di bawah artikel menarik. Silahkan dilihat!

Ibnu Dawan Aziz


Islam tidak akan membatasi seseorang untuk berfikir, Islam mengajarkan berfikir tanpa batas, Islam juga membuka kesempatan akal untuk mencari kebenaran ( Philosophi ) akan tetapi dengan penuh kesadaran bahwa alam pikiran manusia itu sangat terbatas, berserah diri terhadap satu pengakuan bahwa apa yang dapat dijangkaunya, setinggi apapun itu, sesungguhnya sangatlah terbatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun