"Perumusan permasalahan utama dunia pendidikan haruslah tepat, sehingga menghasilkan solusi yang tepat untuk menghasilakn mutu dan kualitas pendidikan serta pelajar yang baik. Jika tidak, yang terjadi bisa sebaliknya. Namun ketepatan perumusan tersebut tak akan mampu dirumuskan dalam sistem kapitalisme-sekuler yang sarat akan kepentingan". (Penulis)
Tiga Dosa Besar Pendidikan Saat Ini
Dunia pendidikan merupakan ranah kehidupan yang penting. Bukan tanpa sebab bidang pendidikan menjadi hal yang krusial. Hal ini dikarenakan dunia pendidikan menjamin kualitas generasi penerus yang akan dihasilkan. Karena pendidikan sangat penting, bidang ini perlu perhatian khusus dan pemantauan yang baik. Pendidikan perlu dikelola dengan cermat dan teliti dengan tujuan melahirkan peserta didik yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas dan cakap sebagaimana termaktub di dalam UU. No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3. Untuk mewujudkan tujuan ini, negara perlu, bahkan wajib, menyelesaikan segala permasalahan dalam dunia pendidikan. Untuk itu diperlukan analisis terhadap permasalahan mendasar dalam pendidikan.
Dalam sepak terjang analisis permasalahan mendasar dunia pendidikan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menyampaikan bahwasanya terdapat 3 permasalahn utama dunia pendidikan, yang selanjutnya digaungkan sebagai "3 dosa besar pendidikan", yakni intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan di lingkungan pendidikan. Sejak awal pelantikan Mendikbudristek, Nadiem Makarim berkomitmen untuk menghapuskan 3 dosa besar tersebut dalam dunia pendidikan.
Adapun komitmen ini terwujud salah satunya lewat pembentukan Pusat Penguatan Karakter (Puspeka). Puspeka menjadi satuan kerja di dalam kementerian bertugas mengedukasi publik tentang isu kekerasan di lingkungan pendidikan. Serta memperkuat karakter dengan tujuan mewujudkan Pelajar Pancasila. Dalam peluncuran Pokja Pencegahan dan Penanganan Kekerasan sebagai bagian dari tindak lanjut kebijakan Penanganan Tiga Dosa Besar Pendidikan, diungkapkan bahwa Puspeka telah menghadirkan inovasi dalam strategi pendidikan karakter melalui berbagai program guna menghapus intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan di dunia pendidikan. Namun, benarkah perumusan dosa besar pendidikan tersebut? Apakah intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan adalah problem mendasar pendidikan saat ini? Lantas, mengapa mutu dan kualitas pendidikan tanah air masih saja terpuruk?
Krisis Moral: Dosa Pendidikan Sebenarnya
Jika kita analisis dengan cermat, dengan hati dan pikiran yang terbuka, kita akan menemukan fakta yang jelas terpampang bahwa permasalahan utama dunia pendidikan tanah air saat ini adalah krisis moral yang lahir dari penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Krisis moral inilah yang menjadi masalah utama pendidikan yang kemudian menciptakan masalah-masalah cabang seperti kekerasan seksual dan perundungan. Makin parahnya, krisis moral yang menjadi dosa pendidikan sebenarnya "tercipta" dengan sangat terstruktur dalam sistem pendidikan kapitalisme-sekuler saat ini.
Krisis moral dunia pendidikan saat ini lahir dari komponen-komponen penyangga pendidikan yang rusak. Komponen-komponen penyangga pendidikan tersebut meliputi;
Kurikulum Tak Tepat
Lulus dan langsung diserap oleh industri. Itulah orientasi pendidikan tanah air saat ini. Negara tak ingin lulusan pendidikan mengganggur menyia-nyiakan ilmu dan kemampuan yang dimiliki. Namun di sisi lain, kurikulum pendidikan saat ini telah menjadikan materi sebagai tolak ukur keberhasilan hidup dan menjauhkan generasi penerus dengan agama. Sarat sekali dengan aroma kapitalisme-sekuler. Hal inilah yang menjadikan sistem pendidikan kita sangat minim mengapresiasi proses dan minim dalam pembentukan akhlak peserta didik. Alhasil, lahirlah generasi penerus yang berintelaktual namun krisis akhlak dimana-mana.
Kesejahteraan Pengajar dan Kesibukannya
Guru adalah tokoh garda terdepan dalam pendidikan di luar rumah, itulah idealnya. Sayangnya, dengan kesibukan administratif yang dibebankan terhadap guru dan kesejahteraan guru yang kurang diapresiasi, akhirnya menjadikan guru tak dapat menjalankan perannya dengan baik. Bagimana bisa guru menjalankan peranya dengan khidmat mendidik generasi penerus, tetapi masih dibuat dilema bagaimana memenuhi biaya hidup dan fokus kehidupan guru yang sangat adminitratif?
Lingkungan Sekolah Yang Cenderung Abai
Lingkungan sekolah yang mengayomi guru dan murid harus diciptakan untuk menunjang keberlangsungan pendidikan yang baik. Malangnya, dengan penerapan sistem kapitalisme-sekuler, sekolah saat ini tak lagi dapat menciptakan lingkungan kondusif untuk melahirkan peserta didik yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sekolah saat ini terasa sangat kapitalis dan jauh dari suasana taqwa. Sibuk akan akreditasi dan pamor guna mendapatkan dana pendidikan sehingga seringkali menutup-nutupi kasus yang terjadi dalam internal sekolah.
Rusaknya komponen-komponen penting penyangga pendidikan harus membuat kita sadar bahwa sistem kapitalisme-sekuler yang fokus akan keuntungan serta menjauhkan dari agama telah membuat dunia pendidikan terjerumus pada krisis moral mendarah daging. Jika menjauhkan pendidikan dari agama malah membuat dunia pendidikan jatuh pada krisis moral, bukankah menjadi solusi yang salah kaprah jika menjadikan intoleransi sebagai alat untuk menjauhi agama?
Mengenal Solusi Islam
Intoleransi dan moderasi telah mengaburkan rahmat Islam yang sebenarnya. Dengan adanya 2 istilah tersebut, Islam digiring menjadi hal yang menakutkan dan perlu dijauhi. Padahal sejatinya Islam adalah rahmatan lil 'alamin, agama yang memiliki semua solusi permasalahan kehidupan, tak terkecuali permasalahan pendidikan tanah air kita saat ini. Penerapan sistem Islam akan menjamin komponen utama penyangga pendidikan dengan baik. Kurikulum pendidikan haruslah berbasis pada akidah Islam, yakni penyatuan agama dengan kehidupan. Peserta didik dinilai bukan hanya dari  kecerdasan atau diserap oleh industri atau tidak, melainkan dari diterapkannya akidah dan akhlak yang baik dalam kehidupan. Kurikulum seperti ini menciptakan lingkungan pendidikan yang berorientasi proses, sehingga akhlak dan moral yang baik akan benar-benar terkristal dalam diri peserta didik. Di sisi lain, sistem, Islam menjadikan negara bertyanggungjawab penuh terhadap pembiayaan pendidikan. Artinya, sekolah ataupun guru tidak perlu lagi mencari dana dari donatur baik dari perusahaan maupun masyarakat untuk menjaga kelanjutan operasional pendidikan. Negara memenuhi pembiayaan pendidikan dari baitul maal yang diperoleh dari 3 sumber pos. Pertama, pos kepemilikan umum, berasal dari sumber daya alam negara. Kedua, pos kepemilikan negara, berupa fai, jizyah, kharaj, ushr, dll. Dan ketiga, pos kepemilikan individu, berasal dari orang-orang berkelebihan harta yang ingin berkontribusi dengan wakaf pendidikan dan bersifat sukarela. Dengan mekanisme ala Islam ini, guru mendapat jaminan kesejahteraan yang stabil dan sekolah dapat fokus pada pembentukan karakter serta jauh dari konsep kapitalis yang mementingkan untung-rugi. Dengan solusi ala sistem Islam, komponen utama penyangga pendidikan menjadi ideal dan negeri dapat keluar dari carut marut masalah krisis moral pendidikan saat ini, tak terkecuali permasalahan cabang seperti kekerasan seksual dan perundungan di lingkungan pendidikan. Jika Islam menyajikan solusi tuntas permasalahan negeri, bukankah suatu tindakan tak tepat jika kita takut untuk mempelajari Islam secara menyeluruh dengan dalih intoleransi?
Wallahu 'alam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H