Mohon tunggu...
Daryl Budihardjo
Daryl Budihardjo Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMA

Senang mengeksplorasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan yang Tidak Dibatasi oleh Dinding Ruang Kelas

18 September 2024   17:53 Diperbarui: 18 September 2024   18:01 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kolese Kanisius adalah salah satu sekolah tertua di jantung Kota Jakarta. Identitas Kolese Kanisius sebagai sekolah Katolik cukup kental dengan nilai-nilai yang dikenal dengan sebutan 4C dan 1L (compassion, commitment, conscience, competence, dan leadership). Semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah ini harus mengembangkan setidaknya salah satu dari kelima aspek tersebut, dan ini benar-benar dilakukan secara serius. Menurut Aristoteles, pendidikan yang mengedepankan intelektualitas tanpa hati nurani sama saja dengan tidak ada pendidikan. Pernyataan tersebut secara tidak langsung menjadi semangat yang diterapkan Kolese Kanisius dalam dinamika-dinamika sekolah.

Saya pertama kali menginjakkan kaki di sekolah ini tepat 5 tahun yang lalu. Saat itu saya baru lulus dari sekolah dasar dan saya hanya mengetahui bahwa Kolese Kanisius adalah sekolah homogen laki-laki. Tidak ada ekspektasi lain dan bayangan jelas mengenai apa yang sekolah ini akan berikan bagi saya, sehingga saat kelas 7, saya cukup terkejut dengan banyaknya kegiatan di luar pelajaran seperti MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah), POR CC (Pekan Olahraga Kanisius, sekarang dikenal dengan sebutan CC CUP), dan Classmeeting. Di satu sisi, acara-acara ini sempat membuat saya merasa kewalahan dengan banyaknya tanggung jawab saya selain hanya belajar di kelas. Namun, saya juga bersyukur karena ini membuat saya mendapatkan banyak pelajaran-pelajaran hidup yang tidak bisa diajarkan dalam kelas biasa.

Singkat cerita, saya sudah hampir 6 tahun berproses di sekolah ini. Banyak sekali aspek dalam diri saya yang berubah dan berkembang karena sekolah. Pengalaman saya pribadi, proses pengembangan diri itu tidak selalu mudah. Kalau diri saya terus berada di zona nyaman, maka saya tidak akan berkembang. Kolese Kanisius menerapkan prinsip itu untuk menanamkan 4C dan 1L dalam diri tiap siswa. Para siswa dituntut untuk bisa memenuhi standar-standar sekolah yang tinggi dan menantang supaya mereka bisa terus mengembangkan diri. Saya sendiri juga merasakan hal tersebut, terutama saat diberi tanggung jawab menjadi panitia dalam acara-acara sekolah.

Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa sekolah tidak mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia kerja, dan 5 tahun terakhir ini membuktikan bahwa pernyataan itu tidak benar di Kolese Kanisius. Asumsi-asumsi seperti itu didasari dengan gambaran sekolah pada umumnya: standar rendah, pelajaran menghafal, dan tidak ada sistem aksi-konsekuensi. Beberapa sekolah juga menganggap bahwa murid-muridnya belum dewasa sehingga mereka tidak bisa diajak serius. Hal-hal seperti itu tidak terjadi di Kanisius. Aspek terpenting dari pendidikan, yaitu moral, diprioritaskan sehingga tidak hanya pelajaran hafalan saja yang masuk di otak, namun juga tata krama dan tanggung jawab di kehidupan sehari-hari. 

Menurut penelitian dari Universitas Harvard, Institusi Carnegie, dan Pusat Riset Stanford, 85% kesuksesan dalam pekerjaan datang dari kemampuan sosial yang baik (soft skills). Orang-orang dengan penguasaan kemampuan sosial (komunikasi, kerjasama, pemecahan masalah, dan etos kerja) lebih mudah beradaptasi dan bersaing di dunia nyata. Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa lebih penting bagi manusia untuk memiliki kemampuan sosial dibandingkan dengan kemampuan teknikal (hard skills). Maka, arah dari pendidikan Kolese Kanisius yang berfokus pada pendidikan berkarakter memang menyiapkan siswa untuk menghadapi masa depan.

Orang yang sedang menempuh pendidikan dapat dianalogikan sebagai orang yang sedang mendaki gunung. Pada awalnya medan cenderung mudah (SD hingga SMP), lalu pelan-pelan semakin curam dan sulit (SMA dan seterusnya). Tantangan yang dihadapi di setiap medan pun berbeda sesuai dengan kondisi jalur. Terlebih, perjalanan yang dilalui juga sangat panjang dan tidak selalu menyenangkan. Namun, semua kelelahan dalam "perjalanan" terbayarkan saat sudah mencapai puncak (menyelesaikan dinamika pendidikan).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun