Mohon tunggu...
Darya Yurkova
Darya Yurkova Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa MIK UAJY

Berasal dari Belarus, tertarik dengan keragaman budaya Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kesuksesan sebagai Influencer di Indonesia: Peluang dan Tantangan bagi Orang Asing

13 Juni 2023   14:27 Diperbarui: 13 Juni 2023   14:34 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Anggapan umum bahwa tidak sulit bagi orang asing untuk mencapai popularitas media sosial di Indonesia dianggap wajar. Bahkan pengetahuan dasar bahasa Indonesia membuat akses ke audiens Indonesia hampir seketika. Apalagi lebih mudah untuk berhasil jika orang asing ini adalah seorang perempuan. 

Pada tahun 2022, Indonesia rata-rata memiliki sekitar 188,6 juta pengguna media sosial aktif bulanan. Rata-rata, pengguna media sosial ini menghabiskan sekitar 3,28 jam di platform. Jika dilihat apa sebenarnya yang memotivasi orang Indonesia untuk menelusuri media sosial, itu adalah: mengobrol satu sama lain, menghabiskan waktu luang, melihat meme dan hiburan, mencari sesuatu untuk dilakukan atau dibeli, dll. (oosga.com).

Alasan orang asing berbahasa Indonesia memiliki keunggulan terletak di balik masih rendahnya pengetahuan bahasa Inggris di kalangan orang Indonesia. Menurut informasi yang diberikan oleh English Proficiency Index, Indonesia tetap berada di peringkat 81 dari 111 negara yang dianggap sebagai negara dengan kemampuan bahasa Inggris rendah (https://www.ef.com/).

Rasa ingin tahu tentang kehidupan orang lain merupakan elemen penting dari budaya Indonesia. Orang suka mengajukan pertanyaan pribadi, namun dengan perkembangan media sosial, pertanyaan ini tidak memiliki batasan. Menariknya, orang Indonesia menunjukkan tingkat keingintahuan yang sama tentang kehidupan tetangganya seperti halnya orang-orang dari negara lain. Namun, banyak orang Indonesia yang belum pernah bepergian ke luar negeri, tetapi mereka masih ingin tahu betapa berbedanya orang asing ini dan seperti apa kehidupan "orang lain".

Singkatnya, kombinasi dari perkembangan media sosial, kehadiran orang tampilannya berbeda dan pengetahuan bahasa Indonesia secara otomatis memberikan kredit kepercayaan dan perhatian penonton online Indonesia kepada orang asing.

Kolega Indonesia sering merekomendasikan orang asing untuk memulai TikTok, menjadi viral, dan memanfaatkan menjadi "bule" (orang asing) karena orang Indonesia akan senang menonton konten mereka. Awalnya, saran ini tampak masuk akal, hingga tantangan untuk menavigasi perbedaan budaya dan mengelola berbagai masalah muncul setelah online. Untuk memvalidasi bahwa pengalaman opini penulis ini bukanlah kasus yang berdiri sendiri, argumen yang akan disajikan di bawah ini telah dikumpulkan melalui konsultasi dengan influencer Eropa lainnya yang terutama menyasar khalayak Indonesia.

Pertama dan terpenting, ada kontras yang mencolok antara tren media sosial di Eropa dan Indonesia. Misalnya, pengguna Eropa sering mencari konten pendidikan, perjalanan, dan budaya. Mereka sangat ingin belajar bahasa, memperoleh pengetahuan investasi, mengadopsi kebiasaan gaya hidup sehat, memahami psikologi, dan mendapatkan tips perjalanan yang cerdas. Selain itu, ada tren analisis berita dan wawancara dengan orang-orang terkemuka. Pemirsa Eropa biasanya menghargai relevansi konten, kualitas gambar dan suara, dan pada platform seperti YouTube, video biasanya berdurasi minimal 30 menit. Selain itu, umpan balik dari pemirsa Eropa terutama terdiri dari komentar dan pertanyaan yang terkait langsung dengan konten.

Sementara di Indonesia, ada preferensi umum untuk menonton konten video pendek yang memikat secara emosional yang memancarkan kepositifan. Penekanan pada kualitas gambar dan suara relatif kurang signifikan. Orang dapat dengan mudah menghabiskan banyak waktu asyik menonton orang lain makan, bereaksi terhadap makan makanan yang sangat pedas, terlibat dalam konflik, atau melakukan aktivitas aneh di depan kamera sambil mendapat kompensasi finansial. Tak bisa dipungkiri, penonton Indonesia memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang aspek "di balik layar" kehidupan kreator asing, yang seringkali menimbulkan dilema: sejauh mana seseorang harus melangkah untuk meraih kesuksesan bersama penonton Indonesia? Bukan rahasia lagi bahwa orang Eropa cenderung lebih menjaga privasinya dibandingkan orang Asia.

Kesimpulannya, bagi individu asing yang ingin sukses di media sosial di Indonesia, disarankan untuk berkonsultasi dengan rekan Indonesia yang memiliki pemahaman mendalam tentang nuansa budaya dan mentalitas Indonesia. Berkolaborasi dengan mitra lokal dapat sangat meningkatkan strategi dan konten yang akan dibagikan secara online. Selain itu, terlepas dari kebangsaan pencipta, sangat penting untuk mengidentifikasi tujuan saluran media, apakah itu untuk menjangkau khalayak luas agar dapat memberikan dukungan, atau menjadi pembuat opini, pendongeng, atau guru. Gagal menetapkan tujuan yang jelas dan pemahaman yang terbatas tentang audiens Indonesia dapat mengakibatkan kenyataan yang membuat frustrasi menerima komentar yang berfokus pada aspek dangkal seperti cantik, sudah menikah belum, where do you live, minta nomor WA. Jumlah komentar yang tidak terkonensi dengan konten dapat mempengaruhi motivasi influencer asing untuk terus mengupload konten lebih lanjut, yang berpotensi merusak upaya dan sumber daya yang diinvestasikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun